Chapter 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🍦 Selamat Membaca 🍦

~ Yang menyayangimu belum tentu merindukanmu, tapi yang merindukanmu setiap waktu pasti tulus memberi hatinya padamu.~

~Morisscha Auzee.

***

Elnath melangkahkan kakinya menyusuri koridor dengan sedikit tergesa-gesa, beberapa ruang kelas yang ia lalui sudah kosong dan sepi. Elnath berdecak kesal, ia sampai melupakan Chaca hanya karena pikirannya yang kacau memikirkan tugasnya.

Elnath merogoh saku celananya, berniat mengambil ponselnya sambil tetap berjalan. Setelah mengetikkan pesan singkat untuk Chaca, ia mempercepat langkahnya agar lekas sampai di lantai satu.

Sesampainya di kelas Chaca, Elnath menghembuskan napasnya kasar, kelas Chaca sudah kosong, dan Chaca sudah tidak ada di situ, di sisi lain Elnath merasa lega, Chaca tidak perlu menunggu dirinya terlalu lama. Mungkin Chaca sudah pulang bersama Sandrina atau Berlin pikirnya.

Elnath memutar balik langkahnya, hendak menuju parkiran belakang untuk mengambil mobilnya. Sembari memainkan ponselnya, Elnath berjalan santai.

🍦🍦🍦

Suara tawa para gadis itu kini memenuhi seluruh penjuru ruangan, tiga gadis dengan seragam sekolah yang acak-acakan itu tengah duduk santai di meja kelas yang sudah kosong tersebut. Salah satu di antara mereka duduk di meja dengan angkuh bak ratu yang sedang duduk di singgasananya, dan dua yang lainya duduk di kursi yang berada di dekatnya bagaikan dayang-dayang.

"Hahaha, gue masih inget deh, ekspresi bocah cupu yang jadi mangsa lo belakangan ini, Ra," ucap Airin kepada Aura yang sibuk memainkan ponselnya.

"Huh, Chaca itu emang polos banget, sebenernya gue rada kasihan sih, dia itu terlalu mudah buat kita bully, nggak ada perlawanan, nggak seru," jawab Aura sambil tersenyum miring, pandangannya masih tetap fokus pada layar ponselnya.

"Wait, tapi sejak kapan seorang Aura kasihan sama orang? Tapi bener juga sih ucapan lo, dia itu terlalu mudah, biasanya 'kan lo jambak-jambakan dulu sama korban. Liat tuh Aiko, dia jadi gak dapat jatah nonjok orang 'kan, wkwkwk." Airin mendorong jahil pundak Aiko yang sedari tadi memasang muka masam.

"Apaan sih lo, Rin!" sentak Aiko tak suka ketika Airin mendorongnya.

"Ra, cariin gue korban lain kek, tangan gue gatel nih, udah semingguan kita nggak war sama orang," pinta Aiko pada Aura yang langsung mendapat perhatian dari sang ratu. Aiko memang sangat pendiam dan serius di antara mereka, bicaranya memang paling irit, tetapi kalau urusan baku hantam, dirinyalah yang paling serakah. Banyak orang tertipu dengan paras cantik, lucu nan imut bak orang jepang milik Aiko, dirinya memang blasteran Jepang-Indonesia, sepertinya gen ayahnya lebih dominan hingga menurun pada wajah anak gadisnya dengan sempurna. Julukan lain bagi Aiko adalah pshyco doll, senyumannya memiliki arti lain, bukan menandakan kebahagian, melainkan petaka.

Aura tersenyum melihat salah satu temannya yang selalu haus akan baku hantam itu.

"Ck, kasihan banget adikku ini." Aura berdecak lalu tertawa kecil.

"Oke lo tunggu dulu," ucapnya lalu memainkan jarinya di ponselnya kemudian ia tempelkan di telinganya dan mulai berbicara pada benda pipih itu, lebih tepatnya seseorang yang sedang ia hubungi.

"Halo, gue minta lo ke sini sekarang!" titah Aura pada seseorang di seberang.

"Baik, Bos." Setelah mendapat jawaban, Aura langsung memutus sambungan telepon.

Setelah beberapa menit, muncul seorang lelaki bertubuh besar dan kekar di ambang pintu kelas, wajahnya tampak menyeramkan dengan tato yang menghiasi beberapa bagian tubuhnya, mirip seperti atlet gulat.

"Ada apa, Bos?" tanya pria itu pada Aura.

"Oh ini, gue minta lo temenin temen gue," jelas Aura, sedangkan Airin dan Aiko menoleh pada Aura dan menatapnya bingung.

"Aiko, silahkan bersenang-senang," sambung Aura sambil tersenyum miring. Aiko yang paham akan kode dari Aura langsung beranjak dari duduknya dan menghampiri preman itu sambil menyingsingkan lengan bajunya. Aiko tersenyum kepada preman itu, tersenyum sangat manis, namun sedetik kemudian, ia melayangkan bogem pada wajah preman di hadapannya dengan mulus, dan terjadilah baku hantam antara Aiko dan preman suruhan Aura.

Aura tertawa kecil lalu kembali fokus kepada ponselnya, Airin yang menyaksikan keributan di depannya hanya geleng-geleng kepala melihat Aiko yang mampu membuat preman itu kewalahan, tetapi Airin lebih penasaran pada gadis di sebelahnya yang tampak sangat asik dengan ponselnya.

"Lo ngapain sih, Ra? Belakangan ini lo asik banget mainin Hp, sampe beli SIM card dua kali, biasanya juga lo hotspot sama gue," tanya Airin yang sudah penasaran sejak tadi.

"Paan sih lo, kepo," balasnya sambil tersenyum kemudian beranjak dari mejanya dan melangkah keluar kelas untuk menghindari Airin dan membiarkan Aiko menikmati mangsanya.

"Lah, main nyelonong aja ni bocah, gue kepo woy!" seru Airin pada Aura yang sudah berada di luar kelas. Airin pun memilih mengikuti Aura dari pada menyaksikan live gulat di hadapannya.

"Ra, kasih tau gue dong!" Tingkat ke-kepoan Airin meningkat.

"Hahah, gue lagi main-main sama si cupu aja, liat deh." Aura menghadapkan ponselnya kepada Airin.

"Pasti tuh bocah ketakutan. Chaca … Chaca, polos banget sih lo, cuma dengan nyebut nama Kak Elnath aja dia pasti udah panik." Airin ikut tertawa melihat isi chat Aura.

"Lo punya ide nggak? Habis ini tuh bocah enaknya diapain? Gue nggak bakal berhenti sebelum itu bocah jauhin Elnath," tanya Aura pada Airin.

"Emm … dikunciin di toilet udah, terus sekarang lagi lo teror, terserah lo deh, Ra. Lo 'kan paling jago bully orang," balas Airin bingung.

Aura terkekeh Namun, sedetik kemudian ia dikejutkan dengan tangan yang tiba-tiba menyambar dan merampas ponselnya, membuatnya tersentak kaget dan terbelalak.

"Woy!" bentak Aura spontan karena kesal.

"Kenapa!" Elnath membalas dengan nada tak kalah tinggi.

"K-kak El-nath," ucap Aura terbata. Ponsel Aura pun sudah berpindah dari tangannya ke tangan Elnath.

"Sekarang gue tanya, apa yang tadi lo bilang?" Wajah Elnath sudah memerah padam, tangannya mencengkram ponsel Aura kuat, tatapannya pun sudah tidak bersahabat kepada Aura.

"Gu-gue … g-gak bilang apa-apa, kok. Airin, lo jangan ngaco, deh," jawab Aura gugup, sebisa mungkin ia memasang senyum di bibirnya dan malah melemparkan kesalahan kepada Airin.

"Cih, busuk." Elnath tersenyum sungging.

Aura terbelalak ketika mendengar suaranya sendiri dan Airin yang keluar dari ponsel milik Elnath. Elnath yang tadinya mau ke parkiran tiba-tiba berhenti ketika mendengar nama Chaca dan dirinya disebut, ia memutuskan untuk berhenti dan mendekat untuk mendengarkan lebih jelas, setelah mengetahui apa yang sedang Aura bicarakan, dirinya mulai tersulut emosi. Ia semakin berjalan mendekat dan tak lupa menyiapkan ponsel sebagai senjata untuk menyudutkan Aura apabila gadis itu berulah lagi.

"Kayak gini lo masih bisa bilang nggak ada apa-apa?" Elnath mematikan rekaman suara Aura di ponselnya.

"Jadi lo yang kunciin Chaca waktu itu? Terus ini?" Elnath membaca isi ponsel Aura. Emosi Elnath sudah tak dapat dibendung lagi, tangannya mengepal kuat, dan spontan membanting ponsel mahal Aura. Rasa marah dan tak terima kini tercampur aduk dalam dadanya.

Airin dan Aura melotot menyaksikan ponsel Aura yang mencium lantai dengan kasar.

"Gue nggak nyangka lo bisa serendah ini, Ra. Nama lo doang yang famous di sekolah ini, tapi kelakuan lo rendahan banget! Gue kasihan sama lo," murka Elnath.

Aiko yang baru datang hendak menyerang Elnath, langsung dicegah oleh Aura.

"Gue, bisa jelasin, Kak. Gue kayak gini juga buat Kakak, gue jelas lebih baik dari Chaca!"

"Setelah ini gue minta, lo nggak usah campurin urusan gue sama Chaca, sampai kapanpun gue bakal pilih Chaca, dia jauh lebih baik dari pada lo!" Elnath langsung melangkah pergi setelah mengatakan itu pada Aura.

Airin memandang raut wajah Aura yang perlahan menggelap, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal kuat. Seulas senyuman iblis tercetak di bibir seksinya.

"Aiko, gue ada sedikit pekerjaan buat lo," ucap Aura santai dengan niat jahatnya.

***

Yuk Vote dan Koment biar aku semangat next😃

See u on next chapter😉

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp