07. Invite

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Melia sudah menduga saat ketiga gadis itu kembali dengan wajah sembab. Terlihat ekspresi Igvin yang sudah mengerti keadaan mereka dan dapat melihat situasi dengan benar. Mereka menginap di sebuah hotel murah untuk satu malam saja dan mempersiapkan kembali kondisi tubuh mereka untuk esok hari.

Keesokan harinya mereka masih membuka kios untuk terakhir kalinya. Karena sibuk mereka tak sadar dengan seseorang yang memperhatikan mereka dari jauh.

Sorenya mereka tinggal mengepak barang mereka masing-masing. Walau lelah mereka merasa puas karena telah menghabiskan seluruh barang dagangan. Mereka kembali ke kota mereka dengan kendaraan yang disediakan oleh pak Rio, sang pemilik pariwisata. Revia kembali membuka sayapnya saat perjalanan sampai kerumah dan membiarkan dirinya terjatuh diatas kasurnya.

Igvin termenung melihat Revia. Ia mengambil sosok manusia dan menyelimuti Revia yang telah terlelap. "Apa saja yang telah kau tanggung?" bisiknya pelan. Helaan nafas keluar dari mulutnya. "Selamat tidur," katanya sebelum beranjak dari tempatnya.

..........

Melia, Aulia, Felen dan Revia diberikan libur untuk mengistirahatkan diri mereka selama beberapa hari. Karena hal itu Revia kini dengan santainya memakan roti buatannya di depan televisi yang menyiarkan berita. Igvin dalam tubuh manusia ikut duduk di sebelahnya, menyantap sarapan yang dibuat Revia untuknya.

"Hei, Vin."

"Apa?"

"Vibirus itu ada berapa banyak?" Igvin menatap Revia bingung, sedangkan gadis di sebelahnya tetap menatap televisi di depannya.

"Kenapa tiba-tiba bertanya?"

"Hanya tiba-tiba teringat pada kejadian kemarin...."

"Saat kau menangis?" potong Igvin jail.

"Bukan itu!" Revia memukul lengan Igvin. "Mengenai temanmu! Siapa itu namanya... Aqu... Aqu...arius?"

"Aquory," jawab Igvin kesal. "Jangan hanya karena nama-nama kita sama seperti kekuatan kita bukan berarti itu dapat menjadi bahan ejekan," terdengar nada kekesalan di setiap kata-katanya.

Revia tertawa pelan. "Maaf, aku lupa. Jadi ada berapa banyak Vibirus? Apakah sebanyak kekuatan alam? Seperti api, angin, air dan tanah?"

"Tidak, ada juga kekuatan lainnya seperti petir, magnet, teleteknis, mind reader dan banyak lainnya." Igvin kembali mengigit rotinya lalu menelannya sebelum kembali berbicara. "Aku tidak menghitungnya, jadi jangan tanyakan berapa. Lucunya aku tak pernah menemui yang mempunyai kekuatan sepertimu."

"Wah... bahkan aku langka di kalangan makhluk langka sepertimu," Revia tertawa dengan perkataannya sendiri. "Lalu mengenai kalian yang menghilang tiba-tiba itu bagaimana?"

"Insting."

"Lagi?!" tanya Revia tak percaya.

"Tentu saja. Kami mempunyai insting yang cukup akurat. Jika ada bahaya atau sesuatu yang akan mengusik kami, dengan refleks kami akan pergi dari tempat itu. Begitu," kata Igvin sebelum kembali memasukan potongan terakhir rotinya.

Revia mengangguk-angguk sembari kembali mengolah informasi yang baru saja ia dapat. "Baiklah, kau siap?"

"Ke bukit itu lagi?" tanya Igvin.

"Iya dong, di sana sejuk bukan? Kau ikut?" Pertanyaan itu tidak di balas dengan perkataan melainkan tindakan. Igvin merubah bentuknya ke bentuk tringgiling sekaligus melompat menuju penutup kepala Revia.

Revia hanya dapat menghembuskan nafas pasrah sembari mengambil dua piring kotor dari meja menuju dapur. Baru saja ia membuka pintu, pandangannya terfokuskan pada benda persegi panjang di lantai depan pintunya. Revia menunduk untuk mengambil benda itu hal itu membuat Igvin yang hampir terjatuh.

"Ada apa?" tanya Igvin kesal.

"Ini."

"Surat?" Revia mengangguk lalu membuka surat itu dengan hati-hati.

........

Kedua kaki Revia kini telah sampai pada tujuannya. Kedua matanya menyusuri setiap lekuk bangunan besar di depannya. Banyak siswa dan siswi yang berjalan tanpa memperhatikan dirinya yang terdiam di sana.

"Kau siap?"

Revia menelan ludahnya kasar. "Kira-kira dimana ruangannya?"

"Kau salah bertanya. Aku saja baru datang ke lingkunganmu," gerutu Igvin yang masih berada di penutup jaket Revia.

"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Revia takut.

"Jalan saja dulu, nanti bisa bertanya. Mudah bukan?" Igvin berlagak bangga dengan perkataannya.

"Bicara sih gampang," kata Revia kesal tetapi akhirnya ia berjalan masuk ke dalam bangunan sekolah itu.

Ia datang bukan karena bosan tetapi surat yang sebelumnya ia dapat merupakan surat undangan untuk menemui seseorang. Memang tak diberi tahukan siapa dirinya tetapi dapat disimpulkan saat dituliskan agar pergi ke ruang kepala sekolah.

Mata Revia terus melihat kiri dan kanannya bergantian. Ada beberapa siswa maupun siswi yang melihatnya bingung.

"Hei, tenanglah. Kau terlihat seperti penjahat jika kau melakukan hal itu," kata Igvin dengan santainya.

Revia hanya dapat menahan kekesalannya karena akan terlihat aneh jika ia kesal sekarang. Matanya kini menangkap sesuatu atau lebih tepatnya seseorang yang membuatnya senang. Tanpa menunggu, Revia berlari dan meraih sebelah tangannya.

Seorang lelaki menoleh dan menemukan lengannya di pegang oleh kedua tangan Revia.

"Bisakah kau membantuku?" tanya Revia.

"Apa?"

"Temani aku pergi ke ruang kepala sekolah. Boleh?" tanya Revia penuh harap.

Lelaki itu menatap Revia sejenak hingga akhirnya beranjak dari tempatnya. Revia refleks mengikutinya dari belakang. Tanpa menoleh sekelilingnya, Revia dapat merasakan tatapan tajam dengan aura suram mengarah padanya tetapi ia tak peduli.

Pandangannya hanya mengarah pada punggung di depannya. Ia mencoba mengingat kembali perasaan nostalgia yang melingkupinya. "Virgilio," panggil Revia sembari menjajarkan langkahnya.

Lelaki yang dipanggil itu hanya melirik Revia yang kini ada di sampingnya.

"Kita benar-benar pernah bertemu sebelumnya bukan?" tanya Revia yang membuat langkah lelaki itu berhenti, begitu juga dengan dirinya.

Mereka berdua bertatapan tanpa ada yang berbicara, akhirnya Igvin keluar dari tempat persembunyiannya. "Bukankah ini pertemuan kalian yang ketiga kalinya?"

Revia menggeleng. "Tidak, sebelum itu."

Virgilio tetap diam melihat Revia sampai akhirnya ia kembali melangkah. "Cepatlah sebelum bel kembali berbunyi."

Revia yang menasaran itu harus kembali menahan keingintahuannya dan mengikuti Virgilio dari belakang.

Tak lama sampailah mereka di depan sebuah pintu dengan tulisan 'kepala sekolah' terpajang di sana. Virgilio menatap Revia untuk menandakan mereka telah sampai.

"Sampai ke dalam... boleh?" tanya Revia pelan.

Virgilio menghembuskan nafasnya kecil lalu mengetuk pintu itu sampai ada yang menyuruh untuk masuk. Virgilio membuka pintu untuk Revia tetapi Revia tetap diam di tempatnya. Virgilio memegang sebelah pundak Revia dan mendorong Revia untuk masuk ke dalam ruangan itu. Baru Virgilio masuk sekaligus menutup pintu.

"Wah wah, kalian sudah kenal sebelumnya ya?" tanya seorang pria dengan penampilan sopan duduk di belakang meja dengan senyum manis. Ia yang berambut pirang pucat panjang yang di biarkan begitu saja membuatnya malah terlihat cantik.

"Oh, kami hanya sempat bertemu beberapa hari yang lalu. Karena saya tak tau mengenai sekolah ini... saya memintanya untuk menemani saya... begitu."

"Revia, kau terlalu jujur!" bisik Igvin gemas.

"Eh? Salah ya?" tanya Revia bingung.

Tawa terdengar dari pria itu. "Kau anak yang menarik. Perkenalkan, namaku adalah Sylog. Anak-anak sering memanggilku pak Syl," ucapnya sembari tersenyum manis.

"Sa-salam kenal, namaku Revia lalu yang ini Igvin."

"Senang bertemu dengan kalian," Sylog terus tersenyum lalu ia beranjak dari tempat duduknya. "Kalian berdua kemarilah, ada yang ingin aku tanya padamu Revia," kata Sylog sembari menunjuk salah satu sofa yang saling berhadapan.

.
.
.
.
.

Igvin, api dalam bahasa latin (ignis)

Pas hari sabtu!!
Karena saya nggak cek2 lagi jadi saya serahkan kepada kalian~

Nggak ada author note panjang2. Selamat hari sabtu--malam minggu--manteman~

-(16/06/2018)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro