Chapter 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


🍦 Selamat Membaca 🍦

~Tidurku indah karena bermimpi tentangmu, dan hariku sempurna karena hadirmu.~

~Rafaelnath Adeleon.

***

Diam

Chaca hanya diam. Sedari tadi ia hanya memandang lurus jalanan dengan tatapan kosong. Entah apa yang sedang ia pikirkan, tetapi itu sukses membuat Elnath yang sedang menyetir menjadi penasaran.

"Cha … kamu mikirin apa, sih?" tanya Elnath. Sesekali ia melirik ke arah Chaca lalu kembali fokus ke jalanan.

Chaca tak menjawab.

"Cha …," panggil Elnath sekali lagi.

"Hmm?" Chaca hanya membalas dengan dehaman.

"Kamu kenapa, sih? Ada masalah? Tadi guru marahin kamu lagi? Atau dijahilin sama Sandrina? Ngomong dong, Sayang. Jangan diem terus."

"Chaca takut, El."

"Takut kenapa? Takut sama Aura?" tebak Elnath.

"Chaca takut kalau Aura beneran ambil Elnath dari Chaca," jawab Chaca dengan suara khasnya yang imut.

Elnath terkekeh geli. "Cha … Aura nggak akan bisa kok, ambil Elnath dari Chaca. 'Kan Elnath maunya sama Chaca aja, Chaca itu bagian dari hidup Elnath, gimana Elnath bisa hidup kalau nggak sama Chaca?" tutur Elnath terkesan lebay.

"Benelan?" tanya Chaca dengan suara yang dicadelkan, Chaca menatap Elnath dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Ia benar-benar takut jika Elnath meninggalkannya.

"Iya, Cha. Udah, jangan sedih ya. Mau mampir ke Mini market?" Chaca langsung mengangguk setuju. Ia sangat senang jika diajak Elnath ke Mini market maupun Super market, yang penting di toko itu ada es krimnya.

Chaca adalah penggila es krim. Walaupun suasana hatinya sedang buruk atau sedang menangis, ia akan melupakan semua itu ketika dibujuk dengan es krim. Sehari tanpa es krim, akan terasa hampa bagi Chaca. Padahal Chaca mudah sekali jatuh sakit, terutama demam. Namun, Chaca benar-benar tidak bisa jika harus berpisah dengan es krim walau sehari saja, sama halnya seperti ia tidak bisa berpisah dengan Elnath.

🍦🍦🍦

Di teras rumah Chaca, Elnath terus memandangi Chaca yang sedang makan es krim sampai belepotan.

"Chaca suka banget sama es krim?" Chaca mengangguk mantap.

"Kalau sama Elnath? Suka nggak?"

"Suka," jawabnya sambil terus menjilati es krim coklat di tangannya.

"Lebih suka Elnath apa es krim?" Pertanyaan Elnath kali ini membuat Chaca berhenti dan berfikir. Ia tampak kebingungan.

"Emm … Chaca bingung," jawabnya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Jadi lebih milih es krim, nih?" Elnath memasang mimik kecewa.

"Ih … Elnath, Chaca nggak bilang gitu. Emm … gini aja, Chaca lebih milih kalau Elnath beliin Chaca es krim, hehe."

"Dasar kamu ini." Elnath mengacak rambut Chaca gemas. Sedangkan Chaca malah nyengir-nyengir seperti tanpa dosa.

Elnath melirik arlojinya, ternyata sudah menunjukan pukul empat sore, ia harus segera pulang. Setelah berpamitan dengan Chaca, ia melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah Chaca menyisakan sang pemilik rumah sendirian.

"Yah … Chaca sendiri lagi, deh," gumam Chaca. Ya, Chaca memang tinggal sendiri, orang tuanya sudah meninggal karena kecelakaan dua tahun yang lalu. Karena hal ini juga, ia sangat manja dan bergantung pada Elnath, hanya Elnath yang ia punya di sini.

Sebenarnya, waktu ia menghampiri Elnath ketika sedang bersandar di bawah pohon rindang yang berada di pinggir jalan, ia juga baru pulang dari pemakaman kedua orang tuanya. Ia berjalan ke Mini market untuk membeli es krim, saat ia keluar dari Mini market, ia tak sengaja melihat Elnath yang tampak kacau dan memutuskan untuk menghampirinya. Waktu itu ia hanya membutuhkan teman, tentu ia juga sangat terpuruk dengan kepergian kedua orang tuanya.

Mungkin inilah yang dinamakan takdir. Dua insan yang sedang terluka, dipertemukan untuk saling mengobati.

🍦🍦🍦

Selepas membersihkan badan dan mengisi perutnya, Chaca memilih untuk bersantai di depan televisi , serta membawa beberapa camilan untuk dijadikan teman nontonnya.

Ia menatap layar televisi dengan tatapan datar, dirinya sangat bosan, sudah berulang kali saluran televisi itu diubah, tetapi tidak juga ada acara yang menarik untuk ia tonton. Ia mengalihkan pandangannya ke benda pipih dengan logo buah apel digigit itu. Ia heran, kenapa ponselnya sunyi sekali.

"Kuota Chaca abis?" monolognya, sambil mengotak-atik menu di benda pipih itu. Ternyata ia lupa menyalakan data seluler, pantas saja, tak ada satupun notifikasi yang masuk.

Selang beberapa menit setelah ia menghidupkan data selulernya, pesan-pesan yang tertahan sebelumnya langsung masuk secara beruntun. Notifikasi dari Line, Instagram, Twiter dan Whatsapp masuk secara bersamaan.

Ada satu pop up dari Whatsapp yang menyita perhatiannya. Bibirnya tersungging dan tangannya langsung tergerak untuk membuka pesan itu.

*

Elnathbear🐻💕

Aku udah nyampe, kamu jangan lupa makan.😘
17.02

Kamu lagi ngapain?
17.45

Cha? Kok nggak aktif?👀
17.50

Tidur, ya?🙄
17.51

Tumben jam segini udah tidur?
17.51

Yaudah, tidur yang nyenyak, ya. Nice dream, Sayang.🤗
17.52

Maaf baru balas, tadi lupa nyalain
data seluler, hehe.😋
18.30

( ... )

(Elnathbear🐻💕 sedang mengetik)

*

Chaca merasa senang saat melihat respon Elnath yang cepat, ia memeluk ponselnya sambil senyum-senyum tidak jelas. Menurutnya itu adalah kebahagian tersendiri.

18.30 mengirim.
18.30 dibaca.
18.30 mengetik.

Sesederhana itu, Elnath mampu membuat Chaca senang. Wanita mana yang tidak menginginkan hal seperti itu.

*

Elnathbear🐻💕
Iya, Sayang. Gapapa kok.
18.30

Chaca tidur dulu, ya.
18.33

Mau tidur sekarang?
18.33

Iya, Chaca ngantuk.
18.34

Yaudah, selamat malam my baby. Nice dream. 🤗❤
18.35

Malam juga, El.❤
18.35

*

Setelah itu, Chaca langsung memunguti satu per satu sampah bungkus camilannya, tak lupa mematikan televisi lalu melangkah ke dalam kamarnya yang bernuansa soft blue itu. Setelah meletakkan ponsel di meja belajar, ia merebahkan tubuhnya di kasur sambil memeluk boneka Doraemonnya yang berukuran sedang, lalu memejamkan matanya.

Belum ada lima menit ia terpejam, notifikasi yang entah dari siapa itu terus mengganggunya. Ia tau itu bukan dari Elnath, sebab ia sudah memasang notifikasi khusus untuk pesan dari Elnath.

"Siapa, sih. Ganggu Chaca tidur aja." Chaca beranjak dari posisi tidurnya, dan melangkah menuju meja belajar dengan malas.

Ia terbelalak kaget ketika melihat pesan dari kedua sahabatnya sangat banyak, notifikasi tak berhenti berbunyi walaupun ia sudah memegang ponselnya. Karena penasaran ia membuka pesan-pesan itu.

GibahanCecan💋
(Berlian Valerin🦄, Jevelin Sandrina🐮, Anda)

Jevelin Sandrina🐮
Cha….
Chaca….
Chaca merica hey-hey.

Berlian Valerin🦄
Marica, San. Yang bener😬

Jevelin Sandrina🐮
Bodo, ah. Yang penting mana Chacanya.

Berlian Valerin🦄
Tag aja. Spam juga

Jevelin Sandrina🐮
Oke gas
@.Chocochaca🍫
@.Chocochaca🍫
@.Chocochaca🍫
@.Chocochaca🍫

Berlian Valerin🦄
Molor kali tu anak.

Chocochaca🍫
Kenapa, sih? Pada kangen Chaca, ya?😌

Jevelin Sandrina🐮
Kangen? Idih. Noh, tugas yang kangen ama lo.

Chocochaca🍫
Tugas apa? Emang ada?

Berlian Valerin🦄
Pake nanya lagi, tugas Geografi yang 15 halaman itu udah belom? Besok ada ujian Ekonomi juga.

Chocochaca🍫
Yah … Chaca lupa nih. Gimana dong?😭

Berlian Valerin🦄
Buruan sana kerjain, belajar juga.

*

Tak berniat membalas pesan kedua sahabatnya lagi, Chaca langsung bergegas mencari buku-buku pelajarannya. Ia harus menyelesaikannya malam ini juga, mengingat kalau guru geografinya sangat galak.

Sudah menjadi ciri khas Chaca kalau lupa dengan yang namanya tugas. Sahabatnya selalu mengingatkannya setiap hari, tetapi, kebiasaan Chaca tetap tidak berubah.

Jam menunjukan pukul 23.13. Namun, Chaca baru menyelesaikan 13 halaman. Belum lagi harus belajar ekonomi. Sungguh, Chaca sudah sangat mengantuk, tetapi ia harus menyelesaikannya jika tak mau dihukum lagi oleh Bu. Lilik guru geografi.

🍦🍦🍦

Chaca menyusuri lorong dengan langkah gontai, tujuannya saat ini adalah toilet. Ia diperintahkan untuk mencuci muka oleh Bu. Lina, sebab tertidur ketika pelajaran sejarah sedang berlangsung.

Chaca sangat mengantuk, semalam ia tak cukup tidur karena harus menyelesaikan tugas dan belajar sekaligus. Untung sahabatnya mengingatkan, kalau tidak, mungkin saat ini ia tengah menjalani hukuman di lapangan yaitu dijemur sampai kering seperti ikan asin.

Chaca menyalakan keran air dan mulai membasuh wajahnya. Toilet sangat sepi, tentu saja, ini masih jam pelajaran, semua siswa-siswi pasti sedang di dalam kelas masing-masing.

Tiba-tiba, Chaca mendengar suara pintu toilet ditutup dengan kasar. Ia sempat terkejut dan langsung mematikan keran airnya, kemudian ia melangkah perlahan menuju pintu.

"Hey, Cupu. Masih inget gue?" ucap gadis yang berada di dekat pintu itu. Gadis itu tersenyum devil sambil bersedekap tangan. Ia tidak sendiri, melainkan bersama dua orang temannya.

Chaca terdiam, tubuhnya menegang. Ia merasakan hal yang tidak baik akan menimpanya sebentar lagi, apa lagi gadis di depannya ini adalah Aura. Anak buah Aura berjalan mendekati Chaca, sebut saja Airin dan Aiko. Mereka adalah 3A atau Three angel yang ditakuti di sekolah. Siapapun yang berurusan dengan mereka akan mendapatkan hari-hari yang buruk di sekolah ini.

Baru beberapa langkah Chaca mundur ke belakang, tangannya sudah ditahan oleh Airin dan Aiko. Percuma saja jika Chaca memberontak, cengkraman Airin dan Aiko sangatlah kuat, apa lagi ia kalah jumlah.

"Ka-kalian mau apa!" tanya Chaca dengan raut ketakutan. Mendengar itu, Aura dan kedua temannya tertawa terbahak-bahak.

"Hahahahah … gue nggak minta yang macem-macem kok, gue cuma mau lo jauhin Elnath, gampang, 'kan?"  ucap Aura enteng yang langsung dibalas gelengan cepat oleh Chaca.

"Enggak, Chaca nggak mau jauhin Elnath!" tegas Chaca.

"Wah, wah, wah. Berani juga lo ngejawab kita. Putusin Elnath, atau hidup lo di sekolah ini gak akan tenang!" Mata Aura menatap Chaca tajam.

Tidak ada pilihan lain, Chaca ingin segera lepas dari Aura dan teman-temannya. Ia berpikir untuk meminta bantuan.

"Tolong! Siapapun yang ada di luar, tolo—"

Belum sempat Chaca melanjutkan, Airin sudah membekap mulutnya agar berhenti berteriak. Sepertinya Chaca salah, bukannya selamat, ia malah membuat Aura semakin marah.

"Lo udah nguji kesabaran gue! Seret dia masuk!" titahnya pada Airin dan Aiko.

Mereka membawa Chaca masuk ke salah satu bilik toilet yang berada di paling ujung dan jarang digunakan. Airin memasang plester di mulut Chaca dan Aiko mengikat tangan dan kaki Chaca. Chaca berusaha meronta tetapi cengkraman Aiko memaksanya untuk tidak banyak bergerak, bahkan ketika ia terus menggelengkan kepalanya agar Airin tidak dapat memasang plester dimulutnya, ia malah mendapatkan hadiah tamparan dari Airin.

Aura tertawa jahat. "Ini akibatnya kalau lo main-main sama Aura." Aura mulai mengguyur tubuh Chaca hingga seluruh tubuh Chaca dari ujung kepala sampai ujung kaki basah kuyup. Chaca terus berteriak walaupun tertahan, ia memejamkan matanya ketika air mulai meluncur dari atas kepalanya dan turun ke wajah mulusnya. Chaca menangis sejadi-jadinya, mau berteriak ataupun memberontak pun tidak akan berguna.

"Awas kalau lo berani lapor ke Elnath, gue akan kasih lo yang lebih parah dari ini," ancam Aura sambil menarik rambut Chaca, kemudian menghempasnya kasar hingga membentur tembok di belakangnya.

Setelah Aura puas menyiram Chaca, ia dan teman-temannya keluar dari bilik itu dan menutupnya kasar. Bahkan di luar pintu toilet pun ia beri tulisan 'Toilet rusak'. Mereka meninggalkan Chaca yang malang seorang diri di dalam bilik toilet itu dengan keadaan basah kuyup.

***

Cuma mau ingatin buat tinggalin jejak melalui VOTE dan KOMEN.
See u on next Chapter😚

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp