[6] : Lee Haechan dan Jembatan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• From Home •

Gue suka nonton Kungfu panda tapi kalau dikasih belalang yang punya ilmu kungfu ya gue lari

Echan

Nggak usah mengharapkan balasan untuk setiap perbuatan baik, cukup lakukan dengan ikhlas

—Lee Haechan

•~~•

—Sudah lebih dari tiga bulan sejak Sungchan dibawa pergi untuk melakukan beberapa pemulihan, sudah lebih dari tiga bulan pula ibunya hanya meratapi nasib anak-anaknya dengan perasaan yang begitu pilu, tapi untuk hari ini, untuk pertama kalinya setelah tiga bulan berlalu ibu kembali menumpahkan tangisan bahagianya ketika mengetahui putra bungsunya telah kembali pulang pada pelukannya.

Sungchan disini sekarang, menghirup dalam-dalam wangi sprei yang baru saja dicuci dengan pelembut pakaian yang mungkin baru saja ibunya ganti setelah tau bahwa ia akan kembali pulang ke rumah.

Sungchan seketika mengalihkan pandangannya ketika pintu kamarnya terbuka lebar, menampakkan tubuh Haechan—dengan kaos bertuliskan Indomie seleraku—yang entah datang dari mana berjalan dengan begitu santai memasuki kamarnya.

"Keluar"

Haechan tak menggubris dan tetap berjalan untuk lebih mendekat ke arah adiknya itu.

"Lo gak denger ya?!"

"Kaga" jawab Haechan seraya mendudukkan dirinya di samping Sungchan.

"Keluar gue bilang"

"Kamar gue gerah, mau disini dulu"

"Di rumah ini tuh banyak ruangan yang—"

"—Dulu Ayah pernah bilang gini sama gue" bukannya mengindahkan ucapan Sungchan tadi, Haechan memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur anak laki-laki itu.

"Katanya, ayah itu punya satu jembatan besar yang di kedua sisinya dibuat dari bahan yang kokoh"

Haechan memejamkan matanya, membuat Sungchan kini hanya terpaku untuk menatap ke arah kakak laki-lakinya itu.

"Dulu gue gak terlalu merhatiin, soalnya ngantuk tapi ayah masih terus cerita walaupun tau anaknya udah tinggal limawat"

"..."

"Ayah bilang nama jembatannya tuh, jembatan kebahagiaan, jembatan yang akan selalu ayah lewati bersama ibu"

Sungchan kini termenung, sebenarnya bisa saja dia menendang Haechan sekarang, tapi tak kunjung ia lakukan.

"Gue awalnya manggut-manggut sok paham, gue kira ayah beneran punya proyek jembatan yang entah dimana itu"

"..."

"Tapi ternyata itu cuman kiasan"

"..."

"Ayah bilang, ketika satu jembatan dan salah satu sisinya mulai hancur, jembatan itu gak akan bisa dipakai lagi"

"..."

"Ayah sama ibu gak akan bisa lewat kesitu lagi"

"..."

"Artinya ayah nggak akan bisa bahagia karena gak lewat jembatan itu"

Haechan bangkit dari posisi awalnya untuk sama-sama beradu tatap dengan adiknya, matanya menatap dalam, mencoba untuk memberikan sebuah pengertian yang semoga saja bisa membuat anak itu mengerti.

"Lo ngerti gak apa maksud gue?"

Sungchan hanya diam, memilih untuk membuang wajahnya ke arah lain.

"Maksud dari dua sisi jembatan itu adalah Lo dan gue, Lo dan gue yang jadi jembatan penghubung kebahagiaan ayah dan ibu"

"..."

"Sekarang gue tanya, apa yang terjadi ketika jembatan itu justru terputus?"

"Lo kesini, nyeritain itu dengan maksud nyalahin gue? Lo nyalahin gue karena sebab gue ibu sama ayah gak bisa bahagia?"

"Gue disini cuman mau ngobrol bukan mau berantem"

"Jangan ngobrol sama gue!"

"Sungchan"

"Argh! Lo sebenernya kenapa sih?!—"

"Heran juga, kenapa ya?, padahal kita bukan anak kembar tapi dikasih nama yang hampir serupa?"

"Keluar!"

"Gue gak pernah tau kenapa sebenernya Lo jadi semarah itu sama gue, kalau memang gue pernah buat salah sama Lo, gue minta maaf"

"..."

"Kalau Lo lagi ngerasa sendiri, kalau Lo lagi ngerasa butuh seseorang, kalau Lo ngerasa butuh tempat untuk mengadu, Lo masih punya gue"

"Gue udah nyuruh Lo buat keluar"

"Ok!—iya ini gue mau keluar, ah gak asik banget hidup Lo, Hahaha.... Gue masih Abang Lo Chan, mau dunia kejungkel gimana pun Gue bakalan masih jadi Abang Lo"

•~~•

Ruangan kelas kini nampak begitu berisik dengan suara teriakan Haechan yang udah maceman toa demo.

Masalahnya adalah, entah datang dari antariksa mana, seekor belalang sembah kini berjalan santai di atas meja cokelat tempat Haechan biasa duduk, membuat anak itu justru dibuat memelotot ketakutan.

Haechan tidak apa-apa kalau cuman kecoa atau ulet bulu.

Tapi ini Belalang Sembah woy! Punya ilmu kungfu yang pokoknya—KURANG SEREM GIMANA LAGI COBA?!

"BUANG KAGA?!"

"CHAN! BADAN LO, BADAN BERUANG! MASIH AJA TAKUT SAMA BEGINIAN"

"ITU DALEMNYA ADA CACING PANJANG-PANJANG GITU EGO! SEREM MACEMAN VENOM!"

"Masa sih?—" Renjun memicingkan matanya sebelum mengapit belalang tersebut diantara jempol dan telunjuknya untuk ia sodorkan ke arah Haechan "—haaaaaaaaa"

"—BEGO RENJUN! RENJUN! KAMPRET SIALAN LO!"

"JEN PEGANGIN JEN!" Jaemin berteriak pada Jeno yang sudah sigap berdiri di belakang Haechan, kedua tangannya di gunakan untuk menahan tubuh Haechan yang kini dilanda panik luar biasa.

"JEN! ATUHLAH INI KALAU GUE BESOK MATI GIMANA?!"

"Gak apa-apa nanti gue yang do'ain"

"HIDUP LO ADA MASALAH APA SIH SAMA GUE JEN?—HUWAH!!! WOY ANJ—"

"Berisik banget Lo"

"TAKUT GUE! SEREM PISUN!!!!"

"Sini biar Lo gak pipis di celana lagi" Jaemin menarik baju seragam Haechan ke atas memberikan ruang bagi Renjun untuk menaruh belalang tersebut di atas pusar Haechan.

"EOMMA!!—EH GELO YA MANEH! INI HUHU—AAAAAKKKK!!!! NAON INI?! AWASIN BURUAN!—"

"Jalan-jalan doang itu Chan"

"GELI BANGET SETAN! AWASIN!—"

Ketiga anak itu hanya tertawa lepas ketika mendengar teriakan Haechan yang mukanya udah kasian banget.

"Berhubung gue temen baik, sini gue buang" Renjun yang memilih untuk mengakhiri adegan penyiksaan seorang Lee Haechan dengan mengambil belalang sembah itu dan membuangnya keluar ruang kelas.

"Sorry saya telat tadi—loh ni curut kenapa? Habis cepirit dicelana? Lemes bener" Jaehyun yang baru saja melangkahkan kakinya memasuki kelas dikejutkan dengan wajah Haechan yang sudah pucat pasi macam mayat hidup.

"Habis liat penampakan hantu air"

"Yang bener?!"

"Tuh" ucap Jaemin seraya menunjuk wajah Jaehyun.

"Emang bocah biadab"

Jaehyun kembali untuk menaruh empat buah buku paket bertuliskan latihan soal UTBK Soshum yang tebelnya udah lebih dari tiga tumpuk buku serial Harry Potter.

"Udahlah, cape saya bacot mulu"

"Hamdallah Pa Jamal hidayahnya cepet ya"

"Pake yang ekspres ya pa?"

"Emosi saya tinggal setengah nih"

"Kalau habis?"

"Saya gorok tuh leher!"

Renjun bergidik ngeri.

"Lagian pa, kita liat tampang bapa aja bikin males belajarnya"

"Coba pake batik pa, kan enak dipandang"

"Siapa tau pulangnya kita bisa nebeng prasmanan"

"Ngaca! Kalian pake seragam tuh yang bener! Yang rapih!"

"Buat apa rapih kalau gak nyaman?!"

"Halah! Nyaman apaan?! Kalian kemarin pake celana sobek lutut aja masih nyantuy banget kaya kuroptur ketauan korupsi!"

"Orang tua tau apa"

"Bilang apa barusan?!"

"Gini nih, orang yang umurnya udah agak tua emang suka gak mau ngaku kalau udah gak ABG lagi"

"Tu mulut kenapa lemes banget?! Heran!"

"Tukang durjana suka gampang kesinggung banget"

"LEE HAECHAN!"

"Bin Rafi Ahmad"

"Ogah dia punya anak modelan kamu"

"Tampang dunia entertainment ini tuh pa! Pa Jamal aja iri kan gak seganteng saya?"

"Ngaca tolong!"

"Iya Pa Jamal ganteng, tapi masih gantengan Jeno!"

"Lagian Pa Taeyong juga dulu pake seragam gak rapih!"

Jaehyun mengernyit "Taeyong homeschooling! Gak ada dia pake seragam!"

"Dih! Sok tau dia"

"Kalian yang sok tau!"

"Orang Jaemin punya fotonya! Jaem!"

Jaemin hanya tersenyum miring seraya mengeluarkan ponselnya untuk ia perlihatkan kepada Jaehyun.

Jaehyun yang disodorkan benda pipih itu hanya dapat mengernyitkan keningnya, gimana pun juga Taeyong itu narsisnya minta ampun, efek dari Jaehyun ledekin, gara-gara dia bilang kalau Taeyong gak pernah lulus SMA jadi gak punya seragam putih abu-abu, pantang banget diledekin soalnya.

"Denger ya, guru kalian itu, segimanapun dewasa sikapnya, narsis dia udah tingkat dewa!"

"Jadi?"

"Gak ada dia pake seragam!"

"Itu ada pa! Jaemin punya fotonyaaaaa"

"Taeyong Homeschooling!!!!"

"Ya jelaskan dengan lebih efesien kepada kita dong!"

"Tau efesien apaan?"

"Nggak hwhw"

"Ngibul ya?"

"Mau gue tabok lo?!"

"Bohong nih Pa Jamal"

"Orang Jaemin punya bukti!"

"Kita muridnya! Pa Jamal jangan sok tau!"

"Saya yang temen seangkatannya lebih tau!"

"Marah-marah Mulu Pa Jamal"

"Denger ya, Taeyong pake seragam cuman buat foto-fotoan doang, dibilang itu anak homeschooling!"

"NGGAK USAH NGIBUL PA DOSA!!!!!"

"BUDAK ASEM!" Jaehyun hampir saja melempar sepatu yang ia kenakan apabila perhatiannya tidak teralihkan kepada seseorang yang sedang berdiri di ambang pintu kelas sekarang.

Seorang laki-laki mungkin sepantaran dirinya dengan rambut lurus berwarna cokelat tengah berdiri canggung seraya tersenyum kikuk.

"Permisi? Maaf mengganggu waktunya sebentar, saya ingin bertemu dengan Lee Jeno sebentar, apakah diperbolehkan?"

•~~•

"Itu anak yang kemarin ada kasus itu ya?"

"Gue kira di drop out"

"Malu-maluin nama sekolah aja"

"Sayang banget padahal katanya anak pinter"

"Lah iya katanya dari kelas unggulan kan tapi kelakuannya kaya begitu"

Langkah Sungchan kian membesar mencoba untuk menerobos deretan siswa yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sungguh tidak mengenakkan.

Rasanya Sungchan ingin menghilang saja dari tempat ini tanpa seseorang pun yang dapat mengenali wajahnya.

Dia tau betul, inilah yang dia dapatkan pada akhirnya, namun rasanya karma yang ia dapat ini datang terlalu cepat.

Anak itu menutup kepalanya dengan tudung jaket yang ia kenakan, mencoba menghindari semua tatapan menyakitkan yang hanya tertuju padanya kini, namun rasanya kalimat yang mereka ucapkan berjalan memasuki telinganya begitu saja.

Sungchan memutar tubuhnya tak kala tudung jaket yang ia kenakan dilepas begitu saja oleh seseorang yang berada di belakangnya, anak laki-laki itu hanya mampu terdiam ketika melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya, tatapannya menatap lurus ke arah Haechan yang kini sibuk dengan sebuah benda didekapannya.

Tangannya terulur untuk memasangkan sebuah headphone ke kepala Sungchan, membuat anak itu sedikit terkejut akibat perlakuan dari Haechan, jemarinya beralih untuk mengambil ponselnya dan memutarkan sebuah lagu dengan volume yang cukup kencang sebelum akhirnya menggandeng bahu adiknya itu untuk segera ia bawa pergi menjauh dari lingkungan sekolah.

Untuk waktu yang cukup lama, tak ada satupun di antara mereka yang bicara, Haechan mengerti kenapa adiknya itu hanya diam saja sedari tadi, tanpa memberontak, tanpa mendorongnya untuk menjauh, atau mencercanya dengan kalimat-kalimat menusuk.

Sungchan menghentikan langkahnya tak kala kedua kakinya melangkah melewati sebuah pertikungan, membuat Haechan kini mengernyitkan dahinya.

"Kenapa?"

Brak!

Sungchan melepas headphone yang ia kenakan lalu membantingnya tepat di hadapan Haechan, membuat anak itu justru menganga lebar.

"Anj—Itu gue baru beli Sumpah!"

"Gue gak pake"

"Kalau kaga mau, tinggal bilang uchannn Jangan di lempar"

"Gue nggak—"

Sungchan mengepalkan tangannya kuat, ada airmata yang kini mengalir begitu saja membasahi wajahnya, disertai dengan rasa takut yang membuat tubuhnya dilanda gemetar hebat.

"Gue gak pake—Gue gak pake"

"Sungchan?"

Haechan yang melihatnya menjadi panik sendiri, lengannya dengan segera menarik tubuh Sungchan untuk ia dekap, mencoba sebisa mungkin untuk menangkan adik laki-lakinya itu.

"Gue nggak pake—"

"—Iya, gue percaya—gue percaya sama Lo"

"Sedikitpun gue gak pake—gue berani sumpah gue gak pake itu semua"

Haechan tak mampu berbicara lebih jauh lagi, yang dapat ia lakukan hanyalah mengeratkan pelukannya pada tubuh Sungchan yang masih meraung-raung keras.

Apa yang harus ia katakan? Apa yang harus dia lakukan?

Haechan kini diserbu dengan rasa kebingungan.

"Abang"

Deg...

Haechan terhenyak sesaat ketika mendengar Sungchan memanggilnya dengan nada yang serupa rintihan pertolongan, kedua lengannya menarik kuat tubuh Haechan, mencengkram erat seragam putih yang kakak laki-lakinya itu kenakan.

"Abang!"

"..."

"ABANG!"

"Abang disini"

"ABANG!!!!!!!!!"

"Nggak apa-apa, semuanya bakalan membaik, gue disini—gue ada bersama Lo"

Haechan masih terus mengeratkan dekapannya pada tubuh Sungchan, membiarkan anak itu menangis hebat membasahi bahunya, suara tangis Sungchan terdengar begitu memekik pilu, berusaha mengadukan segala gundah yang ia telan selama ini, untuk hari ini, biarkanlah anak itu mengeluarkan semua hal yang ia rasakan, membiarkan segala resah yang ia pendam untuk berpencar begitu saja dari dalam dadanya yang dilanda sejuta sesak.

Akankah dunia dapat menjadi lebih baik sekarang? Akankah Kakaknya itu bersedia untuk menopangnya lagi seperti sebelum-sebelumnya? Rasanya Sungchan hanya dapat menertawai kebodohannya sendiri.

"Gue takut Bang"

•~~•

• From Home •

•~~•

ToBeContinue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro