30. The Beast

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

BRAK!!

Tasha sampai terdiam di tempatnya. Hanya karena di pintu besar tanpa penjagaan, Revia langsung mendorong pintu itu dengan sekeras-kerasnya. Di dalam ruangan itu terlihat singgasana Raja dengan suasana ruangan yang sedikit berwarna ungu gelap, dicampur beberapa lampu kuning yang sedikit remang. 

Di tengah, terdapat ubin yang berwarna lebih gelap dibandingkan ubin-ubin yang ada di kedua sisi, mungkin menjadi pengganti karpet. Di depan sana terlihat tiga orang yang menatap ke arah Revia dan Tasha yang menutup wajahnya. Seorang lelaki dengan sekitaran umur Revia duduk di kursi singgasana Raja dengan kertas di tangannya dan seorang wanita anggun di sebelahnya. Yang paling membuat kaget adalah seseorang yang berdiri di depan mereka berdua.

"Kau?! Tunggu, kenapa kalian bisa berdua?!" tanya lelaki yang sebelumnya menemani Tasha menemui Revia.

"Ah! Alatas!" Seketika Revia menyadari apa yang ia katakan. "Ups." Revia langsung menutup mulutnya.

"Benar juga, kita belum berkenalan ya?" tanya lelaki itu dengan senyuman manis dan berbalik ke arah Revia dan Tasha. "Namaku adalah Marco, bisa dipanggil Marc jika kamu mau," kata lelaki itu dengan senyuman manis dan sebelah tangannya yang diletakkan di depan dada.

"Ah, salam kenal, nama yang bagus ya," kata Revia dengan senyuman manis

"Terima kasih atas pujiannya," kata Marc, masih memasang senyuman manisnya hingga membuat suasana yang sebelumnya menegangkan menjadi harmonis. Bahkan bisa melihat efek bunga-bunga yang bertebaran di ruangan itu.

"Perkenalkan juga namaku Ezio," kata lelaki itu yang duduk di singgasananya dengan senyuman manis.

"Salam kenal juga untuk Yang Mulia," kata Revia dengan senyuman manis, tak lupa dengan efek bunga-bunga yang entah muncul dari mana.

"HEI! APA MAKSUDNYA INI?!?!?!?" seru wanita itu kesal, sedangkan Tasha menutup wajahnya karena malu. Dua orang yang ia kenali, salah satunya pernah hampir membunuh satunya tetapi masih bisa menciptakan suasana yang harmonis, ditambah sang Raja yang ikutan memperkenalkan diri.

"Oh iya! Ada yang ingin aku katakan!" seru Revia sembari menunjuk sang Raja, Ezio. Di dalam hati Tasha menghela nafas karena akhirnya Revia mulai menuju ke bagian serius. "Sebelum itu adakah alasan yang membuat anda memulai peperangan?" tanya Revia.

"Kau, siapa kau?" tanya Ezio yang menatap Revia curiga. Tidak ada seorang pun yang tidak mengetahui alasan mengapa ia memulai peperangan karena akan ia langsung jelaskan saat ia mengadopsi anak-anak yang terlantar karena perang.

"Tolong, jelaskan terlebih dahulu," kata Revia dengan nada suara yang sedikit ia rendahkan.

Ezio menghirup lalu menghela nafasnya untuk menenangkan diri. "Untuk merebut kembali apa yang telah diambil oleh raja terdahulu," kata Ezio yang sengaja tidak menjelaskan dengan lengkap.

"Mengapa anda bisa yakin?" tanya Revia kembali.

"Ada sebuah surat dari Raja sebelumnya yang ia berikan keturunannya yang menjabat sebagai raja. Di dalam surat itu menjelaskan bahwa negara ini sebenarnya seluas benua ini, tetapi muncul seseorang yang akhirnya mendirikan sebuah kerajaan yang membesar, hingga mengambil sebagian besar wilayah negara ini. Ditambah perperangan saudara negeri itu membuat wilayah negara ini semakin kecil," jelas Ezio dengan mata yang membawa kemarahan.

"Apa buktinya?" tanya Revia masih dengan wajah seriusnya.

Alis Ezio sedikit berkedut mendengar perkataan tidak sopan Revia. "Apa maksudmu?! Kau berani menghina--"

"Bagaimana ya?" tanya Revia yang menundukkan kepalanya dan menggaruk tengkuknya. "Ceritanya beda-beda sih, tetapi aku mendapatkan bukti kongkrit," kata Revia yang menunjukkan senyuman sinisnya.

"Bukti kongkrit? Jangan mengada-ada--!" seru Ezio yang berdiri dan menunjuk Revia, tetapi kata-katanya tertahan saat melihat Tasha yang langsung berjalan cepat ke depan Revia lalu berlutut hormat.

"Mohon maaf baginda, tetapi saya percaya bahwa ada adalah penguasa yang bijak dan sayang kepada kami. Karena itu saya membiarkan ia datang menemui anda langsung," kata Tasha dengan pandangan serius ke tempat yang ia pijak.

Ezio membuang nafasnya kasar lalu kembali duduk. Kini wanita yang ada di sebelah Ezio mengeluarkan suaranya. "Apa bukti yang bisa kalian tunjukkan, bahkan melebihi surat yang di dapatkan oleh Yang Mulia Raja Ezio?" tanya wanita itu yang melangkah satu langkah ke depan.

Revia mengeluarkan lipatan kertas-kertas yang ia letakkan di tas pinggangnya. Setelah memastikan tidak ada yang terangkat selain kertas-kertas yang sudah coklat itu, Revia mengangkat kertas itu diatas kepalanya. Wanita itu mengangkat tangannya sedikit lalu kertas yang di bawa Revia melayang sampai ke tangan Ezio. Hanya dengan melihat sejenak sudah membuat kedua mata Ezio membelalak.

"Itu adalah rencana sesungguhnya dari salah seorang Raja negeri ini. Aku sengaja meletakkan kertas yang berisikan tujuan di bagian awal. Dengan begitu pengertian yang dipikirkan oleh orang-orang tidak benar," jelas Revia yang melihat Ezio yang melihat-lihat kertas itu dengan ekspresi tidak percaya.

Ezio menatap Revia -yang menatap lurus ke arahnya- masih dengan tatapan tidak percaya. Setiap kenyataan yang ia katakan ternyata semuanya itu tidaklah benar. Ezio menundukkan kepala, merasa dunia kini berputar dari apa yang harus di percaya menjadi sebaliknya.

Wanita yang ada di sebelah Ezio tidak pernah melihat Ezio seperti itu. "Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya wanita itu melihat ke Revia.

Revia menghela nafasnya pelan. "Sebuah kenyataan yang sebenarnya terjadi. Negara ini dari awal sudah seperti ini, tetapi ada pendahulu yang tidak terima. Jika bisa dirangkum, seseorang itu ingin mengambil semua yang ada di benua ini menjadi miliknya," jelas Revia yang tidak begitu serius.

"Bukankah--"

"Bukan." Wanita itu menatap Ezio yang menunjukkan tatapan terlukanya ke lantai di bawahnya. "Kita, tidak, aku telah telah di bohongi oleh Raja terdahulu," kata Ezio masih dengan ekspresi yang sama.

Keheningan langsung melingkupi ruangan itu. Wanita si sebelahnya tahu benar apa saja yang sudah Ezio lakukan agar menciptakan negara yang saling berhubungan dengan baik. Entah sudah berapa kali Ezio dihujat oleh para tetua karena kepemimpinannya berbeda dari raja-raja sebelumnya. Ezio mengepalkan tangannya, merasa bersalah dari lubuk hatinya yang terdalam.

"Saya tahu bahwa anda telah membuat sebuah negara dengan hubungan yang luar biasa," kata Revia yang membuat empat orang di depan melihatnya. "Itu sudah dibuktikan, baik di depan mau pun di belakang anda," kata Revia dengan senyuman.

Tasha, Marc dan wanita itu menatap Ezio dengan senyuman juga. Melihat ekspresi ke-empat orang itu Ezio tertegun, tindakannya selama ini tidak sia-sia.

"Tetapi Yang Mulia, ada sesauatu yang harus di urus terlebih dahulu," kata Revia yang kembali memasang wajah serius.

"Apa itu?" tanya Ezio yang juga ikut memasang ekspresi serius.

"Menurut kertas yang ada di sana seseorang yang sudah mempunyai rencana itu telah membuat sesuatu di ruangan rahasia lainnya, di bawah ruangan yang paling besar di istana ini," Revia terdiam sejenak melihat sekeliling. "Menurut saya ruangan ini yang paling besar dibandingkan ruangan-ruangan lain, jadi izinkan kami untuk mencari ruangan itu," lanjut Revia.

Ezio memejamkan matanya lalu berdiri dari tempatnya. "Aku akan membantu," kata Ezio dengan wajah serius.

Senyuman Revia mengembang. Tasha menoleh ke belakang, dengan senyuman lebar juga, ke arah Revia. Akhirnya Revia mengangguk sebelum semuanya sibuk mencari. Revia, Tasha, Marc, Ezio, dan wanita itu mencari di sekeliling ruangan. Mengetuk-ngetuk, menggerakkan sedikit, mengangkat barang, semuanya telah di lakukan mereka, bahkan lebih dari sekali di lakukan. Setelah beberapa menit mereka mulai menyerah karena tidak menemukan apa pun.

"Apa benar di sini?" tanya Marc yang sudah duduk di lantai dengan kedua tangan menopang tubuh.

"Di sini memang ruangan yang paling besar dan seorang raja akan dengan bebasnya bisa berdiam di sini," kata Ezio dengan ekspresi serius dan sebelah tangan memegang dagu.

"Mungkin kuncinya bukan sama seperti tadi." Kedua mata Revia masih melihat ke sekeliling.

"Lalu apa? Kita sudah berkeliling di tempat ini," kata Tasha malas.

Mata Revia tidak sengaja melihat salah satu penyangga lilin yang terdiri dari tiga buah lilin dengan asap yang mengarah ke atas. Karena sudah kehilangan petunjuk arah pandangnya mengikuti pergerakan asap api hingga merasakan ada yang aneh.

"Memangnya bagaimana kalian menemukan ruangan tersembunyi sebelumnya?" tanya wanita itu sambil melirik Tasha yang posisinya tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Tanpa ada yang menadari Revia membuka sayapnya lalu menundukkan diri, berisiap untuk melompat.

"Memutar batu lalu harus menekannya lagi agar-"

DUK!!

Semuanya langsung melihat ke sumber suara dan di sana terlihat Revia yang berada di bawah dengan sayapnya yang terbuka.

"Apa yang kau lakukan Revia?!" seru Tasha sambil mendekatinya.

Baru saja Revia membuka mulutnya, terlihat pintu terbuka di sebelahnya. "Membuka pintu," kata Revia dengan senyuman jail.

Tasha masih diam di tempatnya, bahkan sampai Revia sudah menyimpan kembali sayapnya dan berjalan masuk. Marc menyusul Revia masuk, akhirnya Tasha memilih tidak bertanya tetapi ikut masuk ke dalam, di susul Ezio dan wanita itu.

"Jadi, sebelumnya tolong jelaskan apa yang ada di kertas itu? Sampai sekarang aku masih penasaran," kata wanita itu yang berjalan paling belakang.

"Sama, aku juga," kata Marc yang menunjuk dirinya sendiri. "Kenapa anda di beri informasi palsu?"

"Lalu dengan apa tulisan-tulisan di kertas itu bisa di percaya?" tanya wanita itu lagi.

"Tulisannya sama, dengan warna kecoklatan yang tidak jauh berbeda," kata Ezio, tatapan matanya terlihat kosong. "Di sana tertulis bahwa almarhum Yang Mulia Raja Elizar tidak puas dengan negara yang ia bawa sekarang dan ingin mengalahkan negara yang berada di benua yang sama. Tetapi kekuatan mereka berbanding terbalik."

Revia menoleh ke belakang mendengar nama yang tidak asing baginya mengalir ke telinga. Wanita itu dan Marc menatap Ezio kaget. Sedangkan Tasha masih melihat ke depan, walau ia juga harus menelan bulat-bulat kenyataan.

"Di suratnya, beliau mengatakan bahwa pada saat itu negara ini pernah berperang dengan negara besar itu tetapi kalah. Beliau meminta raja-raja setelahnya untuk menambah rakyat agar kekuatan negara ini bertambah, tetapi itu semua adalah kebohongan. Kata-katanya yang terbaca bijak, itu hanyalah bualan," jelas Ezio lagi.

Suara langkah kaki menemani suara Ezio yang masih merasa terpukul karena kebohongan yang sangat ia percayai sebelumnya. Kini hanya suara langkah kaki yang seakan-akan ingin menghibur Ezio yang mulai tertunduk. Orang-orang yang melihat Ezio bingung harus melakukan apa, karena mereka juga merasakan hal yang serupa.

"Di dalam kertas yang aku temukan, terdapat rancangan-rancangan untuk menghancurkan negara yang kini telah menjadi dua itu," jelas Revia yang menggantikan Ezio berbicara. "Ternyata memecahkan negara besar itu sudah termasuk ke dalam rancangannya," kata Revia yang tersenyum pahit.

"Sebagai keturunan langsung, aku menyampaikan maaf," kata Ezio.

"Jangan meminta maaf padaku Yang Mulia Raja Ezio, aku hanyalah salah satu rakyat mereka. Hanya saja aku terlalu penasaran. Mungkin setelah ini selesai anda bisa menemui ayah Myron dan Yang Mulia Fredric untuk mengatakan hal itu," jelas Revia yang penuh senyuman tanpa diketahui yang lainnya karena ia berada di paling depan.

"Mengapa kamu bisa mengetaui nama mereka?" tanya Ezio bingung.

Revia berhenti melangkah, senyumannya semakin melebar dan tak bisa ia tahan. Ia menolehkan wajahnya ke belakang, kepada orang-orang yang juga ikut berhenti berjalan. "Karena aku pernah menjadi rakyat kedua negara itu," kata Revia dengan penuh senyuman bahagia. Detik setelahnya ia kembali berjalan, begitu pula dengan mereka yang ada di belakang.

Tak lama, terlihatlah suatu ruangan yang cukup lebar dengan batangan besi yang membentuk jeruji. Di dalam sana terlihat makhluk dalam posisi duduk. Dari tempat berdiri Revia, terlihat makhluk itu mempunyai kaki kuda, torso manusia yang penuh dengan otot, dan kepala kambing dengan tanduk yang kuat dan tajam. Setiap dari mereka merasa berhenti bernafas melihat makhluk yang lebih besar dibandingkan mereka, walau dalam posisi duduk.

"Apakah ini salah satu rencananya?" tanya wanita itu sembari berbisik panik sembari menunjuk makhluk coklat di depan yang tidak menandakan tanda-tanda bergerak.

"Tidak perlu berbisik, menurut kertas ia akan aktif jika merasa bahwa istana dalam bahaya," kata Revia yang tertawa pelan melihat ekspresi panik wanita itu dan Marc yang tidak tahu apa-apa.

Kedua orang itu langsung menghela nafas lega. Sedangkan Ezio melangkah menuju ke suatu titik.

"Apa yang anda lakukan Yang Mulia?" tanya Tasha.

"Menurut kertas itu juga, ada sebuah tombol yang dulunya di gunakan jika terdapat masalah di dalam tubuh makhluk itu. Mungkin saja di sana juga terdapat tombol untuk mematikan makhluk itu," kata Ezio yang menatap tombol-tombol di meja kecil.

Akhirnya Ezio mulai menggerakan tangan-tangannya teratur hingga akhirnya menarik tuas yang ada di samping meja. Lampu di ruangan itu mulai meredup, semua yang ada di ruangan itu mulai menampakkan senyum kelegaan mereka. Tetapi tiba-tiba saja lampu di ruangan itu kembali menyala. Bahkan mata makhluk itu juga ikut terbuka dan menunjukkan warna merah menyala.

"Yang Mulia?" panggil Tasha panik.

"Tidak mungkin. Aku yakin aku sudah--"

"Mematikannya?" Tak lama keluarlah sesuatu yang menyerupai gas dengan tatapan ingin membunuhnya menatapi mereka yang berada di luar jeruji besi. "Kalian tidak akan bisa melakukannya."

"HANTU?!" jerit Tasha.

"Tidak, itu sihir," kata Marc yang menatap tajam ke arah gas yang berwarna ungu itu.

"Jadi anda menyimpan sihir anda, berjaga-jaga kalau ada yang mematikan mesin ini ya?" tanya Ezio dengan kuda-kudanya siap membela diri.

"Tidak, kalau sampai keturunanku melakukan perang besar, akan aku aktifkan dia. Tunggu, kau, kau keturunanku ya?" tanya gas itu yang memutari Ezio.

"Lalu anda, Elizar?" tanya Ezio yang menatap tajam setiap gerakan si gas itu.

"Yang Mulia-nya mana? YANG MULIA!!!" seru gas itu, Elizar yang wajahnya menjadi menyeramkan. "DASAR KETURUNAN TIDAK TAHU UNTUNG!!" seru Elizar yang menggema di ruangan itu lalu banyak senar yang entah dari mana langsung melilit tubuh Ezio.

"Yang Mulia Raja!" seru wanita itu langsung mendekati Ezio.

"Oh tidak, aku harus menghemat sihirku," kata Elizar dan seketika senar-senar itu menghilang.

Ezio langsung terjatuh duduk dan terbatuk berkali-kali. Wanita itu memastikan bahwa Ezio tidak terluka parah, selain tergores oleh senar-senar tadi.

"Dulu aku pernah mendatangi peramal. Bukannya memberi kabar bagus, nenek reyot itu malah memberitahukan kehancuranku," jelas Elizar dengan tatapan yang berubah mengerikan, tidak peduli dengan reaksi orang-orang mendengarnya. "Ia mengatakan ada seorang gadis yang mempu bertahan akan mengalahkanku," cerita Elizar seakan-akan itu adalah hal yang menyedihkan. "Tetapi tidak ada yang terjadi tuh."

Tasha dan Marc menatap Elizar bingung, tetapi berbeda dengan Revia yang menatap Elizar dengan tatapan horor.

"Revia," kata Revia pelan.

Elizar membuka matanya lebar. "Iya juga! Kenapa aku tidak memikirkan itu adalah nama?!" tanya Elizar dengan senyuman lebar.

Tasha menatap Revia yang masih memasang ekspresi takutnya. Marc, Ezio, dan wanita itu ikut melihat ke arah Revia, karena sebelumnya Tasha memanggil nama Revia hingga membuat mereka tahu nama Revia.

"Hm? Kenapa wajahmu begitu ketakutan? Apakah kamu-"

Marc yang berada di dekat Revia langsung mengendalikan logam yang entah dari mana itu melayang ke arah Elizar dan berlarli ke depan Revia. Elizar menghilang dan membuat ruangan itu menjadi sepi. Tiba-tiba saja logam yang dikendalikan Marc membentur keras ke arah Marc hingga mengenai jeruji besi di samping.

"Pak Marc!" seru Tasha.

Marc berhasil menahan dirinya agar tetap sadar tetapi pukulan itu sukses mengeluarkan cairan merah. Kepalanya seperti berputar dan pandangan matanya tidak begitu jelas, hanya bayangan kabur dengan warna-warna yang berbeda dan sedikit gelap.

"Awalnya aku hanya menebak, tetapi melihat hal tadi membuatku semakin yakin," kata Elizar yang mendekati Revia dengan senyuman sinisnya.

Revia langsung merogoh dan mengambil asal kartu di tas pinggangnya. "Apa yang ingin kau lakukan?!" tanya Revia yang berusaha membuang jauh-jauh rasa takutnya.

"Aku?" tanya Elizar dengan wajah menyebalkan. Tiba-tiba saja Elizar menembus tubuh Revia yang tidak siap dengan serangan tiba-tiba itu. Saat Revia membuka matanya tidak terjadi apa-apa tetapi Tasha menunjuk lehernya lalu menunjuk Revia dengan wajah panik. "Tetapi dia," bisik Elizar yang mengarahkan wajah Revia pelan ke samping.

Terlihat makhluk itu mulai berdiri dan berjalan ke arah Revia dengan nafas yang terdengar berat. Mata Revia kini berganti melihat ke arah Marc yang masih berada di bawah. Revia langsung memakai sihir angin dengan kartu yang ada di tangannya agar Marc bergeser dan tidak terkena langkah makhluk itu. Dengan cepat revia langsung membuka sayapnya ke arah langit-langit ruangan, berharap bisa menghindar sedikit.

Sayangnya semua itu tidak berjalan mulus.

Makhluk itu dengan cepat berlari dan melompat menggenggam Revia, sampai melewati tanah. Genggaman makhluk itu sangat erat, sebagian diri Revia bersyukur sayapnya tidak terkena genggaman itu. Di langit makhluk itu seakan-akan meluncur ke bawah dengan kecepatan yang luar biasa.

"Defensionem lapis!"

BUM!!

.
.
.
.
.
.

Revia berasal dari bahasa latin yang artinya "mampu bertahan".

Tunggu.

Tunggu dulu.

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK!!!!!!!!!!!!!!!

Huh *hembusin napas*

Akhirnya yang di tunggu-tunggu!! Bagian paling menegangkan di cerita ini!!! Bahkan saya butuh waktu untuk mau ketik, tapi kata-katanya udah di pikiran gitu loh!!!

Yah, bagi yang sama panik, greged, khawatir, dan nggak tahannya sama kek saya, saya akan kasih up yang sedikit lebih cepat ya wkwkwk. Nggak janji juga sebenarnya :v

-(27/03/2020)-



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro