24* Buried Feelings

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pagi kesekian di Fairyda. Aku merasa tidurku berkualitas hari ini. Sepertinya tubuhku mulai terbiasa bangun subuh-subuh untuk meronda sebelum terbang ke FA. Araganal bisa menyerang Newbie kapan saja. Sudah tugasku sebagai Elderly melindungi Newbie.

Jujur, aku takut dengan semua ini. Aku takut pada Araganal, terlebih Snowin yang kujumpai tempo lalu. Bagaimana jika aku apes dan bertemu Araganal mahahebat?

"Berhenti berpikir aneh-aneh, Dandi!"

Aku tidak mau meneruskan kecemasanku. Newbie lah yang paling dikhawatirkan di sini, bukan Elderly yang sudah pro.

Aku membuka pintu kapsul permen, menghirup udara pagi. Matahari belum tampak. Suasana yang pas buat patroli.

Kubentangkan sayapku, terbang perlahan menyusuri kapsul-kapsul lalipopa yang lampunya masih padam. Hihihi, para adik kelas ini ternyata belum bangun. Rasanya pengen menyombong ke Kuni atau Mama karena aku bisa bangun pagi tanpa alarm.

"Ayolah! Masa tidak ada yang melihat Luckyna sih? Kalian kan temannya!"

"Kami juga tidak tahu dia ke mana, Erio!"

"Makanya, kami bilang juga apa! Kau seharusnya jangan terlalu dekat dengan dia. Lihat, kau memberinya nasib buruk."

"Kalian semua lupa apa yang dikatakan Nona Amaras dan Tuan Aran? Kekuatan kami bisa dinetralisir satu sama lain!"

Perdebatan halus itu menyelusup ke telingaku. Aku celingak-celinguk. Aha! Di salah satu bebatuan cadas, tiga orang peri Newbie tengah merumpi. Sepertinya itu bukan obrolan yang baik.

Aku mendarat ke tanah. Mereka terkesiap demi melihat sayap malaikatku.

"Apa yang terjadi di sini?"

"P-pagi, err... Senior Verdandi, kan? Tidak ada yang terjadi kok! Kami hanya—"

Erio, satu-satunya cowok di sana, melangkah maju. "Saya sedang mencari Luckyna, Senior Verdandi. Dia Newbie yang menghilang sejak tadi malam."

"Astaga, Erio! Kau terlalu berlebihan. Luckyna hanya tidak pulang satu malam. Jangan merepotkan Elderly deh."

"Senior Verdandi, jangan dipikirkan ya!"

Mereka menarik Erio untuk mundur supaya tidak mengatakan keluhannya yang terkesan hiperbola. Aku bersedekap. "Apa yang kalian lakukan di pagi-pagi buta ini? Jam masuk FLY Academy akan segera tiba. Pergilah ke kapsul lalipopa kalian masing-masing."

"Siap, Senior! Ayo kita pergi."

"Tunggu! Kau harus mencari Luckyna...!"

Luckyna, ya? Itu kan nama gadis yang sempat kukira pacarnya Kala. Apa terjadi sesuatu padanya? Anak bernama Erio itu tampak khawatir sekali dengannya.

*

Di perpustakaan, aku bertemu Sina dan Linda. Mereka sedang membantu Rinvi menyusun buku-buku baru ke rak. Karena gabut dan tidak ada kerjaan, aku ikut merapikan buku. Di sela-sela kesibukan, mereka membicarakan sebuah kontes yang akan diselenggarakan tiga hari lagi.

"Festivities Bunga Pelindung?"

Linda menyeringai. "Sudah kuduga, kau kurang update berita terbaru. Itu sebuah perlombaan memperebutkan beberapa artefak berharga, Dandi. Tuan Alkaran saat ini sedang merancang skedulnya dan Nona Amaras mempersiapkan keperluan para peserta dan tempat perlombaan."

"Kedengaran menarik. Apa aku boleh ikut?"

Rinvi memilah buku-buku. "Semalam aku berbicara dengan Parnox. Dia bilang kontes ini terbuka untuk umum. Malahan bagus Elderly ikut bermain karena bisa melindungi Newbie dari Araganal."

"Kapan pendaftarannya dibuka?"

"Secepatnya Dandi," kekeh Linda melihatku tak sabaran. "Kalau kau segitu tertariknya, coba cari Kala. Dia pasti akan sukarela menjelaskan skema perlombaannya karena dia termasuk admin. Oh, ajak juga Oceana. Dia terlalu pendiam di kamarnya, kurang berbaur. Nanti enggak punya teman lho."

Aku tersenyum, mengangguk. Beralih menatap Sina yang diam dari tadi. Temanku itu murung sekali hari ini.

Linda berbisik padaku. "Liev tidak datang hari ini padahal tidak pernah absen menyapa Sina. Sepertinya Liev mulai jaga jarak karena Sina telah menolaknya."

"Tidak!" kata Sina mendengarkan bisikan Linda. Aku dan Lina terkesiap. "Liev bukan pria seperti itu. Aku pergi!"

Sina memberikan buku terakhir dengan kasar ke Rinvi yang bingung, pergi meninggalkan perpustakaan.

Linda mengerjap. "K-kok dia marah?? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?"

"Benar. Kau salah," kata Rinvi memukul lembut kepala Linda. "Di sini, Sina yang paling memahami sikap Liev walau dia tidak menunjukkannya terang-terangan."

"Kan tidak harus memukulku!"

"Itu sangat pelan lho."

Aku menatap interaksi Rinvi dan Linda, menyeringai. "Kalian sudah pacaran ya?"

Wajah Linda memerah. Tidak menjawab.

Rinvi batuk keras. "Intinya, ada yang aneh dengan Liev. Semalam dia mendengar suara hati seseorang dan pergi menyusulnya. Tapi dia tak kunjung kembali sampai saat ini. Aku ragu kalau dia tersesat..."

Haruskah kutanyakan pada alam?

.

.

AUTHOR PoV

Beberapa adik kelas menegur Sina di lorong sekolah. Sina membalasnya dengan senyuman hangat, namun beberapa detik kemudian, dia kembali teringat Liev. Apa benar Liev jaga jarak karena Sina menolak pengakuannya?

Tapi, bukannya dia sendiri yang bilang...

"Tidak apa. Kita akan tetap berteman. Kau tidak akan menolak ini juga, kan?"

Sina merasa bersalah. Tapi dia tidak mau membohongi Liev dengan pura-pura suka pada cowok itu. Dia akan terluka, terlebih Liev seorang Mind Reader.

Meski demikian, Sina sangat tahu kepribadian Liev yang superbaik. Saking baiknya, Sina hampir menangis saat menolaknya. Liev takkan mengingkari perkataannya karena dia tidak jahat. Dia pria paling tegar yang pernah Sina kenal.

Lalu kenapa... kenapa Liev tidak datang?

Sina gelisah. Sina khawatir. Liev tidak pernah bersikap begini. Apa pengakuan cinta selalu menyakitkan seperti ini jika tidak mendapatkan jawaban memuaskan?

"Ke arah mana kau menatap?"

Ah! Sina tersentak, menatap ke depan. Ada Kala sedang bersama Houri.

"M-maaf, aku melamun barusan."

"Hati-hati. Newbie berkeliaran. Nanti tabrakan," peringat Kala, berdeham. "Apa kau melihat Verdandi?"

Di saat nama Verdandi disebut, disitulah Sina manyun. Sedikit-sedikit Verdandi, sedikit-sedikit gadis itu. Padahal mereka tidak punya status apa pun. Katanya suka, tapi enggan melangkah maju.

Sina bersedekap. "Jika kau takut Dandi pergi lagi, kenapa kau tak mengekorinya ke mana-mana? Tuan Eskrim yang populer akan dicap sebagai penguntit."

Pffttt! Houri menahan tawanya, tidak mau dimusuhi oleh Kala.

"Itu tidak lucu," desis Kala.

Houri mengambil posisi siap. "Kal, aku ke arena duluan ya. Banyak yang harus diatur sebelum pembukaan kontes. Bye."

Cuih. Sina mendecih. Houri main aman.

"Jadi, Dandi di mana?"

"Aku bukan informanmu, termasuk teman-teman Dandi yang lain. Bukankah kau penyihir hebat? Pasti kau punya satu dua mantra pendeteksi." Sina menepuk dahi. "Ah, aku lupa. Kau tidak bisa melakukannya setelah perselisihan itu."

"Melusina, aku serius."

"Aku juga serius! Kapan kau akan bilang kalau kau suka padanya? Kita tidak tahu sampai kapan Dandi di sini. Bagaimana kalau dia tiba-tiba menghilang?"

"Kapan aku siap. Sudahlah."

Kala jenuh dengan desakan Sina. Baru tadi malam dia digoda Parnox dan yang lainnya, kini giliran Sina. Verdandi, Verdandi, Verdandi! Kenapa mereka terus saja menyebut namanya di depan Kala?!

"Kau harus cepat, Kala...," gumam Sina memandangi punggung Kala yang menjauh.

"Supaya aku bisa ikhlas."

Ada alasan mengapa Sina menolak Liev. Itu karena dia menyukai orang lain.

Ya, Sina menyukai Kala.

Tetapi, Sina tidak mau menjadi sahabat yang jahat. Sina tidak mau menyakiti Verdandi. Dia memendam perasaannya, dari dulu. Liev mungkin telah mengetahui isi relung hati Sina. Makanya dia tersenyum pasrah saat pengakuan di sore hari itu.

Lagi pula Kala takkan tertarik pada perempuan mana pun kecuali Verdandi.

"Apa ada yang lihat Luckyna? Hei, apa kau melihat Luckyna? Si peri keberuntungan?"

Sina menoleh ke seorang cowok yang menanyakan keberadaan Luckyna ke peri-peri yang lalu lintas di udara—mereka menggeleng tidak tahu.

"Itu kan Erio si badluck. Apa yang terjadi? Kenapa dia super panik begitu?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro