Bab 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Gimana Mas Deva? Ganteng kan?" Pertanyaan itu langsung dilontarkan oleh Indri saat pertama Seza menjawab panggilannya.

"Nggak jadi ketemu."

"Heh?"

"Dokter Deva ke rumah sakit, jadi nggak jadi ketemu deh. Kayaknya emang bagus nggak usah saling lihat muka deh, gue juga lebih nyaman kerja gini," jawabnya.

"Emang kenapa, sih? Lo malu?"

Sebagian hatinya mengatakan iya. Jujur saja Seza harusnya tidak bekerja seperti ini, tetapi karena butuh dia harus menjalaninya. Tentu dia akan meninggalkan pekerjaannya ini kalau nanti diterima di tempat lain yang sesuai dengan bidang yang selama ini ia geluti. Lagipula kalau dia bertemu Deva, terus apa selanjutnya? Mereka kan tetap asisten rumah tangga dan majikan.

Indri yang mengerti dengan arti diamnya Seza, kembali bicara. "Nanti gue info-info kalau ada lowongan kerja. Gue tahu lo gak mungkin selamanya begini."

"Gue bukannya gak bersyukur, Ndri. Cuma jujur aja gue kangen dapur."

"Iya gue ngerti. Tapi lo tahu sendiri si corona ini bikin semua orang susah. Boro-boro penerimaan pegawai, yang ada malah pengurangan."

"Tahu banget gue. Kan gue salah satu korbannya. Cuma memang gue takut telanjur nyaman. Dokter Deva tuh baik, asik juga kayaknya. Nanti gue malah betah dan nggak mau jadi koki lagi," ucapnya.

"Ya udah lo jadi kokinya dia aja. Toh dia juga n punya istri, pacar juga kayaknya nggak ada. Sikat apa?"

Seza berdecak mendengar ucapan Indri. "Kalau gue itu kayak lo, mungkin beda cerita. Ini gue begini bentukannya mau ngayal jadi istri dokter. Gak mau gue."

"Ye kan kali aja nasib lo kayak di drama Korea. Apa ya gue pernah nonton deh, judulnya Clean with Passion for now, nonton deh itu ceritanya ceweknya itu kerja jadi pembantu tapi cowoknya CEO gitu bukan—"

"Stop!" Seza memotong ucapan Indri. "Jangan bikin gue ngayal yang nggak-nggak deh ya."

"Ya ampun sekarang ini cuma ngayal yang nggak bayar," jawabnya asal.

"Udah ah, gue mau ke supermarket dulu." Seza mengakhiri panggilan itu sebelum Indri mengajaknya mengkhayal terlalu jauh. Seza memang harus ke supermarket, persedian sabun dan deterjen di rumah Deva menipis. Laki-laki itu selalu meninggalkan uang yang ditaruhnya di laci yang ada di ruang tengah.

Uang itu digunakan oleh Seza untuk membeli kebutuhan rumah. Dulu Deva akan memberikan daftar belanjaan pada Seza, sekarang Deva sepertinya mempercayakan semuanya pada Seza.

Seza mengambil kunci mobilnya lalu berjalan menuju mobilnya. Perlahan dia menjalankan mobil meninggalkan rumah Deva. Beberapa saat kemudian Seza tiba di Hypermart yang letaknya memang tidak jauh dari rumah Deva. Seza sudah siap dengan atribut wajibnya ketika harus berbelanja atau ke tempat yang cukup ramai. Masker, face shield, juga selalu ada handsanitizer di dalam tasnya.

Seza keluar dari mobil dan siap berbelanja, suasana di sini masih cukup sepi dan memang inilah yang diinginkan Seza, berbelanja di tempat yang tidak dipenuhi banyak orang, dia parnoid sekali, apalagi melihat kasus penularan covid-19 ini semakin meningkat setiap harinya. Dia melihat daftar belanjaan yang sudah dibuatnya sendiri di kertas. Mulai dari kebutuhan dapur, hingga sabun dan shampo Deva juga camilan favoritnya. Deva pecinta Lays dan Pringles, fakta yang diketahui Seza lewat pertukaran pesan via post it selama ini. Seza ingat mereka pernah saling berdebat lewat post it saat itu.

Jangan lupa beliin saya Lays yang rasa rumput laut dan Pringles original -Deva-

Ini udah saya beliin. Tapi bukannya lebih enak Chitato Sapi Panggang ya, Dok?

Ah, selera kamu ini. Kamu tahu nggak chips yang enak itu yang nggak terlalu tebal, jadi dia nggak menyakiti langit-langit dan lidah saat dimakan.

Masa sih Chitato gitu? Saya sih tetep tim Chitato.

Kamu harus nyobain ini kalau gitu!

Kemudian Deva memberikan Pringles dan Lays-nya pada Seza. Komunikasi semacam ini yang membuat Seza takut nyaman. Kalau terlalu nyaman dia susah untuk meninggalkan Deva. Maksudnya meninggalkan pekerjaannya ir asisten rumah tangga Deva.

Seza tidak mungkin kan terus membohongi ibunya. Itu juga yang membuatnya selalu bertanya pada teman-teman yang lain, apakah ada lowongan pekerjaan untuknya yang sampai saat ini masih dijawab belum ada oleh mereka.

"Seza." Panggilan itu membuat Seza menoleh, seorang laki-laki tersenyum lebar. "Ketemu lagi kita," ucap Rama.

"Eh, iya, Kak."

"Sendirian lagi?" tanya Rama sambil melihat belanjaan di troli Seza banyak sekali kebutuhan laki-laki yang dibeli Seza. Namun untungnya Rama tidak menanyakan itu.

"Iya, Kak."

"Kamu kerja di mana sih sekarang?"

"Ada sih deket sini," jawab Seza. Berharap bisa melarikan diri dari situasi ini.

"Oh. Kenapa nggak bales chat aku, Za?"

Damn! Seza benar-benar ingin melarikan diri sekarang juga. "Ehm... kayaknya tenggelam deh Kak, nanti deh coba aku cek."

"Banyak banget yang huhungin ya sampai tenggelam," sindir laki-laki itu. "Aku tuh mau kasih tahu kamu, kalau di hotel tempat aku kerja lagi butuh asisten koki. Siapa tahu kamu mau kerja di sana.

Aduh! Seza jadi galau, jujur dia membutuhkan pekerjaan itu. Selanjutnya Rama menjelaskan kalau dia bekerja di salah satu hotel bintang lima. Saat ini pengunjung mereka berangsur naik lagi, makanya mereka kembali membutuhkan tenaga kerja lain. "Ehm, nanti deh Kak saya kabari. Soalnya masih betah kerja di tempat ini."

Laki-laki kurus dan tinggi itu menyunggingkan senyumnya. "Kapan lagi lho, ada tawaran sebagus ini di kondisi sekarang. Aku harap kamu nggak menyia-nyiakan kesempatan, Za."

Seza membalas ucapan itu dengan senyuman tipis dan berpamitan pada Rama. Entah kenapa dari dulu hingga sekarang. Dia masih kurang nyaman berada di dekat laki-laki itu.

*****

Seza pulang ke rumah dan mendapati suara tangisan dari dalam. Perempuan itu langsung berlari untuk masuk, suara tangisan itu berasal dari Salma yang sedang ditenangkan oleh tetangga mereka, adiknya itu menutupi matanya. "Salma kenapa?!" tanyanya sambil mendekati adiknya itu.

Salah satu tetangga mereka menjawab pertanyaan Seza. "Main-main sama Sultan, terus anak itu pegang sumpit, kecolok ke mata Salma."

"Astaga!" Seza langsung terkejut mendengarnya. Dia langsung memeriksa keadaan adiknya yang terus menutupi mata. "Sakit Teh," keluh Salma.

"Tadi dilihat kayanya matanya berdarah," lanjut tetangga Seza.

Seza terduduk lemas, "Dek sini coba Teteh lihat," bujuk Seza. Akhirnya Salma yamg masih menangis membuka matanya, mata sebelah kirinya merah sekali. Seza gemetaran. "Kita ke rumah sakit ya."

Seza membawa Salma menuju mobilnya untuk pergi ke rumah sakit mata, tetapi salah satu tetangga mereka melarang Seza menyetir. Dalam keadaan kalut dan gemetaran seperti ini sangat berbahaya sekali kalau harus memaksakan diri untuk menyetir sendiri.

Akhirnya salah satu tetangga memesankan taksi, karena suami mereka belum pulang dan di antara mereka tidak ada yang bisa menyetir. Seza masuk ke taksi bersama Salma yang masih terus menangis. Dia tidak bisa mengucapkan apa-apa selain menangis dan terus memeluk Salma.

Pikiran Seza sudah ke mana-mana, bagaimana kalau mata adiknya rusak? Bagimana nasib adiknya kalau itu terjadi. Memikirkan itu semua membuat Seza semakin kalut, sementara Salma terus menangis dalam pelukannya.

****

Deva mengembuskan napas lega, operasinya berjalan lancar dan dia bisa kembali ke rumah. Laki-laki itu kembali ke ruangannya, bersiap untuk pulang.

Saat melintasi IGD, keningnya berkerut melihat seorang perempuan yang menangis sambil memeluk seorang anak. Anak itu juga menangis sambil terus menutupi matanya dengan tangan. "Tolong sus, ini adik saya matanya kecolok sumpit, tolong diperiksa dulu."

Kening Deva berkerut, sembari mengingat-ingat siapa perempuan itu. Deva melihat bagian belakang punggung perempuan itu, dia juga ingat itu pakaian yang sama seperti yang dikenakan ART-nya saat mengantarkan makanan untuknya. Walaupun bedanya saat ini perempuan itu terlihat kacau, rambutnya berantakan, lalu dilihat dari alas kaki yang dikenakannya, pasti dia sangat panik dan terburu-buru hingga hanya mengenakan satu sandal di kaki kanannya.

"Dok," panggilan itu membuat Deva teralihkan.

"Ya?"

"Belum pulang?" tanya salah satu perawat.

Deva menggeleng. "Pasien yang baru datang tadi, biar saya yang periksa," ucapnya lalu mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah dan mendekati kedua orang yang baru masuk ke IGD itu.

*****

Happy reading...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro