29. The King

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Revia dan Tasha saling berjalan bersampingan. Matanya menyapu ke seluruh ruangan, cahaya hanya datang dari lampu remang-remang yang berada di dinding. Sedangkan langit-langitnya hampir di penuhi pipa yang untungnya tidak meneteskan isinya. Tempat ini seperti bukan lagi negara, melainkan benteng yang besar.

Revia yang berjalan di dekat dinding kadang kala menundukkan wajahnya, berjaga-jaga kalau ada yang mengenali wajahnya. Walau pun begitu orang-orang kadang kala menyapa Tasha yang di balas sapaan singkat lalu menyapa Revia dengan nada ceria.

"Semuanya baik," kata Revia pelan setelah orang yang terakhir kali menyapa mereka telah lewat cukup jauh.

"Tentu saja. Semua yang ada di tempat ini sama, tidak mempunyai apa pun," kata Tasha tanpa melihat ke arah Revia.

"Lalu mengapa memilih perang?" tanya Revia tanpa berpikir terlebih dahulu.

"Kata Yang Mulia sudah saatnya untuk menarik kembali apa yang di punya oleh negara ini," kata Tasha yang merendahkan nada suaranya, tanpa Revia ketahui.

Revia baru saja ingin membuka mulut untuk kembali bertanya, tetapi ia menutup mulutnya. Jawaban dari pertanyaannya adalah hal yang ingin ia dan Tasha cari saat ini. Untuk saat ini Revia hanya bisa menebak-nebak apa yang terjadi. Tak lama kemudian Tasha berhenti di depan sebuah pintu yang cukup besar.

"Tempat apa ini?" tanya Revia.

"Perpustakaan," kata Tasha sebelum mendorong pintu di depannya.

Di dalam ruangan terlihat hal yang hampir sama seperti apa yang di luar ruangan, hanya saja pipa terlihat hanya di pinggir-pinggir langit-langit. Revia menebak agar kalau pun ada air menetes, tidak akan mengenai buku. Di samping pintu terlihat meja lebar dengan seseorang yang sedang membuka buku lebar. Kepalanya muncul dari atas buku lalu menaikan sebelah alisnya.

"Tasha? Kabur lagi?" tanya wanita itu dengan nada datar, karena kepalanya sedikit naik ke atas  kunciran bulat di atas kepalanya sedikit bergerak.

"Yah, begitulah," kata Tasha tertawa canggung lalu berjalan menjauh.

"Jangan mengotori buku. Lalu kau?" tanya wanita itu yang menatapi Revia.

"Teman, namanya Avi," kata Tasha yang berhenti sejenak di rak barisan pertama.

"Kabur juga?" tanya wanita itu yang menampilan ekspresi tidak suka.

"Ah tidak, aku sedang bosan dan mungkin bisa menemukan buku yang menarik," kata Revia canggung.

Wanita itu menatap Revia dalam diam, tentu saja itu membuat cairan di dalam tubuh Revia ingin membanjiri tubuhnya. Tanpa Revia sadari, wanita itu bahagia mendengar pernyataan Revia, ia sudah bosan dengan pernyataan orang-orang yang datang ke perpustakaan. "Lakukan sesukamu," kata wanita itu yang kembali menenggelamkan kepalanya di antara lembaran buku di tangannya.

Setelah cukup jauh, Tasha mendekatkan diri ke tubuh Revia. "Jawaban yang bagus, ada kemungkinan besar ia menjadi sedikit lengah. Kau tahulah, banyak yang datang ke sini dan tertidur hingga banyak memberikan bekas," bisik Tasha.

"Bekas? Seperti apa?" tanya Revia polos membuat Tasha malas membalas pertanyaan Revia. Karena ada yang lebih membuat Revia penasaran, ia membiarkan kenyataan bahwa Tasha malas menjawab pertanyaannya.

Mereka saling mengumpulkan buku yang mungkin ada hubungannya dengan sejarah kerajaan. Karena hanya itu yang bisa di lakukan mereka di tempat itu. Sayangnya berbuku-buku yang mereka cari, tidak ada pernyataan yang setidaknya berhubungan dengan apa yang mereka cari. Tasha sudah menyerah dari beberapa buku yang lalu, sedangkan Revia masih segar dan mencari dengan teliti.

"Apa kau yakin kita bisa mencari jawabannya di sini?" bisik Tasha kesal.

Revia melepaskan matanya dari deretan kata itu lalu menghela nafas dengan mata yang melihat ke arah Tasha, yang meletakkan kepalanya di atas buku. Tiba-tiba saja sesuatu melintas di pikirannya. "Jangan-jangan jawaban yang kita cari bukan di sini," bisik Revia tertahan.

"Apa maksudmu?" tanya Tasha yang kini menaikan kepalanya untuk melihat Revia.

"Sebelumnya aku dan Myron menemukan jawaban dari buku harian sang raja pertama dan itu bukan berada di perpustakaan, tetapi di ruangan rahasia!" bisik Revia yang menahan volume suaranya, mengingat hanya ada mereka bertiga tanpa suara tambahan di ruangan itu.

"Lalu di mana ruangan rahasianya? seperti di patung itu?" bisik Tasha asal sambil melirik ke arah patung di sebelahnya.

Detik berikutnya mata Tasha melebar lalu menatap ke arah Revia yang juga melihatnya dengan ekspresi yang sama. Di tempat itu memang terdapat beberapa patung, bedanya hanya patung yang di samping Tasha satu-satunya yang terlihat ada rongga di belakangnya.

"Tetapi walau pun begitu kita tidak bisa masuk ke dalam sana begitu saja kalau sampai tempat itu mengeluarkan suara besar!" protes Tasha masih dengan bisikan. Pikirannya sudah buntu kalau di suruh untuk bergerak ke sana dengan kekuatan mereka berdua. Sayap dan es, apa yang bisa di lakukan keduanya agar aktivitas mereka tidak ketahuan?

Revia merogoh sesuatu di tas pinggangnya. Akhirnya tangannya berhasil merogoh sesuatu. Lengkungan terukir di wajahnya. "Aku tahu cara tanpa di ketahui," kata Revia yang membuat Tasha melihatnya bingung.

....

Revia berjalan mendekati wanita penjaga. Mendengar adanya langkah kaki mendekatinya, wanita itu menurunkan bukunya. "Ada apa?" tanya wanita itu bingung melihat Revia dengan kedua tangan yang di sembunyikan di belakang tubuh.

"Maafkan aku," kata Revia dengan senyuman.

"Ap--a .... " Kelopak mata wanita itu mulai terasa berat setelah Revia meniupkan sesuatu dari kartu yang ia bawa. Serbuk berwarna emas itu mulai mengelilingi wanita itu hingga tubuh wanita itu mulai terasa berat hingga akhirnya memilih untuk tidur di atas meja.

Revia tersenyum kecil lalu berjalan mendekati Tasha yang kini sudah berada di dekat patung aneh itu. Tangan Tasha mencoba meraba-raba di sekeliling patung itu. Revia mencoba membantu dengan meraba-raba bagian lainnya. Tak sengaja lengan Revia menyenggol sebuah bata panjang di atas patung dan bergeser ke atas.

Melihat dan mendengar hal itu Tasha dan Revia kembali menatap satu sama lain lalu mencoba memutar batu itu yang cukup keras. setelah berputar 180 derajat, batu itu tidak bisa di putar lagi. Revia hanya iseng menekan batu itu dan patung di bawahnya berputar turun. Tasha dan Revia saling mengagumi apa yang ada di depannya, mengingat adanya batas waktu, Tasha dan Revia langsung tergesa-gesa masuk ke dalam.

Di dalam ada tangga yang berjalan ke bawah, Revia berjalan terlebih dahulu dengan kartu yang mengeluarkan api sebagai penggati penerangan.

"Aku tidak percaya dengan apa yang aku lakukan sekarang ini," kata Tasha di belakang. Revia hanya bisa tertawa pelan. "Tetapi mengapa tidak menghentikan waktu saja? Bukankah tadi kau sudah mengeluarkan kartu itu?"

"Awalnya aku berpikiran seperti itu, tetapi tidakkah kau berpikir apakah pintu ruangan rahasia ini juga ikut berhenti atau tidak?" tanya Revia.

"Ah, aku tidak berpikir sampai di sana, tetapi akan berapa lama khasiat sihir tidur itu?"

"Aku tidak tahu, kita hanya bisa berharap," kata Revia sembari menaikan kedua bahunya acuh.

Tak lama mereka sampai di ruangan yang penuh dengan kertas-kertas kusam dan sebuah meja di sana.

"Aku tidak percaya benar-benar ada ruangan di bawah perpustakaan. Apa dia percaya tidak akan ada yang datang ke perpustakaan selain kabur?" tanya Tasha yang melihat sekeliling.

"Atau mungkin agar terlihat pintar jadi ke perpustakaan," tebak Revia asal.

"Mungkin keduanya," kata Tasha yang tertawa malas. "Hei, coba cek ini," kata Tasha yang memegang sebuah kertas.

Revia melihat ke arah Tasha sebelum berjalan mendekatinya. Sebuah kertas kusam yang bertuliskan : "AKU BENCI NEGARA INI!" berada di satu lembar halaman penuh.

"Apa? Siapa ini?" tanya Tasha yang merasa kesal.

Revia membuka-buka kertas yang ada di laci, di depan Tasha lalu membawa beberapa ke atas meja. Tasha yang ikut penasaran mendekati Revia yang sibuk dengan apa yang ia lakukan. Satu kertas dengan kertas yang lain mulai terhubung seperti kepingan teka-teki. Perasaan tidak percaya Revia kini semakin melebar setelah memaksa tangannya terus bergerak. Tasha yang hanya menyaksikan di belakang Revia menatap deretan huruf dengan tatapan tidak percaya.

Revia seakan-akan menahan nafasnya, bahkan sampai kertas terakhir sudah tersusun. "Kalian bilang Yang Mulia raja adalah orang yang baik hati bukan?" tanya Revia tanpa melihat ke Tasha yang masih di belakangnya.

"Tentu ... tunggu, kau tidak berencana untuk mendatanginya langsung bukan?" tanya Tasha panik.

"Maaf, tetapi itu memang rancanaku. Mari kita lihat sebaik apa Raja kalian," kata Revia yang mengumpulkan kertas-kertas itu lalu langsung beranjak pergi.

Tasha tidak bisa melakukan apa pun selain mengikuti Revia dari belakang. Saat mereka keluar, wanita sang penjaga perpustakaan baru saja sadar dan melihat Revia dan Tasha keluar dari ruangan rahasia. Revia sudah tidak memperdulikan sekelilingnya, bahkan wanita itu menatap Revia bingung.

"Maaf, akan aku jelaskan nanti," kata Tasha sebelum kembali mengikuti Revia dari belakang. "Memangnya kau tahu di mana ruang Raja?" tanya Tasha yang akhirnya berjalan di samping Revia.

"'Kan ada kamu," kata Revia dengan senyuman jailnya. Tasha hanya bisa menggerutu dengan kaki yang masih berjalan ke depan.

.
.
.
.
.
.

UP 2 HARI BERTURUT-TURUT!! (Walau kalau dilihat dari waktunya tidak seperti 2 hari berturut-turut :v)

Mungkin ini bukanlah hal yang perlu di rayakan, tetapi saya senang. Maaf juga karena aku lagi-lagi bikin penasaran wkwk~ Tenang aja, kalau memang waktu berkehendak aku akan up besok (walau dalam hati bertanya apakah ada yang baca? :v)

SEBENTAR LAGI TAMAT! SEMOGA KALIAN SIAP DENGAN APA YANG AKAN TERJADI!!!

-(22/03/2020)-



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro