17. Ciuman di Tangga Darurat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hati Anne serasa ditusuk, di tempat yang tepat ketika mama Eshan memperkenalkan Esther sebagai calon tunangan Eshan. Bahkan hari pertunangan keduanya sudah ditentukan. Dan secara eksklusif, ia dan Luciano mendapatkan undangan pertama tersebut. Dua minggu yang akan datang.

Napas Anne tertahan membaca undangan berwarna putih dengan tinta emas tersebut. Nama Eshan dan Esther sebagai pasangan.

Sepanjang obrolan, Anne sama sekali tak banyak membuka mulut. Tangan Luciano tak bergerak dari pinggangnya, sesekali mendaratkan kecupan di pelipis hanya demi menunjukkan kemesraan pernikahan mereka sebagai pengantin baru. Pembicaraan dimulai dengan pertunangan dan perlahan merembet ke bisnis. Sampai akhirnya Anne benar-benar bisa bernapas, ketika Luciano berpamit. Membawanya pergi dari dua keluarga yang hendak menjadi satu keluarga tersebut.

Rasa sesak memenuhi dadanya dan hatinya sangat hancur. Baru beberapa saat yang lalu Eshan menggenggam tangannya dan ia mulai berpikir tentang harapan untuk mereka berdua. Dan sekarang, harapan tersebut tak hanya dipatahkan oleh keberadaan Luciano, tetapi juga Esther. Pertunangan tersebut benar-benar meremas dadanya.

"Wajahmu pucat, kau tak suka dengan rencana pertunangan temanmu?" bisik Luciano dengan bibir yang menempel di pelipisnya. "Minum?"

Anne mengerjap, menatap gelas yang dipegang oleh Luciano hanya tersisa setengah. Anne seketika teringat akan obat yang ia masukkan ke dalam gelas tersebut dan menggeleng. "Kau melarangku minum, kan?"

"Ada alasan aku melarangmu tetapi kita sudah akan pulang dan kita berdua membutuhkannya untuk sedikit rileks. Di tempat tidur." Kalimat terakhir Luciano diucapkan dengan napas yang sedikit memberat.

Anne sedikit menjauhkan kepalanya dari wajah Luciano. "Kau ingin aku meminumnya?" Ada tantangan dalam suaranya, yang ia yakin akan ditolak oleh Luciano.

Tentu saja Anne tahu alasan Luciano melarangnya minum. Karena pria itu ingin membuatnya hamil, khawatir jika alkohol akan memengaruhi program kehamilan yang dipaksakan oleh pria itu. Dan satu lagi, Luciano tak suka dirinya mabuk di luar pengawasan pria itu. Dan Anne sering kali berpikir untuk melakukan hal itu di belakang Luciano, jika tak ingat ia harus meminum pil kontrasepsinya di waktu yang tepat. Lagipula ia bukan orang yang bisa tahan dengan alkohol.

Luciano menyeringai sambil menandaskan isi gelas di tangan, senyum puas tersamar di antara celag bibir Anne. "Kelicikanmu benar-benar menggemaskan, Anne sayang," jawabnya sambil membungkuk dan mendaratkan kecupan di kulit pundak Anne yang terekspos. "Aromamu sangat menyenangkan, Anne. Kita pulang sekarang."

Anne membiarkan pinggangnya setengah diseret saat tangannya mengambil salah satu gelas di nampan dari salah satu pelayan yang melintas di samping kanan mereka. Faraz tidak ada di sekitar mereka setelah membawakannnya minuman tadi. Dan Reene, ia sudah mengirim pesan singkat pada wanita itu.

Tepat ketika keduanya keluar dari keramaian pesta, Anne sengaja menumpahkan minuman tersebut di pakaiannya. Yang menghentikan langkah keduanya.

"Ck," decaknya tak suka. Menyalahkan langkah Luciano yang terburu.

Luciano menatap tak suka dengan gangguan tersebut. "Kau tak membutuhkannya saat kita sampai di rumah, Anne," geramnya rendah

"Ini benar-benar membuatku tak nyaman."

"Kau bisa melepaskannya di dalam mobil." Luciano mengedip-ngedipkan matanya. Kepalanya mulai terasa berat dan seluruh tubuhnya mendadak gerah. Tangannya bergerak melonggarkan dasi dengan gerakan yang tak sabaran. Kemudian menarik tubuh Anne masuk ke dalam lift dan mendorong tubuh wanita itu ke dinding. "Aku menginginkanmu. Sekarang. Di sini."

Anne mulai panik. Tubuhnya meronta merasakan napas Luciano yang memburu dan panas. Tampaknya pengaruh obat sudah mulai memengaruhi pria itu dan ia malah terjebak di daalam lift bersama pria itu. "Hentikan, Luciano," pekiknya dengan kedua tangan mendorong dada pria itu. Tetapi jarak yang ia buat hanya bertahan beberapa detik, detik berikutnya Luciano berhasil menangkap bibirnya. Menciumnya dengan lumatan yang kuat dan penut hasrat yang menggebu.

Denting lift menyela di antara lumatan tersebut. Pintu lift terbuka dan Anne melihat Reene dan Faraz yang berdiri di ambang pintu lift. Anne menyelipkan tubuhnya di bawah lengan Luciano dan bergegas melangkah keluar dari lift lebih dulu. "Aku harus ke toilet. Bisakah kau mengurusnya?"

"Ada apa dengannya?" Faraz menyipitkan mata, mengamati wajah Luciano yang memerah dan napas pria itu yang terengah. "Dia mabuk?"

Anne mengangguk, sekilas melirik ke arah Reene dengan sudut matanya. "Sepertinya."

"Dia baik-baik saja saat aku meninggalkannya. Memangnya berapa banyak yang dia minum?" Tatapan Faraz menelisik lebih dalam ke arah Anne.

Anne menelan ludahnya, merasakan kecurigaan Faraz yang ditujukan padanya. "Aku akan mengurus diriku sendiri. Kalian pergilah," ucapnya kemudian mengalihkan pembicaraan. Sebelum Faraz menemukan apa pun di wajahnya, Anne pun berbalik dan berjalan menuju toilet yang ada di area tempat mereka berada. Menghilang dari pandangan Faraz secepat mungkin.

Luciano menggelengkan kepalanya, berusaha mendapatkan kesadarannya dengan mengedipkan matanya beberapa kali.

"Ada yang tidak beres denganmu, Luciano. Apa yang kau minum?" Faraz melangkah mendekat.

"Ya. Pasti ada hubungannya dengan Esther. Aku akan mengurusnya, kau urus Anne saja." Reene mengambil lengan Luciano dan mengalungkan di lehernya. Membiarkan tubuh Luciano bersandar pada tubuhnya dan berjalan keluar dari lift. Menuju pintu utama gedung. Seringai tersamar di ujung bibirnya.

Faraz hanya terdiam, menatap punggung Reene dan lorong tempat Anne menghilang. Mempertimbangkan mana yang harus ditanganinya lebih dulu. Luciano? Anne?

Sial, apa ini rencana yang diinginkan oleh Anne?

Wanita itu benar-benar mencari mati.

***

Anne menghela napasnya panjang menatap wajahnya di cermin. Membersihkan lipstiknya yang berantakan di sekitar mulut menggunakan tisu basah, kemudian mencuci wajahnya dengan air dingin.

Hampir saja. Beruntung Reene dan Faraz datang di saat yang tepat. Sehingga Luciano tidak menidurinya di lift dan sekarang Reene pasti sudah mengurus pria itu. Apakah ia memasukkan obatnya terlalu berlebihan sehingga reaksinya secepat itu?

Anne tak tahu tentang obat semacam itu, dan ia hanya memasukkannya ke dalam gelas semuanya. Seharusnya ia menanyakan tentang dosisnya lebih dulu pada Ibra, sesal Anne. Tak sungguh-sungguh menyesal.

Sekali lagi Anne mencuci wajahnya dengan air dingin. Mengeringkan dengan tisu dan mengambil tasnya. Saat itulah undangan pertunangan Eshan dan Esther terjatuh ke lantai.

Anne menunduk dan mengambil undangan tersebut, menatap sejenak sebelum membuangnya ke tempat sampah. Ia tak akan datang, batinnya dipenuhi cemburu. Lalu berjalan keluat toilet.

Baru saja ia keluar dari pinti toilet, tubuh tinggi menghadang langkahnya. Anne mendongak dan menemukan sosok tersebut adalah Eshan.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu," ucap Eshan.

Anne menatap wajah Eshan dengan kekecewaan yang begitu besar. Dan sekarang bukan saat yang tepat baginya untuk menatap wajah Eshan. Tanpa membayangkan pertunangan pria itu dengan Esther. Kenapa dunia begitu sempit? Dan kenapa harus Esther? Wanita itu terlalu cantik. Membuat kepercayaan dirinya runtuh dan tak bisa menyalahkam Eshan yang lebih memilih wanita itu ketimbang dirinya.

"Aku harus pergi," jawab Anne memalingkan wajahnya dan berjalan melewati Eshan. Memendam kecemburuan dalam hatinya dalam-dalam.

Eshan menangkap pergelangan tangan Anne, tanpa sepatah kata pun, pria itu membawa Anne menuju tangga darurat.

Anne -tak sungguh-sungguh- ingin membebaskan diri dari cekalan tangan Eshan. Perasaan yang masih dimilikinya untuk pria itu memutuskan untuk membiarkan Eshan membawanya. Keduanya menuruni anak tangga, Anne pikir Eshan akan membawanya ke basement. Tetapi kemudian Eshan tiba-tiba berhenti. Membalik tubuh menghadapnya.

Kepala Anne terdongak dan untuk beberapq saat keduanya saling pandang. Anne tak sempat terkejut dengan gerakan Eshan yang tiba-tiba mendorong tubuhnya ke dinding. Kemudian mendaratkan ciuman di bibir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro