23* Sweet Chat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di langit, FLY Academy.

Aku baru datang ke FA, tapi aku sudah harus pulang saja? Mana waktuku cuman dua minggu lagi. Ini tidak adil.

Tapi aku bisa apa? Bisa kembali ke dunia paralel sudah tahu diuntung. Hmm, kalau begitu, dalam dua minggu ini aku harus membantu FA berperang menghabisi Araganal. Paling tidak aku bisa pulang dengan perasaan lega ya kan.

"Kau memikirkan apa, Dandi?" tanya Sebille, heran melihatku memijat pelipis. Wajah tertekan, banyak rintangan hidup.

"Sayapmu sudah tidak apa, Sebille?"

Temanku itu mengangguk, merangkul bahuku. "Rinvi menyembuhkanku dengan telaten. Linda beruntung sekali punya doi sepertinya. Keturunan Klan Druid tidak bisa diremehkan. Dan kau tahu Dandi, karena nama Araganal jelek itu tercatat di buku List of All Potencia, aku pun kini bisa memakai kekuatan es lho."

Sebille hendak mencobanya, namun aku bergegas menggeleng. Kan dia tahu sendiri sayap peri lemah dengan es, bisa membeku dan koyak. Kuakui Ice Breaker kekuatan hebat, tapi penggunanya musuh kami. Tidak layak didemonstrasikan.

"Sori." Sebille cengengesan. "Tapi kau lihat kan, Dandi, kalau Snowin tidak punya tanduk atau ekor khas Araganal?"

"Kalian lagi bicarain apa?" Sina dan Rissa menyapa. Akhir-akhir ini kami jarang bertemu karena sibuk membantu Newbie.

Sebille menjelaskan singkat soal Snowin.

"Eh, apa? Dia anggota Araganal tapi tidak memiliki kondisi fisik monster araganal? Lalu kekuatannya terbaca oleh buku List of All Potencia? Mimpi buruk apalagi ini."

"Kalau begitu mari kita bicara yang manis-manis saja," kata Rissa senyum. "Kau tidak bisa fokus patroli karena kepikiran dengan pengakuan Liev, kan?"

Kepalaku dan Sebille tertoleh.

Ah, si Mind Reader. Aku menatap Sina yang muram. "Benarkah? Liev mengutarakan perasaannya? Itu bagus dong?"

"Oh jelas lah, Dandi. Tapi Melusina kita ini bersikukuh memberi batas bernama persahabatan. Ckck, kasihan sekali nasib Liev." Rissa teringat lagi kejadian Mind Reader mengaku pada Sina namun Sina tegas bilang 'kita cuma teman'.

Promy datang bersama Aquara, kebetulan mendengar percakapan kami. "Obrolan tentang sosok spesial, ya? Manis sekali. Terus terang, aku pikir Sina dan Liev cocok deh. Watak Liev yang jahil dan Sina yang disiplin. Kalian paket komplit."

Kepala Aquara menoleh ke Promy. Hah? Bukankah beberapa detik lalu mereka sibuk menceloteh tentang Newbie? Dia baru tahu Promy punya bakat spesial: nyambung dengan percakapan orang lain.

"Cocok gak tuh," godaku, menyikut lengan Sina. "Malah dikasih friendzone."

"Kau sendiri, kapan jadiannya sama Kala, Dandi?" Tawaku tersumpal begitu Promy mengubah subjek percakapan ke aku.

Nah, kenapa mereka bawa-bawa Kala?

"Aku tidak paham maksud kalian," ucapku sambil menopang dagu. Kami ke ruang makan. Sebutannya kafetaria di bumi. Untunglah di sini makanannya layak dimakan meski bentukannya aneh.

Sina menepuk dahi. "Kau masih belum sadar-sadar juga setelah selama ini? Kasihan Kala. Dia telah menunggu lama." 

Promy terkekeh. "Kala bakal susah nih."

Aku diam saja, lanjut makan.

.

.

AUTHOR PoV

Di daratan, Ngarai Lalipopa.

Kala baru kembali dari penyelidikannya bersama Houri dan Hayno—mereka bertiga adalah tim ekspedisi. Dia lelah, ingin beristirahat. Tidak sebelum Kala melihat lampu kamarnya menyala dan suara cuap-cuap rombongan laki-laki.

Serius? Kenapa mereka menjadikan kamar Kala sebagai "tempat pertemuan"? Seolah FA kekurangan rumah kapsul, seolah tidak ada waktu dan tempat lain. Kala jarang marah, tapi dia bisa jengkel.

"Jadi kau ditolak Sina?" celetuk Rinvi.

"Bukan ditolak sih. Lebih tepatnya diajak temenan doang." Liev meralat.

"Apa bedanya!" Cleon melempar kacang.

"Paling tidak kami masih temenan."

"Wah-wah, gentle sekali."

Parnox menatap Rinvi mengusap-usap punggung Liev. "Kau sendiri sama saja. Hubunganmu dengan Linda masih terombang-ambing. Kabur, tak jelas."

"Berkacalah sebelum mengatai orang. Lagi pula ini hanya masalah waktu. Aku berencana akan mengutarakan perasaanku saat kontes festivities dimulai."

"WOAH! RINVI JAGOAN KITA!"

"Keluar kalian sebelum kuhempaskan dengan angin," tajam Kala bergabung ke dalam kamar. Ruang itu jadi sesak karena diisi lima orang sekaligus.

"Hai, Hantu. Bagaimana penyelidikanmu? Kau sudah tahu lokasi markas Araganal?"

Kala menatap Parnox kesal. Pertama, kemarin-kemarin dia memanggilnya 'eskrim' hingga semua Newbie dan Elderly menjulukinya 'Tuan Eskrim'. Berikutnya 'salju', sekarang 'hantu'. Dua, seharusnya dia yang terjun dalam misi ini tapi malah Kala yang dikerahkan oleh Amaras ke lapangan. Tiga, bisa-bisanya dia enak-enakan bersantai sementara Kala lembur menggantikan perannya?!

Terus terang, mereka belum menemukan di mana letak markas musuh. Sebenarnya Raibi pernah mengusulkan dirinya untuk mengikuti salah satu Araganal dengan kekuatan menghilang, tapi seolah ada penghalang, Raibi selalu gagal memasuki wilayah persembunyian Araganal. Tak ada pilihan selain mencarinya dengan manual.

"Kenapa dipanggil hantu..."

Cleon dan Liev angkat tangan. Mereka tahu Parnox suka menjahili atau menggoda Kala seperti sekarang. Bukan pilihan bijak ikut campur ke permasalahan dua orang paling populer di FLY Academy.

"Kenapa? Benar kan dia hantu? Kala kan seorang roh angin," ucapnya tersenyum sinis, menekankan kata roh.

Berita itu pasti sudah tersebar luas.

Parnox beranjak bangkit, berdiri di depan Kala yang menatapnya masam. "Apa?"

Parnox mencubit pipi Kala, mengunyelnya. "Aneh, kok gak nembus ya? Apa benar kau spirit? Harusnya nembus dong."

Kini dia mengitari Kala seakan Kala mainan yang baru dibeli dan mempelajari bagaimana cara memainkannya. Parnox mengangkat tangan Kala, meneliti rambutnya, punggungnya, dan lainnya.

"Astaga, Ketua Parnox! Seperti yang kubilang tadi, Kala seratus persen manusia!" seru Rinvi putus asa. "Cuma di bagian jiwanya yang terbuat dari roh. Luar dalamnya manusia. Ma-nu-sia!"

Liev memeluk tubuh. "Tapi kok... rasanya di sini mendadak dingin banget ya?"

Cleon gemetaran. "Iya, ya."

Hiy! Mereka merinding ngeri begitu jendela-jendela terbuka dengan kasar, buku-buku di atas meja beterbangan tak tahu arah, botol-botol ramuan berjatuhan.

Kala memanggil angin.

"Hentikan anginmu, Tuan Eskrim! Kami bisa kebawa terbang nih!" Kasihan mereka. Jadi korban kejahilan Parnox.

Parnox menyeringai, menoleh ke luar pintu. "Verdandi! Kau mau ke mana?"

Apa? Verdandi?

Konsentrasi Kala buyar, menoleh. "Mana?"

Tidak ada seorang pun di luar.

Rasanya mereka mulai mengerti mengapa Parnox suka mengisengi Kala. Pikiran laki-laki itu pasti hanya diisi Verdandi, Verdandi, Verdandi, dan Verdandi dari awal sampai akhir hanya VERDANDI hingga konsentrasinya mudah dihancurkan.

Ini tidak baik. Kala bisa menjadi sangat payah di pertempuran jika ada yang menyangkut tentang Verdandi.

"Ngaku saja, kau suka Verdandi, kan? Tidak usah sok polos begitu. Aku tahu bagaimana perasaanmu," kata Parnox lagi. Tidak berhenti-henti menggoda.

"Jangan memaksanya, Parnox. Kala itu roh. Dia belum mengerti emosi manusia secara menyeluruh." Rinvi kasihan melihat Kala 'dibully' melulu oleh Parnox. Lihat cowok itu, mengernyit, pikiran semrawut.

"Itu benar, Parnox. Kala kan roh. Dia masih anak bayi soal emosi manusia. Palingan dia protektif ke Verdandi karena merasa bertanggung jawab sebagai mantan orang yang menemukannya."

Cleon mengangguk. "Pelan-pelan saja. Dandi-mu takkan ke mana-mana. Tapi jangan terlalu lama. Dandi bisa pergi lagi dan kau ditinggal sendirian."

Kala menghela napas panjang, mengurut dada guna menyabarkan diri.

"Aku takkan menyangkal kali ini."

"NAH! ITU BARU TUAN ESKRIM KAMI! Jadi kapan? Kapan kau akan menyatakannya?" seru mereka heboh bergosip. Lebih heboh daripada anak perempuan.

[Seharusnya di sekitar sini, kan?]

Hm? Liev tersentak mendengar suara pikiran itu, menoleh. Tidak ada di antara mereka sedang berpikir, itu berarti suara pikiran barusan milik orang lain.

"Ada apa, Liev?" tanya Rinvi peka.

"Ah, aku mendengar suara hati seseorang barusan. Aku akan memeriksanya."

Liev meninggalkan kamar Kala, terbang mencari sumber 'suara pikiran' yang dia dengar. Asalnya dari hutan, lalu...

Dari mana kabut pink ini muncul?

"Lho?" Liev berhasil menemukan pemilik suara pikiran itu. "Kau... Luckyna, kan? Apa yang kau lakukan di sini tanpa Elderly? Kembalilah ke kamarmu. Di sini berbahaya."

Luckyna berbalik. Liev berngidik melihat cewek itu senyum dengan tatapan kosong.

"Senior, mau ikut bersamaku?"

Dan itu adalah hari terakhir Liev tampak.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro