31* Can't I Miss You?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"WOYYYY!!! KALA!!!!"

Kala hampir saja menumpahkan ramuannya. Kahina dan Oceana tersentak kaget, menoleh ke arahku yang menatap tajam kepada Kala. Bikin masalah apa si Kala sampai seseorang mendatanginya dengan menggebu-gebu?

Aku menahan lengan Kala, tidak memberinya kesempatan kabur. "Aku pinjam dia sebentar."

Kahina dan Oceana saling tatap. "S-silakan!"

Kami keluar dari ruangan khusus penyihir. Hari sudah malam. Seluruh murid FA dikumpulkan di akademi. Tidak ada peri yang tertinggal di daratan. Penghalang sekolah masih setengah jalan menutupi akademi. Ukurannya terlalu besar, makanya butuh waktu saat diaktifkan.

"Dandi, ada apa?" tanya Kala setelah kami tiba di taman akademi. Sepi di sana.

Aku menghela napas pendek, berbalik. "Kenapa kau lakukan itu? Memprovokasi Halca hanya untuk dibukakan portal ke Bumi?"

Kala mendesah. "Linda sudah cerita ya?"

"Halca itu orang yang baik. Karena dia juga lah (secara tidak langsung) aku bisa datang ke sini. Jika dia bilang tidak bisa, pasti dia punya alasan terbaiknya. Tapi kau malah memaksanya, mendesaknya sampai sisi iblisnya muncul. Itu tidak dibenarkan dalam perihal etika."

Wess, hebat! Orang sepertiku membahas etika. Padahal aku sering ditegur sensei karena sering kedapatan nonton drakor saat lagi materi.

Kala hanya diam. Diam artinya dia takkan menyangkal perkataanku. Benar, dia telah bersikap ceroboh pada utusan dewa. Benar, dia sudah bersikap bodoh. Tapi itu karena....!

"Apa aku tidak boleh merindukanmu? Aku hanya ingin tahu kabarmu," katanya menyesal.

Ini gawat. Ini berbahaya.

Aku memegang kedua pundak Kala. "Jangan buat ekspresi anak anjing begitu!"

Sejak ngefans berat dengan Maehwa, sejak mendeklarasikan diri sebagai Wintermoon, aku semakin lemah dengan orang tampan. Kalau Kala memasang wajah puppy seperti itu, my heart is not daijoubu! Degdegan maksimal.

Bagaimana kalau aku kebablasan menciumnya?! Aku bisa dijuluki gadis mesum!

Ayo pasang muka tebal.

"Hem! Pokoknya jangan begitu lagi. Halca itu jembatan penghubung antara Bumi dan Asfalis. Kita yang rugi kalau bermusuhan dengannya. Lagi pula aku sudah bilang kan, aku akan kembali kemari bagaimanapun caranya."

"Maaf aku tidak sabaran."

"Jika kalian sudah selesai pacaran, bagaimana kalau sekarang pergi selamatkan Promy?"

Aku menoleh kesal ke burung yang bertengger di dahan. Aku memang berencana akan menolong Promy setelah semuanya aman, tapi apa-apaan maksudnya? Siapa yang pacaran? Apa burung itu tidak lihat aku sedang memarahi Kala?

Masalahnya, kalau aku pergi sekarang dan penghalang akademi tertutup sepenuhnya, aku akan terkunci di luar. Aku ragu Parnox mau membuka-tutup penghalang raksasa itu.

Aku harus pergi dan pulang dengan cepat. Toh, sejak punya Angel Ring aku tidak bermasalah lagi dalam hal penerbangan. Baiklah.

"Mau ke mana?" tanya Kala lebih dulu melihatku bersiap-siap pergi ke suatu tempat.

Sial! Aku lupa masih ada cowok ini.

Tidak ada waktu menimbang-nimbang. Aku enggan terus berbohong, apalagi dengan Kala yang selama ini peduli padaku.

"Aku mau menyelamatkan Promy. Dia memang terpisah dengan Komu dan Raibi, namun berhasil lolos dari kejaran Araganal. Ini hanya masalah waktu sebelum dia tertangkap. Aku ingin menolongnya sebelum dia ketahuan."

"Bagaimana kau tahu?"

"Ada lah. Mau ikut atau tidak? Aku sudah bilang ini hanya masalah waktu. Kita nggak boleh berlama-lama. Promy butuh pertolongan."

Kala mengangguk. Dia ikut.

***

Sebenarnya tidak butuh waktu lama menemukan Promy karena alam menuntunku. Tapi aku harus pura-pura menjelajah. Belok kiri seperti mencari barang hilang, lalu belok kanan, belok kiri lagi. Gerakanku tampak menyakinkan. Kala tidak terlihat curiga sama sekali.

Sekitar lima belas menit, setelah (sengaja) berputar-putar di wilayah Araganal, akhirnya aku membawa Kala ke tempat persembunyian Promy. Aku mendesis pelan melihat satu Araganal (yang satu ini monster sepenuhnya, bukan setengah manusia) lewat di antara kami.

Kurasa sihir, kekuatan, atau apalah yang membuat araganal-araganal ini jadi manusia tidak stabil. Hanya dimonopoli oleh member elite.

"Kala? Verdandi? Bagaimana cara kalian—"

Aku menyuruhnya untuk diam. Sekali lagi ada araganal yang lewat di depan kami. Segera kuaktifkan Swift Growers. Tumbuhan hijau menjalar menutupi tempat kami sembunyi.

"Mau kuterbangkan saja?" celetuk Kala mulai kesal. Kami tertahan selama sepuluh menit. Araganal semakin ramai berkeliaran di sekitar kami, tak memberi kesempatan untuk kabur.

Aku menggeleng. Itu ide buruk. Sangat buruk. Kami tepat di zona kekuasaan Araganal. Sekali mereka mengetahui ada penyusup di wilayahnya, monster araganal akan berbondong-bondong mengejar kami. Membayangkannya saja sudah bikin bulu kudukku merinding.

"Kau bisa terbang, Promy?"

Promy menggeleng. Sayapnya terluka.

Aku menyikut lengan Kala yang mengintip dari sela-sela daun. "Punya ramuan penyembuh?"

Kala menggeleng. Dia ikut aku tanpa persiapan.

"Kita harus cepat pergi dari sini. Ayo gunakan teknik barumu itu. Teleportasi."

Kala mengangguk. Memegang lenganku dan lengan Promy. Satu detik, lima detik, setengah menit, tidak ada lambang kincir angin muncul di bawah kaki kami. Apa yang terjadi?

"Sepertinya tidak bisa. Aku terlalu banyak menggunakan kekuatan hari ini," kata Kala dengan napas tersengal.

Duh, bagaimana ini? Kalau kami terbang secara normal karena harus menggotong Promy, mereka dengan mudahnya menyusul. Aku juga tidak bisa memaksa Kala yang kelelahan.

[Butuh bantuan, Momoki-san?]

"Eh, Kuni?" gumamku, refleks mengerjap. "Kok kau tahu aku sedang dalam kesulitan?"

[Selain pelacak, aku juga menanamkan mantra spesial pada kalungmu yang memberitahuku jika penggunanya lagi kesusahan. Kau harus bersyukur punya sahabat pengertian sepertiku.]

Aku memutar mata malas. "Baiklah, baiklah. Kau menang. Tolong bantu aku—"

[Teleportasi, kan? Baik, akan kubantu. Kau pikirkan saja tujuanmu dan berapa orang yang mau kau angkut. Nanti biar kutransfer.]

FLY Academy. Aku, Kala, dan Promy...

Simsalabim! Dalam sekejap, dalam hitungan detik, kami bertiga telah pindah ke aula utama tepat tertutupnya kubang penghalang akademi.

Aku tergelak pelan. Si biang kerok itu sudah menjadi penyihir hebat sungguhan.

Promy celingak-celinguk kebingungan. "Apa yang barusan itu perbuatanmu, Kal? Ah, nggak mungkin. Kau nggak bisa menyihir lagi."

Sebelum mereka menoleh curiga padaku, secepat kilat aku mengajak Promy ke ruang kesehatan. "Kau butuh perawatan! Komu bilang kau punya informasi penting."

"Benar! Kita harus bertemu Tuan Aran dan Nona Amaras. Nanti saja urus lukaku."

"E-eh, sebentar Promy! Kau terluka!"

Mau tak mau aku dan Kala menyusul Promy. Informasi apa yang dia dapatkan sampai tidak mengkhawatirkan dirinya dahulu?

Dalam kantor Tuan Alkaran, ada Parnox, Amaras, Rinvi, Hayno, dan Komu sedang membahas bagaimana cara membatalkan kekuatan mista pada peri-peri yang tertidur. Demi melihat Promy, Komu berseru tertahan.

"Astaga, Promy! Kau selamat?? Ya ampun, aku sangat khawatir padamu!"

"Bagaimana caramu..." Amaras menoleh kepadaku dan Kala, mendesah. "Jika kalian tahu sesuatu, kenapa tidak memberitahu?"

"Tidak sempat, Nona Amaras. Kami takut Promy berhasil ditangkap Araganal."

Tanpa perlu disuruh Tuan Alkaran, Rinvi segera menyembuhkan Promy. Tangannya terjulur ke sayap gadis itu. Menyulam luka-lukanya.

"Tuan Aran! Nona Amaras! Aku tahu apa yang diincar Araganal dan menunda peperangan!" sembur Promy tanpa kalimat pembuka.

Kami menahan napas. Menunggu lanjutannya.

"Mereka mencari seseorang yang punya kekuatan Natural Converse! Berbicara dengan alam sekitar! Itulah yang mereka inginkan!"

Aku menutup mulut. "Astaga! Kekuatan macam apa itu? Apa penggunanya ada di akademi..."

Sebentar. Otakku loading sejenak.

ANJIR! ITU KAN AKU?!


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro