Honest

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy virus palsu satu ini sunggguh bedebah!

Huh! Apa motifnya tetiba bersaksi kepada Nyonya Jung jika dirinya adalah kekasih lelaki itu. Ini cukup membuat Diana semrawutan.

"Kenapa kau belum juga memberi tahu tentang hubungan kita, Anna?"

Mendengar nada bass itu, Diana yang masih dalam keadaan seperti orang linglung ingin sekali cepat menyobek mulut Chanyeon yang klimis membual.

Sejemang, Chanyeon tersenyum lebar hingga lesung pipitnya tampak. Beringsut mendekat mensejajari Nyonya Jung yang masih membisu menonton, merangkul dengan sebelah tangan.

"Padahal kita sebenarnya sudah sepakat untuk Anna mengatakan terlebih dahulu tentang hubungan kami kepadamu, tetapi sepertinya Anna terlalu malu untuk memulai, Umma," saksi palsu Chanyeon lagi sembari menoleh menatap Nyonya Jung.

"Kenapa kau memanggil Nana dengan Anna, hmm?" Nyonya Jung tampak masih bingung sekalipun perasaannya tak bisa dipungkiri senang mendapati kejutan ini.

"Anna adalah panggilan sayangku kepada Nana-mu, Umma," jawab Chanyeon dengan enteng.

Pikiran Diana semakin semrawutan mendengar kesaksian palsu pemilik suara bass itu, seiring dengan kembangan senyum yang akhirnya terlaku oleh sepasang ibu dan anak di hadapannya.

"Aigo, anak bujang Umma satu ini memang selalu pandai berbuat manis," komentar Nyonya Jung.

Diana ber-huh lemah dengan fakta apa yang baru saja didengar oleh rungunya.

Tak berselang lama, Chanyeon beringsut mendekat ke arah Diana untuk memberikan buket mawar merah segar.

"Spesial untuk Anna-ku yang manis," tutur Chanyeon sembari mengulurkan buket mawar merah.

Diana masih terpatung seperti orang linglung, sebelum berlalu terpaksa menimpali senyuman manis Chanyeon yang terkembang, meraih buket mawar segar yang diulurkan, mengucap syahda, "Gomawo, Oppa ...."

Diana bertambah keki setelah mengucap kalimat barusan.

Nyonya Jung khidmat menonton penuh senang.

"Apakah kau menyukainya, Anna?"

Harus berakting lagi. Diana mengangguk perlahan. Jelaslah dengan wajah semringah yang dibuat-buat.

"Aku menyukainya," ungkapnya, lalu mendekatkan mawar merah segar ke indera penciumannya. "Dan aku selalu menyukai aroma mawar segar seperti ini," imbuhnya.

***

"Ceritakan pada Umma bagaimana kalian bisa saling kenal, Chan."

Satu perintah Nyonya Jung itu yang berhasil membuat Chanyeon klimis sekali membual kini.

Chanyeon menceritakan penuh antusias sembari nimbrung memasak di dapur akan sebuah cerita yang ia beri judul "Cinta Bersemi dari Kaki Keseleo".

Sudah bisa ditebak premisnya mendapati judul itu. Chanyeon menceritakan awal mula pertemuan mereka lewat dirinya menolong Diana dari para preman pengganggu untuk kemudian saling mengenal dan jatuh cinta. Tak luput menaburkan bumbu-bumbu KW tentang; menolong dengan tulus tanpa tuntutan balas budi apa pun dan sebutan Anna yang katanya tanda sayang.

Happy virus palsu satu ini sungguh bedebah!

Nahasnya, Diana hanya bisa mengikuti alur yang dibawa Chanyeon tanpa bisa mengelak sedikitpun. Namun, awas nanti, setelah pulang ia akan segera memaki-maki lelaki menyebalkan satu ini di rumah.

"Kenapa kau membuat drama ini dengan menyeretku, Oppa?" tuntut Diana saat di dapur tidak ada Nyonya Jung.

"Aku hanya ingin membahagiakan Umma hari ini, Anna."

"Membahagiakan Ahjumma dengan berbohong seperti ini? Ini tidak benar, Oppa. Katamu dulu, tidak ada kebohongan yang mengarah pada kebaikan, lalu sekarang apa? Dasar pembual!" kesal Diana. Sorotan matanya masygul menatap Chanyeon.

"Berbohong apa? Aku tidak berbohong, Anna," sangkal Chanyeon, lalu sibuk kembali menggoreng jamur crispy.

Diana tersenyum miring. "Jelas-jelas kau sudah berbohong dengan mengakatan aku adalah kekasihmu." Masih menatap kesal Chanyeon di sampingnya yang mulai tak acuh dengannya itu.

"Apakah ada otak di tempurung kepalamu, Anna?" sahut Chanyeon sembari mengorek ringan jamur crispy.

"Ya!" maki Diana akan pertanyaan kasar barusan.

"Jika kau mempunyai otak dalam tempurung kepalamu, seharusnya kau langsung paham jika aku tidak berbohong," jelas Chanyeon yang masih mengambigu bagi Diana. Mengentas jamur crispy yang sudah matang.

Malas berbicara, Diana memilih manyun.

Sejemang, setelah mengentas jamus crispy dan meniriskan minyak goreng yang ada, Chanyeon menatap wajah Diana yang ambek.

"Aku mencintaimu sepihak, Anna. Kau adalah kekasihku, sekalipun kau tak menganggap aku kekasihmu, tetapi itu bukan masalah," jelasnya membuat Diana terpatung.

"Dasar gila! Jawaban macam apa itu?" cicit Diana mendapati jawaban nyleneh Chanyeon.

Rapper EXE itu tertawa renyah.

"Anna ...."

Masih malas menyuara, Diana memilih menatap putus asa ke arah lelaki di hadapannya itu.

"Selain untuk membahagiakan Umma hari ini, sebenarnya aku juga tengah ingin membahagiakan diriku sendiri. Mianhae, ini pasti mengesalkan untukmu, Anna," ungkap Chanyeon dengan tampang serius.

"Apa tujuanmu yang sebenarnya? Aku belum bisa paham, Oppa," selidik Diana, cukup lirih. Semrawutan sekali pikirannya, apalagi mengingat momen janji Chanyeon untuk melupakan kesaksian perasaan untuknya itu. Namun, sekarang apa, Chanyeon berbalik menyeretnya akan mengingat hal itu, bahkan lebih dalam.

Oh, ia bukanlah barang yang bisa seenaknya diseret kesana-kemari, atau benda mati yang tidak mempunyai perasaan yang bisa ditindak sesukanya tanpa pernah bisa merasa sakit atau pun sebal. Dirinya manusia. Dan kini sungguh merasa kesal diperlakukan seperti ini.

"Aku hanya ingin bisa memilikimu sehari ini saja, Anna. Jadilah kekasihku sehari ini. Lupakan sejenak tentang cintamu kepada sunbae yang tengah kau taksir itu. Aku mencintaimu, Anna. Dan ini adalah momen di mana akhirnya aku bisa jatuh cinta lagi setelah sekian lama. Jadi kumohon, biarkan aku untuk egois sekali ini saja agar cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Setelahnya, kau bebas menambatkan hati ke lelaki mana pun," jelas Chanyeon, memuntahkan segala keruwetan pikiran dan perasaannya akhir -akhir ini.

Diana terpaku lagi akan kesaksian dan permohonan Chanyeon. Ia menjadi sadar satu hal bahwa ada sebuah salah paham yang belum diselesaikannya dengan Chanyeon.

***

Malamnya, Diana tidak bisa tidur, masih kepikiran tentang ungkapan Chanyeon yang menjadikannya sadar kalau ada sebuah salam paham di antara mereka.

Salah paham jika dirinya tengah menaksir sosok sunbae yang sebenarnya itu hanya omong kosong belaka.

Memiringkan tubuh dalam rebahannya di kasur untuk melihat kalender duduk di nakas. Coretan tanda silang semakin banyak terbubuh di lembaran itu, di mana waktunya tinggal di rumah Chanyeon ini semakin sempit untuk kemudian berpisah, saling menjadi orang lain, seperti perjanjian di awal untuk tidak saling mengenal.

Oh, sebenarnya apa yang sedang dirinya inginkan dengan perasaannya kini? Diana sungguh bingung. Apakah harus diungkapkan agar merasa lega? Atau apa?

Ini cukup membuat Diana frustrasi. Ia bangun untuk menyempatkan mengacak rambutnya yang tergerai. Berdecak sebal dengan perasaannya sendiri.

Huh! Padahal dulu dirinya pandai memendam perasaannya, tetapi mengapa sekarang tidak? Tak bisa dipungkiri, ia sungguh ingin jujur pada Chanyeon; tentang kesalahpahaman perkara sunbae dan tentang perasaannya yang juga mencintai lelaki itu.

Sial! Kenapa harus terjebak dalam perkara seperti ini? Kenapa pula harus dengan Chanyeon si happy virus palsu?!

Diana mengacak rambutnya lagi, membiarkan semrawutan seperti perasaan dan pikirannya. Ber-huh lemah untuk kemudian beringsut keluar kamar dengan selimut sengaja dibiarkan membungkus tubuhnya agar hangat. Ia menjadi haus.

Langkah kaki Diana tidak bersemangat dalam keremangan rumah Chanyeon yang sudah dipadamkan, sebatas pencahayaan dengan senter ponsel.

Tak berselang lama, Diana tampak mengambil air minum hangat di pantry, berjongkok untuk meneguknya perlahan.

Sejemang, gadis ras melayu itu melamun dengan duduk berselonjor di lantai, menyandarkan tubuhnya ke lemari pantry yang ada. Membisu dan menatap kosong sesuatu di hadapnya.

Lamunnya kentara dalam, hingga Diana acuh akan atensi pergerakan Chanyeon ke pantry untuk pula meminum air hangat.

Chanyeon menyalakan lampu pantry, langsung terkejut saat mendapati Diana duduk berselonjor di lantai itu dengan lesu.

"Ada apa denganmu, Anna? Apa kau sakit?" cemas Chanyeon setelah berjongkok mendekat ke arah Diana.

Cepat-cepat Diana ikut berjongkok. Menggeleng sebagai jawaban.

"Kau tampak lesu sekali. Apakah perutmu sedang nyeri datang bulan, Anna?" selidik Chanyeon.

Diana langsung mendelik. Sial sekali. Rasanya ia malu mendapati kenyataan lelaki ini tahu jika ia tengah datang bulan--sebab kunjungan ke rumah Nyonya Jung siang tadi kedapatan tidak salat oleh Chanyeon.

"Aku baik-baik saja. Aku tidak sedang sakit apa pun," koreksinya cepat akan kesalahpahaman Chanyeon.

"Oh, syukurlah. Kupikir kau sakit. Aku sangat cemas," ujar Chanyeon sembari mengelus kepala ambut berponi Diana.

Diana menggeleng pelan lagi.

Chanyeon beringsut berdiri, mengambil segelas air hangat, meneguknya perlahan.

"Oppa ...," panggil Diana yang kini sudah berdiri di samping Chanyeon.

"Ada apa, Anna?" sahut Chanyeon sembari menaruh gelas ke meja pantry yang ada.

"Aku hendak mengatakan sesuatu padamu." Diana mengatakannya dengan gugup.

"Oh, baik. Katakan saja, Anna. Ada apa?" Berakhir Chanyeon mengambil air hangat lagi, meneguknya.

"Aku mengatakannya sekali ini saja dan tidak ada pengulangan satu atau pun dua kali, apalagi hingga tiga kali dan seterusnya. Jadi, dengarkan aku baik-baik atau kau akan kehilangan informasi satu ini," jelas Diana dengan melawan gugup yang tengah menyandera sembari menatap jakun Chanyeon yang naik-turun.

Perkataan Diana barusan ini berhasil membuat Chanyeon mengernyit, menghabiskan air hangat, meletakkan gelas ke meja. Penasaran akan sebuah informasi apa yang akan Diana berikan, ia menengok perlahan ke arah Diana. Di tilik dari raut muka Diana, sepertinya ini informasi yang cukup serius. Ia menjadi deg-degan.

Diana menggigit labium bawahnya sebelum memulai memberikan informasi. Jantungnya berpacu rancu. Panas dingin tetiba menyusupi hawa tubuhnya.

Malam ini. Diana mendapat tekad untuk menyelesaikan masalah hatinya agar merasa plong ke depannya. Tak peduli apa yang akan terjadi setelahnya. Memilih bebal.

"Sebenarnya perkara sunbae yang sedang kutaksir itu bohong. Pun sama sepertimu, aku juga mencintaimu, Oppa ...."

Chanyeon terbeku akan informasi macam apa yang baru didapatkannya detik ini.

___________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro