16: Advice

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti hujan yang tertahan di langit, begitulah Vichi saat ini. Duduk diam sembari mendengarkan jeritan-jeritan hati, mencoba menahan air mata dan bersabar meski lara tiap detik menikam pertahanan diri. Sesak, gadis itu berulang kali berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya, tetapi tak mudah menembus rongga dada. Terlalu sakit hingga sulit menerima.

Sejauh apa pun dia menghindar, sekuat itu pula Mahen memohon maaf. Berbeda dengan Miky, cowok itu terlihat membiarkannya mengambil jarak, dan itu yang dia butuhkan, ruang untuk menyendiri, menata hati agar fokusnya kembali seperti semula. Dia tidak ingin menjadi beban untuk teman-temannya. Bentakan Gea tadi berhasil membuat kesadarannya sedikit pulih.

Vichi membuang napas panjang. Matanya semakin enggan menatap objek berbeda selain laut yang membentang luas. Dia semakin mengeratkan pegangan pada pembatas rooftop. Detik itu juga air matanya meluruh bersama sesak yang membelenggu.

Seharusnya dia tak perlu sesakit ini, tetapi perlakuan Miky dan Mahen yang menjadikannya sebagai bahan taruhan merupakan fakta menyakitkan. Dia tak pernah menemukan seseorang yang benar-benar tulus memperjuangkannya, bahkan sang ayah pun tak berminat menganggapnya ada. Hanya satu, Wira datang sebagai kakak, pemandu sorak paling setia sejak SMA.

"Lo ngapain di sini? Jangan bilang mau bunuh diri? Jangan, Ci. Lo mau ke manain adek lo yang masih SMA?! Gue gak bisa ngurusin anak gadis." Wira datang memborbardir Vichi dengan banyak kalimat yang membuat pusing kepala.

Air mata yang tadinya ingin tertumpah lebih banyak malah tidak jadi. Vichi melayangkan tamparan pada lengan Wira ketika cowok itu sudah berdiri tegap di sampingnya. Perlahan dia menurunkan tangan, tidak lagi mengenggam erat pembatas besi.

"Adek angkat gue kenapa, nih?" Wira menelengkan kepala, berusaha melihat raut Vichi yang tengah menunduk.

"Adek angkat pala lo."

Wira tertawa, kepalanya kembali menghadap ke depan. Ternyata gurauan jadul itu masih berhasil membuat Vichi kesal. Dia semakin melebarkan senyum, kalau dipikir-pikir dia memang seperti kakak angkat Vichi sejak gadis itu ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang memilih cerai dan hidup masing-masing.

Cowok itu tergelak ketika mengingat betapa usilnya dia. "Ci, lo masih ingat gak awal kita ketemu?"

Gadis bermanik hitam kelam itu menyeringai lalu menekuk wajah. "Ingat, lah. Itu hari tersial gue selama hidup."

Wira kembali terbahak. Baginya kenangan beberapa tahun silam tersebut sungguh sangat menghibur. Hari di mana seorang kakak kelas yang tengah patah hati bertemu dengan adik kelas yang hatinya hancur berkeping-keping. Bedanya, Wira sedih sebab diputuskan pacar, sedangkan Vichi harus menghadapi perpisahan kedua orang tuanya di hari pertama menginjakkan kaki sebagai siswi SMA.

"Lubang hidung dikecilin dikit kalau nangis," Wira tak hentinya tertawa, "itu kalimat pertama yang gue ucapin waktu ketemu."

Vichi menjeling, sedetik kemudian ikut tertawa. Ingatan di mana dirinya menangis hebat di dalam kelas seorang diri dan tiba-tiba kemunculan Wira membuatnya semakin mengeluarkan air mata sebab aktivitasnya terganggu.

"Udah, ah. Gak usah diingetin. Tapi, gue tetap cantik, 'kan?" kekeh gadis itu di akhir kalimat.

Wira menoyor pelan kepala Vichi. Cowok itu diam, memandang wajah seseorang yang telah dia anggap sebagai adik. "Lo ada masalah?"

Tidak ada jawaban sampai ketika bahu gadis itu bergetar hebat. Wira tersenyum simpul seraya membalik tubuh Vichi ke arahnya.

"Adek gue kenapa nangis? Cerita, nih, sama abang jago."

Vichi mendongak hingga mata penuh cairan bening tersebut dapat Wira lihat. "Kenapa orang selalu yakinin gue kalau gue cuma barang yang bisa diperlakukan seenaknya."

Isakan gadis itu semakin menjadi-jadi. Wira jadi tidak tega dibuatnya. "Siapa yang lakuin lo kayak barang? Biar gue ulet sampai halus," Ketika mengingat ada hal aneh, dia langsung berseru, "oh gue tau. Ini pasti gara-gara Miky sama Mahen, 'kan? Lo diapain sama mereka, bilang sama gue cepetan."

"Mereka taruhan demi gue." Vichi terdiam sejenak lalu kembali melanjutkan ceritanya sampai akhir.

Setelah mendengar semuanya, Wira mendengkus panjang. "Gue udah tau, sih, kalau mereka berdua suka sama lo. Tapi, cara mereka jelas salah. Btw, lo suka gak salah satu dari mereka?"

"Emang kenapa?" Bukannya menjawab, Vichi malah melemparkan pertanyaan baru, mencoba menghindar dari topik tadi.

"Lo gak bakalan sesedih ini kalau gak nyimpan perasaan salah satu dari mereka. Bener gak?"

Vichi menunduk lesu. "Gue nyaman sama mereka berdua."

Wira menutup mulut saking terkejutnya. Dia segera menempelkan telapak tangan di dahi gadis itu dan langsung ditepis.

"Dengerin. Gue tau ini hal baru buat lo. Lo mana pernah disukain sama dua cowok sekaligus," ucapnya, lagi-lagi terbahak, "tapi gak pernah ada, tuh, rasa nyaman yg kadarnya sama, pasti ada yang lebih dominan. Tentuin, Ci."

***

Mahen berusaha menyibukkan diri dengan senapan di tangan, enggan menengok Miky di sebelahnya. Lagi pula untuk apa Vichi mengumpulkan mereka berdua di rooftop ini?

Pintu berdecit menampilkan sesosok gadis yang sedari tadi ditunggu oleh kedua cowok yang berada di sana. Langkahnya memelan ketika jaraknya semakin dekat. Mata kelamnya menatap sayu kedua cowok itu.

Vichi menghela napas sebelum memulai apa yang harus dilakukannya. "Sori kalau gue ganggu waktu kalian." Dia memejam sejenak. "Sebelumnya gue minta maaf karena gara-gara gue kalian sampai taruhan. Jujur, gue kecewa sama kalian, tapi gue mencoba mengerti. Jangan saling jauh lagi gara-gara gue."

Miky dan Mahen mengedipkan mata berulang kali. Otaknya bekerja berkali-kali lipat untuk memaknai perkataan Vichi, padahal apa yang diucapkan sangat jelas. Mereka saling pandang, kemudian kompak menggeleng.

"Kita yang minta maaf," ucap mereka berbarengan.

"Mulai sekarang kita bakalan bersaing secara sehat."

🎮
(Day 16)

Ternyata udah day 16 aja, bentar lagi ending, nih.

Sapa si abang2 ganteng ini yang bentaran lagi satu frame beneran😌
Gak nyangka Miky sama Mahen main drama bareng😆.

Yodah, nih, kukasih cogan yang pesonanya sulit ditolak.

~Hapding everybody~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro