Chapter 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🍦 Selamat Membaca 🍦

~Bukan maksudku untuk berpaling. Hanya saja, ikatan masa lalu itu yang terlalu kuat, membelenggu ragaku hingga terasa menyesakkan.~

~ Rafaelnath Adeleon.

***

Elnath berjalan perlahan di rooftop sekolah, dilihatnya gadis yang tadinya hanya teman sekelasnya, ternyata merupakan bagian dari masa lalunya yang sempat hilang. Elnath memang tidak mengingat jelas semuanya, ia juga ingin bersikap biasa saja pada Aurel, tetapi entah mengapa, semuanya berubah setelah kejadian tadi.

Elnath sempat berhenti dan memperhatikan gadis yang tengah duduk di pinggir rooftop, gadis itu tengah asik memandang matahari yang mulai terbenam, menyisakan siluet oranye di langit-langit membuatnya terpana, surainya tergerai indah dan sesekali diayunkan oleh angin yang berhembus pelan, serta kakinya yang ia biarkan menggantung di pinggir rooftop itu ia mainkan sesekali. Bisa saja siapapun yang melihatnya akan langsung jatuh cinta, tetapi sayang bagi Elnath, pemandangan indah itulah yang belakangan ini melukai gadisnya, Chaca.

Sudah cukup memandangi pemandangan yang membuatnya merasa terhempas ke masa lalu itu, Elnath melanjutkan langkahnya mendekat, gadis itu belum menyadari kehadiran Elnath di dekatnya, sampai ia merasakan ada yang berat di punggungnya. Elnath duduk bersandar membelakangi gadis itu, ia tak sanggup menatap mata Aurel yang menyimpan masa lalu dan kepedihan. Selain itu, alasan ia tak mau menatap Aurel karena dirinya masih takut, ia takut jika melihat mata itu ia akan terjebak di dalamnya.

"Elnath, kamu sudah sampai ternyata," ucap Aurel hendak berbalik namun dicegah oleh Elnath dengan satu tangannya.

"Hm." Hanya itu balasan dari Elnath, membuat Aurel pasrah lalu kembali menatap matahari seperti posisinya semula.

Aurel menarik napas panjang lalu mengembuskannya pelan, sebelum ia memulai untuk mengatakan sesuatu.

"El, kamu ingat nggak? Dulu kita sering loh lihat matahari sore kayak gini, kamu sering kabur dari rumah buat jemput aku, cuma karena pengen lihat matahari sore di samping bukit rumahku yang dulu, di sana kita sering numpahin emosi kita, entah sedih, senang, yah walaupun lebih sering ke sedih sih, hahaha. Kamu sering nangis tuh karena dimarahin ayah kamu, enggak tau kenapa kamu manja banget sama aku, dan …, " ucapan Aurel menjeda kalimatnya, ia yang tadinya mendongak menatap langit sambil tersenyum tulus, kini menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecut.

"Aku kangen semua itu, El," lirihnya.

"Aku kangen semua waktu kita, aku udah lama nahan dan nungguin kamu, tapi aku cuma bisa diem. Aku cuma mau ada di sisi kamu," sambung Aurel lemah.

Aurel menoleh karena merasa tidak ada respon dari pemuda itu.

"El?" panggilnya, tetapi Elnath hanya diam. Aurel bangkit dari posisinya untuk berhadapan dengan Elnath, ia melihat Elnath yang hanya menunduk, menyembunyikan wajah dibalik lipatan tangannya.

Aurel berjongkok di hadapan Elnath, tangannya terulur untuk meraih wajah Elnath agar menatapnya. Elnath mendongak, tetapi pandangannya kosong, ia menatap lurus ke arah depan, lalu bola matanya beralih fokus ke mata Aurel setelah namanya disebut beberapa kali. Pemuda itu hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun, membuat Aurel sedikit merasa bingung.

"Ka-nia." Setetes cairan bening itu sukses meluncur dari pelupuk matanya.

Grap.

Elnath menarik Aurel ke dalam pelukannya. Membuat gadis itu terdiam. Elnath sendiri tidak tahu, mengapa dirinya yang saat ini selalu menginginkan gadis di hadapannya, bahkan sangat-sangat ingin. Elnath merasa ingin terus berada di pelukan Aurel yang ia anggap sebagai Kania.

"Kania, maaf," lirih Elnath.

"El? Kenapa?"

"Jangan tinggalin aku, Kania."

"Enggak, aku tetap di sini kok, aku selalu ada buat kamu, kamu jangan tinggalin aku ya," balas Aurel sambil mengusap punggung Elnath yang bergetar. Aurel tersenyum simpul, ia merasa Elnath-nya telah kembali, Elnath yang selalu nyaman dipelukannya, Elnath yang selalu manja, Elnath yang manis, persis seperti pemuda itu sewaktu kecil, bahkan sifat Elnath yang dewasa ini tidak terlihat sama sekali, Elnath yang ngomong seadanya, si Cuek, si Jenius, si cool boy,  rasanya menghilang entah kemana. Ini benar-benar Elnath, Elnath-nya Kania.

Sosok berseragam rapi yang berada di tangga rooftop itu merogoh ponselnya dan mengaktifkan kamera, setelah ia mengambil gambar beberapa kali, ia mengembalikan ponsel itu ke tempat semula, kemudian pergi meninggalkan tempat itu, sosok itu terus memperhatikan interaksi keduanya sejak tadi tanpa ekspresi dan tanpa mereka berdua sadari.

Aurel sangat senang dengan perlakuan Elnath saat ini, senyumnya setia mengembang sejak tadi, ia mengangkat kepalanya untuk menatap langit, batinnya memohon kepada sang penguasa semesta agar ia dapat terus seperti ini bersama Elnath. Tetapi, senyumnya pudar ketika mengingat cewek kekanak-kanakan yang statusnya saat ini adalah kekasih Elnath.

"El, kamu nggak akan tinggalin aku 'kan?" tanya Aurel manja, dan dibalas anggukkan oleh Elnath.

"Kamu bakalan tetep sama aku 'kan?"

Lagi-lagi Elnath mengangguk.

Aurel tersenyum. "Jadi, kamu bakalan tinggalin Chaca?" tanya Aurel lagi.

Deg.

Tubuh Elnath menegang, ia tersadar akan sesuatu, tetapi ia belum bisa mengenalinya. Pandangannya kini kembali kosong.

Chaca … ah benar, sekarang aku masih pacaran sama Chaca, Chaca pacar aku, Chaca ku, kenapa aku bodoh banget? Chaca di rumah sakit, Chaca sakit. Ya benar Chaca pacar aku dan sekarang dia sakit … aku harusnya sama Chaca, bukan di sini!, batin Elnath berusaha meluruskan kembali apa yang salah pada dirinya.

Spontan ia langsung melepas pelukan Aurel dan mundur, membuat jarak antara dirinya dan Aurel.

"So-sory, Rel. Gue tadi gak bermkasud …. " ucapnya sambil mengusap-usap wajahnya gusar.

"Tapi, El--"

"Lupain aja yang tadi, anggap semuanya enggak pernah terjadi. Gue harus pergi," potong Elnath dengan nada datar. Elnath berdiri dan menepuk-nepuk bajunya yang kotor bekas terkena lantai rooftop.

"Kamu mau ke mana?" tanya Aurel ikut berdiri menyusul Elnath.

"Ke tempat Chaca," jawab Elnath datar lalu melangkah pergi.

"Enggak!" teriak Aurel di belakang Elnath. Membuat pemuda itu menghentikan langkahnya tanpa berbalik.

"Enggak, El. Enggak! Kamu bilang enggak akan tinggalin aku, kamu bilang akan tetap sama aku! Aku Kania, El. Kania kamu!" lantang Aurel, ia tak rela jika Elnath-nya lepas lagi, tangannya mengepal dengan napas yang tidak beraturan karena emosi yang membuncah di dadanya.

"Gue bukan Elnath lo lagi," balas Elnath datar masih dengan posisi yang sama, tanpa menghadap Aurel.

Elnath hampir terhenyak ke depan ketika sesuatu menabrak dirinya dari belakang, dan ada sesuatu yang melingkar di pinggangnya. Aurel memeluknya.

"Aku enggak akan lepasin kamu, El. Kamu Elnath ku, dan akan selalu menjadi Elnath ku," lirih Aurel seraya membenamkan wajahnya di punggung tegap milik Elnath.

"Semuanya udah berubah, Rel. Gue punya Chaca sekarang." Elnath melepaskan tangan Aurel yang melingkar di pinggangnya perlahan.

"Gue harus nemenin  Chaca sekarang, sorry gue harus pergi," ucap Elnath lalu melanjutkan langkahnya cepat.

Aurel menatap punggung Elnath yang mulai menghilang di balik tangga dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kamu jahat banget, El. Baru sebentar kamu buat aku terbang, tapi dengan mudahnya kamu hempas aku lagi, semudah itu? Kamu permainkan perasaan aku," lirih Aurel bersamaan dengan bulir air mata yang terjun ke lantai.

🍦🍦🍦

Di ambang pintu kamar rawat di sebuah rumah sakit, Elnath melihat gadis yang sedang duduk bersandar di atas hospital bed yang juga menatapnya sambil tersenyum, terdapat selang infus berisi cairan nutrisi yang melekat di tangannya, keadaan Chaca tidak begitu buruk, tetapi ada yang lebih buruk, yaitu kedua manusia berjenis kelamin sama dengan Chaca di sampingnya dan menatap Elnath tajam.

Elnath segera berjalan mendekat ke arah Chaca tanpa memedulikan Sandrina yang sudah memelototinya.

"Cha, kamu enggak apa-apa 'kan? Kamu gimana? Masih sakit nggak? Kamu butuh apa? Apa perlu aku panggilin dokter?" tanya Elnath beruntun dengan wajah cemas, membuat Chaca tertawa gemas.

"Chaca butuhnya Elnath," ucap Chaca sambil tersenyum.

"Tuh dengerin! Pacarnya lagi butuh bukannya ditemenin eh malah ditinggal keluyuran!" cibir Sandrina kesal.

"Udah, San. Enggak apa-apa kok," sahut Chaca yang merasakan akan terjadi pertempuran antara Sandrina dan Elnath jika ia tidak segera melerainya.

Chaca beralih menatap Elnath lagi, dahinya berkerut ketika menyadari sesuatu.

"Elnath, kamu habis nangis? Kok mata kamu merah? Kok wajah kamu pucat?" tanya Chaca dengan raut wajah khawatir seraya menangkup wajah Elnath.

"Enggak kok, Elnath enggak kenapa-kenapa, Cha." Elnath tersenyum dan mencubit pipi Chaca pelan.

"Emm … Elnath habis dari mana emangnya?" tanya Chaca penasaran.

Elnath diam sejenak, pasti menyakitkan bagi Chaca jika tahu kejadian tadi.

"Elnath dari--"

"Elnath habis nemuin gue," sahut Aurel dari ambang pintu, membuat Elnath mendengus, hal tidak baik pasti akan terjadi sebentar lagi.

"Aurel? Ngapain lo ke sini? Dan ngapain Bang Elnath nemuin lo?" ketus Sandrina, ia telah mengetahui cerita Chaca yang diculik oleh Aurel, tak heran jika Sandrina tidak berlaku baik pada Aurel.

"Aurel? Bukan, gue bukan Aurel, gue Kania. Iya 'kan El?" jawab Aurel sambil tersenyum bangga.

"Hah? Kania? maksudnya apaan sih? Gue gak ngerti." Sandrina menatap Aurel serius, begitupun Chaca dan Berlin. Chaca hanya menyimak sambil mengerutkan keningnya.

"Iya, gue Kania, Kania-nya Elnath."

"Lo ngomong apaan sih. Cih, jangan ngaco deh," decih Sandrina meremehkan.

"Kania itu berharga buat El, El akan selalu ngelindungin Kania kalau Kania dalam bahaya, El bakalan jagain Kania," ucap Aurel membuat semua orang di ruangan itu kebingungan.

"Hey, lo udah gak waras deh kayaknya, haha, " balas Sandrina sambil tertawa kecil. Sedangkan Elnath sudah memegangi kepalanya sambil mendesis, rasa sakit itu kembali muncul ketika mendengar ucapan Aurel tadi, itu adalah kalimat yang pernah diucapkan Elnath semasa kecil. Memory-memory tentang kejadian di masa lalu itu kembali menyerang kepalanya dengan kejam. Tak mampu menahan semua itu, Elnath terjatuh tak sadarkan diri.

"Elnath!"

***

Gimana nih kelanjutan ceritanya ...
Simak terus yah...
Jangan lupa TEKAN BINTANG di pojok kiri bawah🤗 sebagai dukungan untuk aku.
Komen juga yah, biar aku makin semangat Update😀

See u on next Chapter 😉

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp