Reveal Something

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Diana cepat-cepat beringsut duduk. Dan Chanyeon menegakkan tubuhnya.

"Jangan berpikiran macam-macam! Aku hendak mengambil novelmu dan membangunkanmu," cecar Chanyeon.

Diana masih menatap sinis Chanyeon dengan jantungnya yang berdebar rancu. Tubuhnya berasa panas dingin sebab tegang berlebihan. Napasnya memburu.

"Cepat pergi, Kyung Seo dan Bae Hyun sedang kemari," titah Chanyeon.

Malas menjawab, Diana memilih membuang muka, hingga barulah kemudian ia sadar jika kini dirinya mengenakan piyama pendek. Oh, tidak, ia tak mau tampak seperti ini dengan piyama pendek ketika harus bertemu Kyung Seo dan Bae Hyun.

"Chan, beri tahu apa maksud dari lukisan abstrak barumu itu. Aku dan Kyung mengamat lama, tapi tak kunjung menemukan maksud apa yang tersirat," keluh Bae Hyun.

Kyung Seo yang menenteng kantong plastik putih corn dog mozarella dan kentang goreng, mengekori Bae Hyun yang mulai memasuki ruang keluarga.

Kedua netra cokelat Diana membulat lagi. Ia harus segera pergi, tak mau menyambut mereka hanya mengenakan piyama. Namun, tunggu, ia baru sadar kini kalau tubuhnya sudah tersampir jaket denim, membuatnya langsung berfokus menatap Chanyeon lagi untuk mengatakan sesuatu, tetapi tertahan oleh teriakan Chanyeon.

"Kalian berhenti dan cepat berbalik! Jebal!" titah Chanyeon ini dengan tergesa.

Untung saja, tanpa menyangkal sedikitpun, Kyung Seo dan Bae Hyun melakukan instruksi Chanyeon dengan gesit.

"Ya! Ada apa, Chan?" cicit Bae Hyun yang kini sudah berbalik arah, begitu pula dengan Kyung Seo.

Mereka berdua sungguh bingung perihal tengah ada apa. Pasalnya, Chanyeon barusan serius sekali.

"Aa ...." Mendadak otak Chanyeon tumpul. Tidak tahu hendak mengatakan apa. Alhasil ambigu begitu, mengucap satu huruf vokal dengan mengambangkannya lama sembari menatap Diana yang malah enteng sekali mengenakan jaket denimnya secara sempurna.

"Sudah selesai. Sekarang aku bisa menyambut mereka berdua dengan baik," ujar Diana sembari merekatkan jaket denim yang sengaja tidak dikancing ke tubuhnya.

"Tidak. Cepat pergi!" ketus Chanyeon.

"Kenapa? Aku sudah berpakaian cukup sopan sekarang. Lihatlah," sangkal Diana dengan sebelah alis terangkak, berakhir mencibiri Chanyeon untuk melihat tampilannya kini.

Mata Chanyeon pun mengedar dari ujung rambut tergerai Diana yang cukup berantakan ala bangun tidur, jaket denim miliknya, serta celana piyama panjang motif beruang.

"Sopan menurutmu, seperti itu? Ya! Lagi pula kini kau mengenakan jaketku, aku tidak mau ketahuan Kyung dan Bae membagikan salah satu jaket kesayanganku itu padamu, Anna," ujar Chanyeon dengan mata menyinis, lantas sebelah tangannya sengaja memberantaki rambut Diana agar super berantakan.

"Ya!" decak Diana sembari mencoba menepis satu tangan jail itu.

"Jangan bersuara, Anna. Cepat pergi. Kau tampak seperti hantu perawan saat ini," omong Chanyeon yang langsung ditimpali lototan mata cokelat Diana sebelum pergi.

"Tadi di sofa ada kecoa. Tapi sekarang tidak lagi, aku sudah mengusirnya," kilah buruk Chanyeon pada Bae Hyun dan Kyung Seo kemudian.

***

Pintu kamar Diana tertutup sudah.

"Dasar Happy Virus Palsu!" decak Diana sembari melangkah tak bersemangat ke pinggiran ranjang. Melepas jaket denim dan menaruhnya sembarang di kasur.  Menatap wajahnya yang payah lewat pantulan cermin dengan rambut semrawutan.

"Dasar rese'! Bisa-bisanya rambutku berantakan seperti ini," keluhnya dengan kedua netra masih menatap dirinya lewat pantulan cermin, merapikan rambut berantakannya dengan kedua tangan. Tak berselang lama, kedua netranya menyipit mendapati sesuatu di rambutnya, ada seperti jepitan rambut berenda.

Masih dalam bingung, sebelah tangan Diana meraba rambutnya ke arah benda asing itu, mengambilnya segera.

Benar. Sebuah jepit rambut klip dengan renda hitam membentuk sepasang telinga kelinci.

"Kapan aku memakai jepitan klip seperti ini? Kapan juga aku memilikinya?" tanya Diana dengan mencoba mengingat-ngingat sesuatu, tetapi tak kunjung menemukan apa-apa. Hingga akhirnya malah teringat kembali bagaimana pertama kali membuka mata menangkap wajah Chanyeon.

"Mungkinkah Happy Virus Palsu itu?"

Merasa kesal, Diana membuang asal jepitan rambut klip ke atas jaket denim Chanyeon.

Sedangkan di ruang keluarga, Bae Hyun tengah menciciti Chanyeon.

"Hanya karena ada kecoa kau menyuruh kami tidak ke sini sebentar dan berbalik seperti barusan, Chan?"

"Iya. Bukankan aku baik sekali kepadamu, hmm?" jawab Chanyeon tanpa melihat ke arah Bae Hyun yang sudah mendaratkan pantatnya ke sofa yang barusan ditempati Diana, tetap sibuk membereskan meja yang terdapat novel, ponsel dan headphone milik Diana dan beberapa kemasan kosong banana milk dan chiki.

"Apakah yang kau maksud kecoa itu adalah Diana, Chan?" selidik Kyung Seo yang menyusul duduk di sebelah Bae Hyun.

"Mwo? Diana?" Bae Hyun melirik ke arah Kyung Seo.

Chanyeon memberhentikan laju membereskan meja, lalu menjawab, "Kecoa ya kecoa, bukan Anna, Kyung."

Tapi Kyung Seo tetap tidak percaya mendapati di meja terdapat barang-barang milik Diana yang tengah diambil Chanyeon.

"Annyeong ...." Sesaat ke depan Diana datang menyapa mereka.

"Ya! Akhirnya kau datang, Di. Kami membawa corn dog mozarella beserta kentang goreng untuk kita makan bersama malam ini," antusias Kyung Seo sembari memamerkan kantong plastik putih berisi jajanan itu.

"Wah!" Diana tak kalah antusias dengan mata berpendar pancarona.

"Annyeong, Si Gadis Pembawa Keberuntungannya Chanyeon," ledek Bae Hyun, semringah nian, cengengesan jail.

Bukan menjawab, Diana malah mengkerutkan kening.

Chanyeon yang sudah rampung membersikan meja berbalik, menatap Diana yang kini sudah berganti mengenakan kaos lengan panjang warna putih yang sudah ditumpuk dengan kaos hitam lengan pendek oversize, celana legging hitam, dan rambut super berantakan yang sudah rapi dengan dikuncir ekor kuda.

Bae Hyun tertawa renyah. Kyung Seo bergantian menatap Diana, lalu Chanyeon menjadi pengamat saja.

Alhasil Diana hanya tersenyum canggung, memilih melirik ke arah Chanyeon dengan sinis.

"Sini barang-barangku, Oppa. Maaf telah membuatmu repot," ujar Diana dengan muka masih tampak kesal sekalipun sudah mencoba tersenyum manis.

Membisu. Menangkap polah gadis di hadapannya kini yang tampak kesal ke arahnya berhasil membuat Chanyeon merasa bersalah. Memberikan novel, ponsel, dan headphone dengan canggung.

"Gomawo," terima kasih Diana, lalu berbalik untuk enyah.

"Sedang ada masalah di antara kalian berdua, Chan?" Kyung Seo yang sedari awal mengamat berkomentar.

"Tidak. Kenapa kau bertanya seperti itu, Kyung?" selidik Chanyeon dengan tatapannya yang tidak bisa enyah menangkap punggung Diana yang semakin menjauh.

"Aku melihat dari tatapan mata kalian jika kau dengannya sedang saling kesal."

"Iya. Aku juga. Aku menangkap tatapan mata Diana barusan, sepertinya dia sangat kesal padamu. Sekalipun dia mencoba tetap ramah kepadamu barusan, tapi cukup kentara dia sedang kesal." Bae Hyun nimbrung.

Chanyeon meneguk ludahnya. Jelaslah gadis satu ini kesal sebab barusan itu, apalagi di letak rambutnya diberantaki hingga semrawutan.

Akhirnya Chanyeon mengangkat kakinya, melangkah untuk menemui Diana segera.

Langkah kaki Chanyeon membawanya menuju ke kamar Diana. Pas sekali gadis itu baru saja keluar dari pintu kamarnya.

"Anna ...," sebutnya.

"Hmm?" singkat Diana. "Oh, ya, aku hendak membuat jamuan untuk mereka. Omong-omong, kau menginginkan aku menjamu sahabatmu itu apa?"

"Kau marah padaku?" Chanyeon malah membelokkan percakapan.

Diana membisu. Melenguh lesu.

"Kenapa diam?"

Diana merutuki lelaki jangkung di hadapannya sebab tidak peka. Ia sedang malas berbicara banyak dengan lelaki itu. Dan jelaslah ia sedang kesal.

"Tidak marah, aku hanya kesal kepadamu. Pertama; omonganmu tidak bisa dipercaya tentang kau yang hendak menginap di rumah Bae Hyun Oppa malam ini. Kedua; kau kejam sekali memberantaki rambutku hingga seperti orang gila. Dan ya, kau juga lancang sekali menyelipkan jepit ramput ke rambutku. Apa maksudmu? Jepit rambut itu benar milikmu, 'kan?" rutuk Diana, rinci, membuang napas kasar.

Sesuai atensi bahwa Diana marah lebih dari satu sisi, Chanyeon memilih menghela napas sebelum menjawab sesuatu.

"Maaf telah berbohong dan berlaku tak senonoh padamu. Dan tentang jepitan rambut itu, memang akulah yang menyelipkannya ke rambutmu. Maaf, aku lancang sekali dengan itu karena aku hilang kendali, ternyata kau manis sekali barusan saat tertidur, dan aku teringat jepitan rambut itu yang aku dapatkan dari seorang bocah yang kutolong di jalan. Mianhae. Jeongmal mianhae ...."

Diana masih kukuh mematung. Pipinya malah sungguh mengesalkan sebab menjadi panas, sebab cukup malu dikata manis sekali saat tidur. Ah, dasar!

"Aku berjanji tidak mengulangi hal seperti ini lagi kepadamu. Aku akan lebih berhati-hati lagi kepadamu agar kau merasa nyaman denganku dan nyaman tinggal di rumah ini. Aku akan mencoba lebih menghargaimu. Maaf, aku telah berbuat lancang terhadapmu, Anna ...."

Chanyeon menunduk sebagai bentuk menyadari kesalahan dan ekspresi penyesalan. Dengan Diana yang tetap monoton geming, sempat curiga pula bahwa permintaan maaf dan penyesalan itu hanya pura-pura.

"Tapi ...," lanjut Chanyeon dengan ragu sembari sudah mengangkat dagu, menatap Diana lagi.

Seiring dengan Diana yang masih kukuh membisu, Chanyeon mengepalkan kedua tangannya. Mengumpulkan keberanian untuk mengatakan sesuatu yang akhir-akhir ini meresahkan pikiran dan perasaannya. Mengatakan sesuatu yang entah, apakah akan berakhir baik sesuai harapannya atau tidak, malah memperkeruh hubungannya dengan gadis ras melayu di hadapan ini. Namun, ia ingin mengatakannya sekarang agar ia merasa lega, walau ia tetap takut untuk patah di kemudian.

Chanyeon membuang napasnya sesaat lalu. Ia sudah menemukan yakin akan sesuatu ini. Ia tidak peduli jika pada akhirnya akan patah. Ia sungguh tidak peduli, setidaknya ia sudah mengutarakan perasaannya, ini jelaslah lebih baik daripada hanya diam memendam, ia tersiksa sekali.

"Aku mencintaimu, Anna ...," nada bassnya di kemudian, menelisik gendang telinga Diana.

__________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro