Chapter 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🍦 Selamat Membaca 🍦

Jangan menilai seseorang dari masa lalunya, karena kita sudah tidak hidup di sana.

~Rafaelnath Adeleon.

***

Chaca menatap gadis di hadapannya dengan mata masih membola. Gadis itu membuka plester yang melekat di mulut Chaca perlahan, dikawal oleh dua bodyguard berbadan kekar dan berwajah seram di belakangnya, ia bahkan membuka ikatan yang mengunci tangan Chaca, dengan lembut. Saat melepas plester hingga tali, gadis itu tak melunturkan senyumnya, membuat bulu kuduk Chaca merinding. Sewaktu melonggarkan ikatan, ia melirik pergelangan Chaca yang tersayat dan meraihnya, lalu membelai tangan itu pelan.

"Ya ampun, tangan kamu luka, ish. Gimana kalau aku dimarahi Elnath nanti? Karena bikin boneka kesayangannya ini luka." Gadis itu memasang mimik melas sambil membelai rambut Chaca, sedetik kemudian ia tertawa nyaring memenuhi ruangan.

"Kakak mau apa! Kenapa Kakak lakuin ini!" seru Chaca yang mampu membuat gadis di hadapannya berhenti tertawa dan ekspresi wajahnya berubah drastis. Gadis itu mendekati Chaca perlahan sambil bersedekap tangan.

"Emm ... sebenernya lo nggak salah sih, kasihan banget sih lo, jadi korban kayak gini karena kesalahan kekasih lo tercinta itu, hahahah," ucapnya enteng seolah sedang bercanda.

"Kita nggak pernah buat salah sama Kakak!"

"Hey, lo tau apa? Lo nggak tau apa-apa! Mending diem terus nurut, oke?" bentak Aurel sambil menjambak kasar rambut Chaca, membuat Chaca mendesis kesakitan.

"Terus apa maksud Ka--"

"Rel, mana HP gue?" tanya seseorang yang baru datang dengan mengenakan seragam SMA yang acak-acakan serta rok di atas lutut, tak lupa sebatang rokok yang bertengger di tangannya.

"Eh si Cupu, pakabar lo?" Gadis itu tersenyum mengejek.

"Cepet juga Aiko bawa lo ke sini," ucapnya lagi.

"Huh, gara-gara lo HP gue dirusak sama pacar kesayangan lo itu," sambungnya sambil menekan kata kesayangan.

"Kak Aurel, Aura! Lepasin Chaca dari sini!"

Aura melirik Chaca seraya menghisap rokoknya. "Lah, tuh udah lepas, hahah," ejeknya.

"Lo ngapain sih ke sini, hah? Balik sono! gue udah nggak butuh lo," titah Aurel pada Aura sembari menghempas cengkramannya pada rambut Chaca.

"Cih ... setelah lo minta gue buat pura-pura ngejar cowok yang sama sekali bukan tipe gue, lo ngusir gue gitu?" Aura mendecih menatap kakaknya santai.

"Ja-jadi, yang selama ini suka sama Elnath .... "

"Diem lo, Bocah!" sentak Aura ketika Chaca ikut berbicara.

"Rel, gue ke sini cuma minta lo ganti HP gue, nggak usah ge er lo, gue juga udah males berurusan sama si Cupu ini," sahutnya sambil melotot ke arah Chaca.

"Argh ... nih, nih, nih, sono cabut!" usir Aurel setelah memberikan kartu ATM-nya, sambil mendorong Aura menjauh dengan muka kesal.

"Passwordnya?"

"963×56÷856×64×0×64+2−0+96×64," ucap Aurel dengan cepat.

"Bangsat! udah tau gue benci ngitung," umpat Aura kesal lalu meninggalkan tempat itu sambil bergeming mengingat angka yang dilontarkan Aurel.

Aurel kembali fokus pada Chaca, ia mengambil sepuntung rokok serta pematik, lalu menyalakannya.

"Gue pastiin bentar lagi lo nggak bakal lihat Elnath, temen-temen lo, bahkan Jakarta lagi," ucap Aurel enteng sambil menikmati asap yang menyusuri organ pernapasannya, ia bahkan tak menghiraukan Chaca yang tak diikat sekalipun, ia yakin bahwa gadis itu tak akan berani berkutik.

"Maksud Kakak?" Chaca bingung sekaligus terkejut dengan penuturan Aurel.

Belum sempat membalas ucapan Chaca, Aurel dikejutkan dengan suara gaduh dari arah depan, bodyguard yang berjaga di situ pun langsung bersiap siaga.

"Elnath!" seru Chaca ketika melihat kekasihnya, tetapi ia langsung diseret mundur dan dibungkam kembali oleh dua bodyguard Aurel setelah mendapat isyarat dari sang ratu.

"E-elo, k-kok bisa?" Aurel mendadak panik.

Elnath datang dengan keringat bercucuran di dahinya, baju batik yang semula ia kenakan untuk ujian praktek kini sudah tak tertata rapi di tubuh tegapnya. Ia tak datang sendiri, ia bersama Aura dengan pisau yang ia todongkan di lehernya, pisau yang ia dapatkan ketika menyelinap masuk ke gudang itu. Lengan Elnath yang kekar menggapit leher Aura hingga gadis itu kesulitan bernapas dan terbatuk-batuk, namun Elnath tidak peduli.

"Berterimakasih lah sama adek kesayangan lo yang udah bimbing gue ke sini, dari awal gue emang nggak percaya sama omong kosong Aura, and ternyata nggak sia-sia gue nungguin jalang ini keluar sekolah," jawab Elnath tanpa diminta.

Aurel langsung menatap Aura melotot kesal, seolah berkata Aura tidak bisa diandalkan, sedangkan Aura hanya menggeleng. Memang bukan dia pelakunya, ia sendiri tidak tahu kalau Elnath mengikutinya.

"Lepasin Chaca, atau adek lo bakal lenyap di tangan gue!" sentak Elnath serak penuh emosi.

"Lepasin Aura, atau Chaca bakal lenyap di tangan gue!" Aurel mengembalikan ucapan Elnath sambil tersenyum miring. Ucapan Aurel membuat Elnath bungkam, mereka berdua sama-sama menyandra hal berharga yang mereka punya.

"Apa maksud lo, Rel? Chaca salah apa sama lo sampai lakuin semua ini? Gue pikir lo baik, tapi ternyata ... lo dalang dari semua ini, menjijikan!" hina Elnath tepat di hadapan Aurel.

Aurel tertawa renyah, kemudian wajahnya menggelap, salah satu sudut bibirnya tersungging.

"Huh, yang salah itu lo, El," jawab Aurel dingin. Jawaban itu membuat Elnath mengernyit bingung.

"Bukan, bukan. Bukan lo yang salah, tapi kalian berdua. Ya kalian berdua salah, hahahaha," sambung Aurel lalu tertawa seperti orang yang sudah gila.

"Lo yang bikin gue menderita, El! Gue selalu bertahan dan berjuang demi lo! Tapi lo nggak pernah anggap gue ada! Lo bahkan lupain gue! Dan cewek cupu ini, dengan mudahnya gantiin posisi gue! Kalian berdua bahagia di atas penderitaan gue!" murka Aurel.

"Maksud lo?" Elnath masih tak mengerti dengan apa yang dikatakan Aurel.

Aurel tersenyum tipis. "Ternyata lo bener-bener lupain gue."

"Gue bener-bener gak ngerti, Rel. Kita cuma temen sekelas, dan gue penyebab lo menderita?" Elnath masih kebingungan.

"Lo lupa? Lo pernah janji, lo bakalan datang saat itu, gue nunggu lo, tapi apa? Lo malah pergi sama bokap lo yang bajingan itu!" teriak Aurel dengan mata mulai berkaca-kaca.

"Maksud lo apa bawa-bawa bokap gue! Dia nggak ada hubungannya sama gue!" Emosi Elnath kembali tersulut ketika menyangkut lelaki yang dibencinya itu.

"Haha, lo lupa? Penyebab kehancuran keluarga gue adalah bokap lo, El!" Elnath menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Sepuluh tahun lalu bokap lo dan bokap gue temen baik, mereka bangun perusahaan bareng-bareng. Bokap sering ajak gue ke kantor, di sana gue ketemu lo, kita berdua selalu main bareng. Di saat gue nangis, di saat gue jatuh, lo pasti ada di samping gue, lo juga janji buat selalu ada buat gue. Tapi setelah perusahaan bokap lo dan bokap gue jaya, bokap lo yang tamak itu jebak bokap gue dengan tuduhan penggelapan uang perusahaan, bokap gue dipenjara bertahun-tahun, seluruh aset keluarga gue dialihkan atas nama bokap lo! Keluarga gue jatuh, kami tinggal di kontrakan kumuh. Nyokap gue sakit-sakitan karena banting tulang buat gue dan Aura, dan sampai akhirnya nyokap meninggal," ucap Aurel sambil berjalan-jalan ringan di sekitar Chaca. Air mata Aurel menetes ketika mengingat itu. Semua orang yang berada di gudang itu hanya terdiam ketika mendengar penuturan pahit Aurel, bahkan tangan Elnath yang menahan Aura sedikit melemah, Aura juga sudah berkaca-kaca.

"Bokap gue juga akhirnya meninggal di penjara. Lo juga tau keadaan gue saat itu, cuma lo satu-satunya harapan gue, karena lo janji bakalan bantuin gue, gue nunggu lo, tapi lo gak pernah datang. Gue sama Aura terlantar di jalanan, sampai kita diadopsi sama bonyok gue yang sekarang. Gue nggak nyangka, takdir bawa gue ketemu lo lagi di sekolah setelah bertahun-tahun, gue coba buat dapetin lo lagi, tapi lo selalu cuek, lo dingin, lo bahkan lupain gue, sejak itu gue diem-diem perhatiin lo, selalu bantuin lo di saat lo susah tanpa lo tau, tapi apa? Cewek ini dengan mudahnya dapetin lo?"

Elnath mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Aurel barusan.

Kepala Elnath terasa sangat sakit ketika mengingat kejadian itu dengan keras, samar-samar ia melihat bayangan gadis kecil dengan rambut dikuncir dua.

Pisau ditangan Elnath tiba-tiba terjatuh dan tangan yang semula mengapit Aura kuat, kini melemah.

"L-lo ... Ka-Kania?" ucap Elnath terbata sambil memegangi kepalanya yang tiba-tiba dihantam rasa sakit yang luar biasa.

"Iya, gue Kania yang lo lupakan."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp