22* Revealed

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku pikir Kala akan marah karena identitasnya terbongkar, namun, aku mengernyit melihat cowok itu datar-datar saja saat diinterogasi oleh Rinvi.

Ck. Ini tidak sesuai dengan bayanganku. Kuharap dia akan mengamuk histeris, berubah jadi angin tornado dan harus ditenangkan oleh segenap kekuatan. Kan seru dapat tontonan aksi gratis.

Ah, khayalanku ketinggian. Kala akan tetap menjadi Kala yang apatis dan dingin. Dia terlalu malas untuk berkoar-koar.

"Kita harus bicara," kata Linda, menarik Kala keluar dari sana. Sepertinya hendak melapor ke Tuan Alkaran.

Rinvi mengusap wajah. "Rumit sekali. Lalu Dandi, kenapa kau membawa Roh Air ke sini? FA bukan tempat penampungan ras!"

Aku mengedikkan bahu. Tuan Alkaran sendiri yang menyetujuinya. Dan sepertinya Rinvi lupa kalau dirinya sendiri juga dari ras yang berbeda.

Sina menatap buku List of All Potencia yang sudah tergeletak mati—maksudku ia memang benda mati. "Aku lebih penasaran kenapa buku ini dapat bicara," katanya sambil menatapku penuh arti.

Waduh. Sina itu super peka. Dia pasti tahu apa yang terjadi barusan.

Rinvi memijat kepala. "Jika pemegang Rare's bukan bagian dari kita... Itu berarti ada ras spirit di luar sana."

"Kemungkinan begitu."

Spesies spirit, huh? Kala tidak pernah membicarakan tentang itu. Dia bilang dia tunggal. Kala diciptakan oleh ibunya, Life-Fe, sang Penyihir Kehidupan.

Aku tidak sepintar Kuni, yang antusias menerima curahan teka-teki. Aku butuh si biang onar itu untuk mendapatkan titik terang dari masalah Araganal ini. Harus.

*

Aku diberitahu Light—kami tidak sengaja berpapasan tadi di lorong—tidak sedikit peri-peri kenalanku yang pindah ke kubu malaikat. Seperti Cathy, Muse, Fasty, Vidi, Alia, Rusalka, Iris, Mamoru, dan Magara.

Aku ingat kalau Promy, Holy, Hayno, Aquara tak pernah menyinggung apa pun tentang Cathy dan Vidi karena mereka memang sudah jadi malaikat. Termasuk Komu.

Seperti kata Light, peri yang berubah jadi malaikat, ingatan tentangnya sebagai peri otomatis terhapus. Aku menyayangkan Alia dan Mamoru. Linda dan Sina berteman baik dengan Alia. Tapi itu pilihan mereka.

Sekarang pukul sembilan pagi. Komu masih dalam kelasnya. Aku butuh kekuatannya untuk bertelepati dengan Kuni.

Bagaimana cara aku menghabiskan waktu? Melihat aktivitas Newbie? Aih, tidak deh. Bahkan di Bumi aku tidak disapa oleh adik kelas. Jatuhnya aku dicap sok akrab. Aku tidak mau citraku hancur.

Tapi tak apa kan melihat dari jauh?

Aku mengintip kegiatan Newbie.

Dari atap, aku tengkurap, menopang dagu. Sayap-sayap peri tidak lagi transparan karena Amaras sukarela menyediakan pengecatan sayap. Lihatlah, bukankah indah melihat sayap warna-warni?

Amaras tidak memamerkan sayap malaikatnya yang indah. Dia mengenakan Nimbus Ring mirip pinggiran matahari yang meruncing-runcing seperti jarum. Lingkaran hello itu melayang tepat di atas kepalanya. Dia terlihat nyaman dengan benda itu dan cantik seperti biasa.

Kalau kulihat-lihat sekali lagi, setiap Nimbus Ring memiliki variasi motif yang berbeda-beda. Ada yang setengah lingkaran lalu bulan sabit di tengahnya, ada juga yang berbentuk love. Memang yah, Amaras tak pernah kehabisan ide kreatif.

Hanya ada tiga guru di FLY Academy. Tuan Alkaran, Amaras, dan peri penjaga yang kulihat waktu Araganal menyerang, Guardine. Entahlah di mana guru-guruku di sekolah Fairyda dulu. Tuan Alkaran enggan menjawab (mungkin berkelana).

Tapi, aku menyapu pandangan ke sekitar. Amaras benar-benar luar biasa dalam merancang FA. Maksudku, sangat brilian.

"Mengintip pelajaranku, Swift Growers?"

Eh... Aku mengerjap beberapa kali, menoleh, mendapati Amaras sudah tiba di hadapanku. Sayap malaikatnya tidak lagi di punggung, tapi keluar dari pinggang—jujur aku salfok dengan itu karena Amaras benar-benar tampak mengagumkan. Tidak hanya itu, terdapat dua kepak sayap di kepalanya menyerupai kuping kucing.

Ya ampun! Aku yakin wajahku menghangat karena peri-peri Newbie sontak mendongakkan kepala, menatapku yang gelagapan. Terciduk sudah!

Sial, tubuhku kurang responsif karena sudah lama tidak dipanggil: Swift Growers.

Amaras tertawa. "Jangan khawatir. Kau bebas memperhatikan. Tapi, jangan lupa berpatroli ke sekeliling, Elderly Verdandi."

Uwaa!! Amaras membuatku tambah malu!

.

.

AUTHOR PoV

Kahina berada di Sungai Rehabilitasi saat ini. Pandangannya fokus pada Cleon dan peri didiknya, Stonara, tengah berlatih di sana. Cleon bijak mengajak Stonara ke situ. Tidak ada yang bisa terluka di sana.

Ada yang ingin Kahina pastikan—

Topi penyihirnya ditarik oleh Hayno, menutup mata Kahina, menghalangi penglihatan. "Kau kenapa sih? Kau tidak lihat aku sedang sibuk?" sergah gadis itu sebal. Konsentrasinya buyar.

Hayno bersedekap. "Yang kulihat kau asyik memperhatikan dua sejoli di depan kita. Kau..., tidak tertarik sama si batu (Cleon) itu, kan?" tanyanya khawatir.

Puh! Kahina menggeser Hayno lewat bisikan mantra, lanjut mode mengintai. "Kalau iya apa hubungannya denganmu? Sudah, sudah. Pergi sana. Jangan ganggu aku."

Hayno tergelak. Jadi sekarang, Kahina sudah berani bermain mantra dengannya?

Lagi-lagi konsentrasi Kahina kacau karena Hayno tiba-tiba memukul permukaan sungai, membuat air menggebyur seragam dan wajah Kahina. Astaga! Apa dia serius?! Si Hayno ini apa sedang mencari masalah dengannya?

"Kau mau mengajakku ribut, Hayno?"

Hayno tersenyum, mengangguk. "Iya."

"Hei, bisa tidak jangan berantem? Huru-hara kalian mengganggu tahu. Aish!" Promy gagal fokus dengan catatannya, merobek memo. Di saat semua murid Elderly berleha-leha, bebas, mungkin dia yang termasuk rajin, masih mau belajar seperti Komu. Tertarik dengan herpetologi.

Holy menatapnya yang bersungut-sungut, mengernyit tak mengerti. Sudah tahu kalau Kahina dan Hayno rentan perang mulut, kenapa dia harus ada di sini? Dan kenapa Holy mengikutinya ke Sungai Rehabilitasi?

"Berhenti memandangku dengan tatapan meresahkan begitu," tegur Promy sebal.

Holy mengangkat bahu. "Maaf."

Antara cerdik atau licik, Kahina memakai mantra teleportasi, melompat ke balik punggung Holy ketika Hayno memakai kekuatan hipnotisnya. Alhasil, kekuatan itu memantul kembali ke si penyerang.

Hayno tertegun. Dia mematung.

"Nah!" Kahina terkikik senang. "Makanya, jangan main-main sama penyihir!" serunya, menyentil kening Hayno lalu menatap lama Hayno yang bergeming. "Tapi pria ini, boleh juga wajahnya... Astaga! Apa yang baru saja kukatakan? Bodohnyaa!!"

Promy bersedekap jengkel. "Lagian, kau ngapain sih di sini, Kahina? Kayak tidak ada tempat untuk bermesraan saja. Mau pamer ke jomblo sepertiku?"

"Apa sih! Aku sama dia tak ada hubungan yang aneh-aneh!" tukas Kahina.

Bilang begitu tapi pipinya merona.

"Aku ingin menyelidiki sesuatu," lanjutnya dengan sorot mata serius. Tatapan Kahina berpindah ke arah Cleon dan Stonara. "Aku merasa ada prahara besar yang akan terjadi. Araganal sedang merencanakan sesuatu yang buruk."

"Lalu, apa hubungannya dengan dua peri berkekuatan batu itu?" Holy bertanya.

"Aku tidak tertarik dengan Cleon. Tapi peri didiknya, Stonara. Dia lah yang ingin aku awasi. Ada sesuatu yang tidak biasa darinya. Tapi Hayno malah berpikir yang aneh-aneh. Bikin sebal saja."

Kahina sekali lagi memencet hidung Hayno.

*

Akhirnya pukul lima sore! Aku sudah jenuh tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan selain menunggu Komu keluar dari kelas. Tak kusangka cowok itu suka belajar.

Berkebalikan sekali denganku.

"Menginginkan Kartu Telepati-ku lagi, Dandi?" kata Komu tersenyum geli. Nimbus Ring di kepalanya bergerak-gerak. "Ini."

Aku menerimanya. "Terima kasih, Komu!"

Selepasnya, aku turun ke daratan, ke kapsul permenku. Cara menggunakan kartu kekuatan Komu sangat sederhana. Aku hanya perlu membayangkan siapa yang hendak kuhubungi. Mirip telepon deh.

[Ini keajaiban dunia! Seorang Maikara Momoki lagi-lagi menghubungiku duluan!
Apa kepalamu terbentur sesuatu?]

"Aku ogah basa-basi. Ada yang mau aku diskusikan. Ini penting," potongku, malas mendengar celoteh Kuni yang hambar.

Di seberang sana, Kuni berhenti bercanda, memasang telinga baik-baik. Aku mulai menceritakan tentang monster Araganal, tiga kekuatan di FLY Academy yang bercabang, dan sekiranya apa yang harus kulakukan untuk mengantisipasi perkara super pelik ini.

[Kau beruntung, Verdandi, ada musuh menegangkan di sana. Lihatlah di sini, damai sentosa. Membuat antusiasmeku padam. Petualangan terasa monoton tanpa musuh. Btw, levelku sekarang 303.]

Astaga! Apa Kuni bilang, dia beruntung ada monster Araganal yang menyerang akademi? Si biang onar itu serius berkata demikian? Tidak ada yang senang dengan musuh tangguh dan kejam! Terlebih, dia menyempatkan diri untuk pamer level.

[Terus terang, aku belum bisa menyimpulkan masalah Araganal karena aku tidak tahu apa pun tentang kondisi FLY Academy, sekolahmu. Kecuali kalau kau punya satu informasi yang bisa menjadi potongan puzzle. Ada tidak?]

Sebenarnya ada sih: Kala yang seorang Roh Angin. Oceana yang seorang Roh Air. Tapi itu kan privasi, dan mereka hanya memberitahuku. Walau sekarang rahasianya sudah terbongkar.

Mungkinkah ini ada sangkut pautnya?

"Kuni, bisakah kau cari segala sesuatu yang berhubungan dengan spesies spirit? Apa pun itu." Aku mendapat ide cemerlang.

[Baiklah. Oh! Hampir saja aku lupa. Aku sudah menyelidiki tentang buku Judrah, Dandi. Kau menggambar pola di halaman 167, kan? Itu rupanya portal berwaktu.]

"Eh? Apa... maksudmu?" Aku menahan napas, paham ke mana arah pembicaraan.

[Maksudku, waktu kita di Asfalis tersisa dua minggu lagi. Begitu waktunya habis, kita akan dipindah paksakan ke Bumi.]




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro