Enam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bukan Anggie namanya kalau tidak menarik perhatian banyak orang, apalagi di kampungnya sendiri. Raihan bahkan harus menggeleng-gelengkan kepalanya karena saat ia dan Anggie keluar dari pagar rumah, beberapa orang pemuda menyapa Anggie dengan antusias, sementara yang di sapa menanggapi mereka dengan baik dan hangat.

"Mbak Anggie cantik mau kemana? Sama siapa, sih?"

Anggie yang sedang memakai helmnya menoleh pada sumber suara. Saat Raihan melirik, ia menemukan pemuda tanggung berbadan kurus yang menegur Anggie, herannya Anggie bahkan tidak merasa risih sama sekali.

"Mau makan mie abang adek. Nih bapak yang satu ini penasaran." Kata Anggie santai membuat si pemuda kemudian mundur dua langkah.

"Om, yang tabah, ya. Kalau lawannya mbak Anggie, mending nyerah deh, demi kebaikan. Kita semua korban si mbak, nggak ada satupun yang menang apalagi mie abang adek." Dia bergidik.

Raihan menatap pemuda itu dengan heran dari balik motor besarnya. Tapi Anggie malah menatap si pemuda dengan garang.

"Hush, berisik. Pipis masih bengkok aja sok. Sana latian pipis dulu, baru godain Anggie lagi." Katanya, membuat Raihan nyaris menyemburkan tawanya.

Setelah selesai dengan helm dan jaketnya yang berwarna pink, Anggie tanpa ragu duduk dibelakang Raihan, setelah sebelumnya menepuk bahu pemuda itu dua kali.

"Masih mau lanjut kan, pak? Masih boleh mundur loh."

Raihan menstarter motornya sambil tersenyum.

"Kita bahkan belum mulai." Katanya.

Anggie mendengus.

Lo belom tahu ye pak dokter. Semua yang gue ajak ke sana belum ada satupun yang berhasil. Uda Hassan yang sejak lahir nyemilin cabe aja nggak kuat. Gimana situ?

Setelah tiga puluh menit, sampailah mereka berdua di sebuah warung dua lantai dengan banner besar bertuliskan Indomie abang adek yang dipenuhi motor yang berjejer rapi. Sejenak Raihan bingung untuk parkiran motornya yang lumayan besar di banding motor lain yang terparkir, namun untunglah seorang tukang parkir menunjukkan lahan yang masih lowong untuknya sehingga tanpa ragu Raihan melajukan motornya ke tempat itu.

Saat selesai memarkirkan motor, ia dan Anggie bergegas masuk, namun lagi-lagi antrian pengunjung membuat mereka harus menunggu selama beberapa menit.

Saat menunggu itulah, beberapa kehebohan terjadi. Serombong ABG mendekati Anggie yang kini sedang membawa sekotak susu UHT rasa strawberry yang ia ambil dari lemari pendingin rumah makan ini.

"Kak Anggie, eh, ada kak Anggie.. kakak, kita mau foto bareng, boleh?"

"Hai." Anggie melambai. Ia belum sempat menjawab, tapi gadis-gadis itu langsung mendekat dan berpose dengan ponsel mereka, membuat Raihan menatap gadis itu dengan heran, dia sedang tidak mendekati seorang artis, kan?

"Kakak, aku nonton vlog kakak kemaren, kakak cantik banget, sih? Mau makan mie ya, kak? Sama siapa? Mau battle ya? Ih seru banget." Kata seorang gadis dengan tatapan memuja pada Anggie.

Anggie hanya menganggukkan kepalanya.

"Kak, nanti makan seblak, dong. Cuma vlog kakak yang belum."

Anggie tersenyum.

"Iya, nanti yah. Masih sibuk soalnya. Makasih udah mau nonton."

Setelah beberapa menit dan giliran mereka tiba, Anggie langsung memesan pada pelayan.

"Pak dok mau pesen yang mana?" Tanya Anggie. Raihan yang dari tadi mengamati tingkah gadis itu menatapnya selama beberapa detik sebelum bicara lagi.

"Pesen yang bisa bikin kamu bilang iya sama saya."

Anggie mengerucutkan mulutnya membuat dahi Raihan berkeriut saat menatapnya.

"Jangan pingsan nanti, ya." Ia memperingatkan. Raihan hanya mengedikkan bahunya. Ia sudah terlanjur datang ke sini, dan sama sekali tidak terintimidasi dengan ucapan gadis itu.

"Mbak Anggie pesan apa?" Tanya seorang pelayan yang ternyata sudah mengenalnya.

"Internet dua, pedas mampus." Kata Anggie. Lalu ia menoleh lagi pada Raihan.

"Minumnya?"

"Air mineral boleh." Kata Raihan.

Anggie memesan lagi dua botol air mineral dingin pada pelayan, setelah itu mereka berdua menuju bangku kosong yang tersedia.

"Kamu terkenal disini." Kata Raihan, saat mereka berdua sudah duduk saling berhadapan. Anggie mengangguk.

"Lumayan, sih. Sering kesini. Sama Mail yang bapak liat tadi, sama rombongan kantor, makanya banyak yang kenal."

"Terus ABG tadi? Vlog -vlog apa? Sampe foto-foto kayak selebritis."

"Bapak beneran nggak tahu tentang gue? Anggie terkenal, lho."

Raihan tampak tertarik.

"Kalau kamu membuka akses buat saya lebar-lebar, saya tidak akan keberatan mencari tahu."

"Boleh...boleh." Kata Anggie manggut-manggut, tepat saat seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka.

"Mbak Anggie, pesanannya internet dua pedas mampus cabe seratus sama air mineral dua."

"Iya, makasih mbak."

"Jadi pak dokter, siap untuk tantangan ronde satu?" Tanya Anggie dengan senyum sumringah yang anehnya langsung membuat kepakan sayap berterbangan di dalam perut Raihan, walau sekarang dia syok bukan main menemukan menu gila di depan matanya saat ini. Seratus cabe, bro.

Anggie benar, ini namanya cari mati!

"Seratus cabe?" Tanya Raihan sambil mengaduk-aduk mie nya dengan sumpit. Nyaris tidak terlihat mie disana, yang ada hanyalah tumpukan cabe, cabe, dan cabe.

"Iyap." Kata Anggie santai, lalu mulai memasukkan segulung mie yang menyangkut di sumpit ke dalam mulutnya, membuat mata Raihan terbelalak. Entah menatap cabe atau bibir Anggie yang berkilat merah karena cabe dan minyak.

Melihat Anggie yang tampak santai bahkan bisa bergoyang mengikuti irama musik latar di rumah makan itu membuat Raihan bernapas lega. Tidak mungkin gadis itu bisa sesantai itu kalau mie yang dimakannya benar-benar  pedas.

Sambil menarik napas, Raihan mulai memasukkan segulung mie ke dalam mulutnya, tidak lupa bismillah dulu, batinnya.

"Astaghfirullah..." mie yang berada di dalam mulutnya nyaris keluar lagi. Dia bahkan langsung batuk-batuk.

Mie setan!

"Kenapa sih, pak?" Tanya Anggie santai sambil menyendokkan cabe ke dalam mulutnya.

"Mau nyerah?"

Raihan menggeleng. Setelah menarik napas panjang, ia menyuapkan mie kembali banyak-banyak ke dalam mulutnya. Kali ini tanpa dikunyah. Semuanya langsung masuk, bahkan ia harus mematikan seluruh indra perasa karena rasa cabe yang luar biasa langsung menyengat seluruh indranya, ia merasa lidah dan nyawanya terbang entah kemana, demi sebuah pengakuan dari gadis sableng yang sedang menyeruput mienya dengan santai.

Gila, bahkan keringatan pun dia tidak.

Raihan meraih tisu yang berada tidak jauh darinya, dan menggunakannya untuk menyeka segala keringat yang muncul di wajahnya, membersit hidung yang dipenuhi ingus.

Belum pernah dia makan cabe begini banyak demi pengakuan seorang wanita.

Karena udara yang panas dan tubuhnya seakan tidak henti mengeluarkan keringat, Raihan akhirnya terpaksa membuka kemeja hitamnya, sambil mendesah menahan rasa panas yang ditimbulkan oleh seratus cabe itu.

Mata Anggie membola saat mendapati otot bisep Raihan menonjol dari balik T shirt tanpa lengannya.

Sejak kapan pak dokter nguli? Kok nonjol begitu ya? Itu otot apa tumor? Gede banget.

Setelah menenggak satu tegukan air mineral dingin, Raihan menatap Anggie dengan tatapan yang intens, membuat perhatian Anggie berpindah dari lengan ke wajahnya.

Aduh kasian bibirnya jontor begitu.

"Kamu beneran kan dengan janji kamu?" Tanyanya, membuat Anggie mengangguk mantap.

Raihan kembali memegang sumpitnya dan fokus pada tumpukan cabe dalam piring, dalam satu suapan, segera potongan cabe itu berpindah kemulutnya. Tidak lama, setengah porsi mie yang masih tersisa menunggu giliran. Pada akhirnya hanya diperlukan dua menit bagi Raihan untuk menyelesaikan tantangan dari Anggie, dan dia berhasil. Menyebabkan Anggie yang terperangah dengan usaha pemuda itu lupa, kalau dia seharusnya mengalahkan Raihan, bukannya malah memandanginya.

Raihan mendorong piring melaminnya yang sudah bersih ke hadapan Anggie, sebagai bukti kalau dia berhasil menyelesaikan tantangan yang diberikan oleh gadis itu walau bibirnya harus bengkak karena cabe, atau kondisi perutnya yang entah apa kabarnya beberapa jam lagi.

"Saya sudah berhasil, dan kamu harus buktikan janji kamu."

"Kenanga?"

"Eh? Ah, iya. Iya bener." Kata Anggie tergagap.

Anggie yang masih bingung menentukan fokusnya, apakah ke arah otot lengan Raihan, atau bibirnya yang memerah, memilih menyerahkan UHT stroberinya ke pada pemuda yang kini masih berusaha memadamkan rasa pedas dan panas yang makin menjadi bahkan setelah ia berhenti mengunyah.

"Minum susu dulu."

Tidak menolak, Raihan langsung menyambar susu pemberian Anggie, tidak peduli warnanya pink atau rasanya yang seperti stroberi, dalam dua tiga kali teguk ia berhasil menandaskan semuanya.

"Enakan?"

Anggie benar, walau masih terasa, perlahan rasa pedas mulai berkurang, dan perutnya tidak memberontak seperti sebelumnya. Tentu saja susu berfungsi sebagai penetral rasa pedas, harusnya Raihan ingat, namun ia terlalu fokus dalam usahanya mendapat pengakuan gadis itu, atau karena dirinya terlalu sombong? Entahlah. Sebelum ini mana pernah ia melakukan tantangan konyol begini. Yang ada hanyalah serombongan gadis yang akan melakukan apa saja untuknya, asal bisa mendapatkan satu saja senyuman dari seorang Raihan. Sementara yang satu ini, agar namanya bisa disebut oleh Anggie, dia harus rela makan cabe diberi mie.

Luar biasa.

"Mas Raihan yang ganteng sudah enakan perutnya? Atau masih pedes?"

Suaranya berubah menjadi lembut di telinga pemuda itu. Bahkan dia langsung melupakan rasa pedas yang telah berkurang di bandingkan sebelum minum susu pemberian Anggie. Tapi dia tidak peduli, suara Anggie yang memanggil namanya terasa lebih menenangkan dari apapun, bahkan sekarang, terasa setimpal dari seratus biji cabe.

"Sudah enakan, terima kasih, ya."

Anggie mengangguk. Ia masih menghabiskan jatah mie nya dalam diam, membuat Raihan tidak bisa menebak jalan pikiran gadis itu.

"Jadi, kita gimana?" Tanya Raihan, membuat Anggie kembali mengalihkan pandangan padanya.

"Apanya?" Balas Anggie pura-pura bingung.

"Sesuai janji kamu, kalau saya berhasil menerima tantangan kamu, kita bisa lanjut ke jenjang lebih tinggi lagi."

Anggie kemudian menyelesaikan kunyahannya, meraih botol minum, dan meneguk isinya, kemudian menyeka mulutnya yang basah dan berminyak dengan tisu sebelum ia menatap wajah Raihan untuk bicara.

"Mas yakin masih mau sama Anggie?"

Raihan mengangguk mantap.

"Baru kamu yang buat saya begini demi sebuah panggilan. Tapi saya jujur menyukai perasaan dipanggil "mas Raihan" sama kamu. Rasanya jauh berbeda dibandingkan dengan orang lain yang memanggil saya."

"Apalagi karena saya mendapatkannya melalui perjuangan."

Anggie tersenyum simpul.

"Ini baru ronde satu, lho. Terlalu dini buat memutuskan mas layak atau nggak buat jadi jodohnya Anggie."

Raihan terpaku di tempatnya. Sebelum mereka berangkat tadi memang Anggie sudah menyebutkan tentang ronde pertama, dan bodohnya dia melupakan hal itu.

"Anggie mau buat mas merasa, mengejar Anggie itu setara dengan perjuangannya. Tapi kalau merasa mau menyerah, ya cukup disini dan mas harus puas dengan Anggie memanggil nama mas aja, bukan lagi bapak, dokter atau sebagainya."

"Kamu serius?"

Anggie mengangguk.

"Anggie pernah dikecewakan sama seseorang, rasanya sakit luar biasa sampai Anggie melupakan semua hal. Di tempat ini. Kesadaran Anggie balik, setiap hari Anggie makan satu porsi mie pedas mampus, duduk di pojokan, suapan pertama, air mata Anggie nggak berhenti, seluruh badan mati rasa, tapi Anggie puas, bisa menangis, marah, kesal karena seratus cabe. Satu minggu Anggie makan non stop, kepedesan sih, tapi setelahnya mata Anggie terbuka lebar, percuma menangisi yang sudah terjadi. "

"Seperti yang Mail bilang, nggak ada yang bisa ngalahin Anggie makan cabe sebanyak ini, itu semua cowok-cowok yang nyoba deketin Anggie, suapan pertama mereka sudah nunjukin sifat aslinya, untung mereka kalah. Tapi sama mas nggak, walau pedas tetap nyoba terus, dan Anggie terkesan. Tapi belum cukup buat Anggie bilang iya, kecuali mas mau nerima tantangan Anggie selanjutnya."

Raihan menghela napasnya, lalu menatap wajah Anggie yang juga balas menatap wajahnya.

"Sampai berapa kali tantangan saya baru bisa menerima kata iya dari kamu?"

"Tujuh?"

"Kamu mau nyiksa saya, tiga."

"Anggie udah baek ya, mas. Saingan mas itu cuma cabe, bukan orang. Lima."

"Empat."

"Lima, mas."

"Oke, deal lima, tapi kita langsung ke KUA."

Anggie lupa menutup mulutnya, saking terkejut dengan pernyataan itu.

"Saya tunggu tantangan ronde ke dua kamu. Biar saya buktikan, kalau kamu pantas buat saya perjuangkan."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro