Chapter 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🍦 Selamat Membaca 🍦

Kau harus memilih, antara melupakan masa lalu, atau melupakan orang yang kau temui di masa depan.

~Morisscha Auzee.

***

"L-lo … Ka-Kania?" ucap Elnath terbata sambil memegangi kepalanya yang tiba-tiba dihantam rasa sakit yang luar biasa.

"Iya, gue Kania yang lo lupakan."

Deg.

Seketika suara dengung yang panjang itu memenuhi telinga Elnath, membuat kepalanya merasakan sakit yang amat sangat. Pandangannya pun sedikit kabur, ingatan tentang kejadian di masa lalu berangsur masuk bersamaan dengan keringat dingin yang bercucuran di tubuhnya. Elnath berpegangan pada dinding yang ada di sebelahnya dan beberapa kali mengerjapkan matanya, mencoba mengendalikan keseimbangan dirinya yang nyaris hilang, bahkan tangannya yang semula menahan Aura, kini terlepas. Ia mendadak tidak dapat mendengar dengan jelas suara di sekelilingnya.

Aurel sendiri bingung dengan Elnath yang mendadak seperti itu, ia menghampiri Elnath yang hampir jatuh sambil terus memanggil-manggil namanya. Chaca yang melihat kekasihnya yang tampak kesakitan, ia dibuat panik sendiri, namun ia tidak dapat melakukan apapun karena saat ini dirinya sedang menjadi sandra di tangan dua bodyguard Aurel.

"El … Elnath!" Aurel mengguncang-guncangkan tubuh Elnath dengan raut wajah khawatir. Meskipun dirinya telah diselimuti rasa dendam, namun hatinya masih terus berempati kepada Elnath, karena pemuda itu adalah cinta pertamanya.

Perlahan Elnath mendongak menatap Aurel, ditatapnya gadis itu lekat-lekat dangan mata memerah dan berkaca-kaca, tangannya tergerak untuk memegang kedua bahu Aurel erat.

"Ka-kania …," lirih Elnath dengan bibir bergetar dan tatapan dalam kepada gadis itu.

"Iya, gu-gue Kani--"

Ucapan Aurel terpotong ketika Elnath mendadak memeluk dirinya erat, amat sangat erat. Elnath bahkan membenamkan wajahnya di bahu Aurel, pelukannya seolah tidak ingin melepaskan gadis itu.

Chaca yang menyaksikan kejadian itu merasa hatinya sedang dihujani oleh ribuan anak panah, tentu sakit, apakah ada wanita yang tidak sakit ketika melihat kekasihnya memeluk wanita lain tepat di hadapannya? Chaca mendadak merasaka sesak di dadanya, sebulir air mata jatuh membasahi pipinya tanpa ada yang mengetahui.

Aurel tentunya terkejut, bahkan orang-orang di sekelilingnya yang menyaksikan mereka berdua tak kalah terkejutnya. Awalnya ia tidak tahu mau berbuat apa dengan perlakuan Elnath yang tiba-tiba, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk membalas pelukan Elnath.

"Ini kamu 'kan, Kania? Maafin aku, maafin aku udah ninggalin kamu, maafin aku Kania …," lirih Elnath seraya menitikkan air matanya.

"Aku di sini, El. Aku di sini sekarang …." Aurel mengusap punggung tegap yang bergetar itu, berusaha menenangkannya.

Kania dan Vania, adalah nama kakak beradik itu sebelum diadopsi oleh sepasang suami istri kaya raya yang menjadi orang tuanya saat ini. Darel dan Claura sudah lama menikah, namun tidak bisa mempunyai momongan, dan akhirnya mereka menemukan Kania dan Vania di pinggir jalan dengan keadaan yang memprihatinkan, lalu Claura memutuskan untuk mengangkat mereka menjadi anak, dan memberinya nama Aurel dan Aura, mereka mengganti nama Kania dan Vania karena berpikir jika nama itu kampungan juga agar cocok disandingkan dengan marga Darel.

Aurel memeluk Elnath erat, sudah lama ia kehilangan Elnathnya dan menanti pemuda itu kembali. Sebulir cairan bening menetes membasahi pipi mulusnya tanpa ia sadari, ia masih tak percaya, Elnath memeluknya begini terasa seperti sebuah mimpi bagi Aurel. Kenapa ia begitu lemah? Dengan perlakuan Elnath yang seperti ini saja hatinya langsung luluh.

"Bos, cewek ini pingsan, Bos!" lapor bodyguard itu kepada Aurel ketika Chaca tiba-tiba ambruk.

Mendengar itu Elnath seketika mematung, ia berpikir tentang apa yang barusan ia lakukan.

"Chaca ... Ya, aku udah punya Chaca ...," gumam Elnath dengan tatapan kosong.

Elnath kembali tersadar dan spontan melepaskan pelukannya dengan Aurel dan berlari menghampiri Chaca yang sudah tak sadarkan diri.

Dengan panik, Elnath menepuk-nepuk pipi Chaca pelan berusaha menyadarkannya. "Cha … bangun, Cha," panggil Elnath dengan wajah panik.

"Ini kenapa bisa sampai pingsan?" tanya Aurel pada kedua bodyguard-nya yang menunduk takut.

"Ma-maaf, Bos. Mungkin kami terlalu lama membekap hidung dan mulutnya," jelas bodyguard itu.

"Chaca bangun, Cha." Elnath masih berusaha menyadarkan Chaca dengan terus memanggil namanya. Rasa cemas, panik, dan khawatir kini menjadi satu ketika melihat bibir Chaca yang pucat.

Elnath merengkuh tubuh Chaca dan menggendongnya ala bridal style. Tubuh Chaca yang mungil dibandingkan tubuhnya, membuat Elnath dengan mudah membawanya.

Ketika Elnath akan membawa Chaca keluar dari tempat itu, langkahnya terhenti ketika seorang gadis yang sempat ia peluk tadi menghadang jalannya.

"Enggak, El. Aku nggak akan biarin kamu lepas lagi, aku nggak akan biarin kamu jauh dari aku lagi! Gak akan!" seru Aurel dengan raut wajah cemas.

"Please, sekarang bukan saatnya ngomongin ini, Chaca lagi butuh pertolongan." Elnath mencoba membuat Aurel mengerti.

"Tapi, El …. "

"Maaf aku harus pergi, Kania. Kita bicarin ini lagi nanti," ucap Elnath dingin lalu berjalan melewati Aurel.

"Argh!" Aurel menendang kursi bekas tempat untuk Chaca diikat, dengan kasar setelah Elnath meninggalkan ruangan itu.

Aurel berjongkok sambil menyembunyikan wajahnya yang kini dibanjiri air mata dengan kedua tangannya, dan mengacak rambutnya frustasi.

"Udah, Rel! Lo jangan kayak orang gila gini dong!" bentak Aura ketika melihat keadaan Aurel yang kacau, hatinya juga ikut teriris ketika melihat Aurel lemah seperti itu, ia juga ingin menangis, tetapi ia berusaha tegar dan seolah baik-baik saja, karena siapa yang akan menguatkan kakaknya jika dia ikut rapuh? Hanya dirinya yang Aurel miliki sebagai keluarga sedarah.

🍦🍦🍦

Elnath berlari sambil menggendong Chaca di sepanjang koridor rumah sakit dengan terburu-buru, ia tak peduli dengan rasa lelah dan keringat yang telah membanjiri tubuhnya, yang ia khawatirkan hanyalah Chaca.

Suster yang melihat Elnath dan Chaca yang tak sadar di tangan Elnath, langsung menghampiri mereka dan mengarahkan Elnath untuk membawa Chaca ke ruangan dokter agar segera diperiksa.

Elnath duduk di kursi tunggu sambil memejamkan mata, kepalanya ia sandarkan di tembok belakangnya, Elnath mencoba menenangkan dirinya terlebih dahulu, kejadian hari ini sungguh membuat kepalanya sakit, sejujurnya ia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, siapa Kania dan siapa dirinya kini menjadi pertanyaan yang terus berputar di otaknya.

Elnath mengacak rambutnya seraya memukul kepalanya beberapa kali, ia merutuki kebodohannya sendiri, bisa-bisanya ia melakukan hal itu dengan wanita lain di hadapan Chaca, apa lagi dengan kondisi Chaca yang seperti itu, tapi mau bagaimana? Ia sendiri seperti tidak sadar. Ia benar-benar kacau, dan bingung.

Elnath tidak mengerti dengan perasaannya sekarang, kenapa ia menjadi sangat menginginkan Kania? Tetapi di sisi lain perasaannya pada Chaca juga sangat kuat. Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya terasa mau pecah.

Elnath merogoh sakunya dan mengeluarkan benda pipih berlogo buah digigit itu, jemarinya bergerak lincah di atas sana untuk menelepon seseorang.

"Halo, Bang. Chaca gimana udah ketemu?"  cerocos Sandrina setelah teleponnya tersambung.

"Bang, El. Chaca udah ketemu?" sela Berlin khawatir.

"Hm, Chaca udah ketemu… buruan lo berdua ke sini, jagain Chaca, gue ada urusan," ucap Elnath seadanya.

"Di mana?"

"Rumah sakit Harapan Medika."

"Hah, Chaca di rumah sakit? Chaca kenapa kok sampai bisa di ru--"

Tut.

Elnath memutus sambungannya sepihak, ia tak mau menambah pusing kepalanya hanya dengan mendegar ocehan Sandrina.

Satu notif berhasil muncul dari pop up nya. Terpampang jelas nama Aurel di situ.

Aurel Casandra Darel.
Temui aku di rooftop sekolah, kita perlu bicara.

Setelah membaca pesan itu, Elnath memutar bola matanya jengah, dan kemudian beranjak dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan rumah sakit.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp