Chapter 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🍦 Selamat Membaca 🍦

~ Kau datang disaat seluruh dunia memusuhi diriku, dengan membawa pelita yang membuatku nyaman dalam dekapanmu.~

~ Rafaelnath Adeleon.

***

Sejak pulang dari Mini market dan mendapat pesan dari orang misterius, Chaca mencoba bersikap seolah tidak terjadi apa-apa kepada Elnath, bukanya tak mau bercerita, hanya saja saat ini Elnath sedang sibuk dengan tugas prakteknya. Chaca cuma tidak mau membebani Elnath, Chaca berpikir kalau yang mengikuti dan mengirim pesan padanya hanyalah orang iseng yang mau minta pulsa dan mungkin beberapa hari ini juga akan hilang sendiri lalu mencari target lain, jadi ia tidak perlu melapor pada Elnath dulu.

Saat ini Chaca sedang membuat coklat panas, sambil mengambil beberapa camilan yang tadi ia beli untuk dirinya dan Elnath sebagai teman marathon drama korea nanti. Ini semua karena Sandrina dan Berlin yang menyebarkan virus-virus drama korea ke Chaca hingga membuat Chaca ketagihan. Chaca sering-kali membayangkan bahwa dirinya dan Elnath-lah yang menjadi pemeran utama dalam drama itu, tak jarang jika Chaca baper sendiri sampai gigit-gigit bantal yang ada di sofa, ia sangat menyukai adegan romantis karena dia berharap Elnath juga akan melakukan hal romantis kepadanya, tapi sayang, Elnath sama sekali tidak peka.

Chaca melangkahkan kakinya menuju Elnath di ruang tengah yang sedang asik menonton televisi. Langkah Chaca terhenti ketika melihat ponselnya berada di tangan Elnath dan sedang ditatap serius.

Elnath memandang ke arah benda pipih itu dengan seksama, ditatapnya lekat-lekat, membuat gadis yang sedang membawa nampan di belakang sofa berdiri tegang seakan kehabisan oksigen. Ia menoleh kepada Chaca tanpa mengubah ekspresi seriusnya.

"Cha," panggil Elnath.

"I-iya, El," jawab Chaca gugup, ia berpikir kalau Elnath sudah membaca pesan itu, makanya tatapannya sangat serius.

Elnath menatap mata Chaca dari sofa, walaupun dari jarak jauh, Chaca tetap gelagapan sendiri, ia menelan salivanya dengan susah payah.

Bibir Elnath tiba-tiba membentuk garis lengkung ke bawah. "Chaca ih, punya foto baru tapi Elnath gak dikasih," rengek Elnath seraya nyusruk ke sofa.

Chaca memejamkan matanya dan bernapas lega, ia menetralkan kembali oksigen yang sempat ditahan oleh Elnath. Ternyata Elnath memandangnya begitu bukan karena pesan di ponselnya tapi karena foto yang baru ia ambil ketika hendak ke Mini market dan belum sempat mengirimkannya kepada Elnath, setiap foto Chaca yang ada di galeri ponselnya itu wajib ada juga di galeri ponsel Elnath, itu adalah permintaan Elnath. Chaca melanjutkan langkahnya, namun belum genap dua langkah, Elnath kembali membuatnya mematung di tempat.

"Eits, ada satu lagi." Ia menegakkan kembali tubuhnya dengan cepat dan raut wajah Elnath berubah menjadi serius lagi.

"Kamu ngapain nyimpan foto Anjar?" tanya Elnath sambil memasang muka kesal.

Chaca mengernyit, kemudian mengangkat telunjuknya dan menempelkannya ke dagu, ia tampak mengingat-ingat, ia merasa tidak pernah sama sekali menyimpan atau mengambil foto teman sekelasnya yang terkenal kutu buku dan pendiam itu. Keningnya berkerut dan bola matanya melirik ke langit-langit.

Melihat ekspresi Chaca, pipi Elnath spontan menggembung karena sudah tidak tahan lagi menahan tawa, ia sukses mengerjai Chaca dengan mengatakan kalau di ponselnya ada foto Anjar, orang yang masuk daftar human menyebalkan bagi Chaca, karena cowok berkacamata itu selalu mengadu pada guru piket ketika kelas Chaca jam kosong, kesempatan Chaca untuk tidur selalu hilang karena guru pengganti panggilan Anjar selalu datang.

"Elnath!" teriak Chaca ketika sadar jika dirinya dikerjai. Ia mempercepat langkahnya lalu segera meletakkan nampan di atas meja dan langsung menyambar bantal yang ada di sofa untuk dihantamkan pada Elnath.

"Hahahah … ampun, Cha, ampun." Elnath berusaha mundur sampai tak bisa menghindar lagi karena sudah berada di ujung sofa. Alhasil kini dirinya menjadi sasaran empuk untuk ditimpuki Chaca dengan bantal-bantal yang ada di genggamannya.

"Uh, rasain tuh, Elnath nyebelin! Ngerjain Chaca terus!" Chaca tak henti-hentinya memukul Elnath, malah ia berusaha menambah tenaganya, padahal sudah jelas ia kelelahan.

Merasakan pukulan bantal yang mulai melemah, Elnath merebut bantal itu dengan sigap lalu membuangnya ke sembarang arah dan langsung menarik Chaca ke dalam pelukannya, sehingga gadis itu langsung jatuh menimpa tubuh tegap milik Elnath, kedua lengan Elnath mengunci pergerakan Chaca yang hendak meronta.

"Elnath lepasin Chaca!" pinta Chaca sambil terus mendorong dada bidang Elnath.

"Gak mau! Elnath mau peluk."

"Tapi El—"

"Sstt … Elnath cuma mau peluk," lirih Elnath, pelukannya pun melembut, dan Chaca sudah tak meronta lagi.

Chaca mendongak menatap Elnath, ia menemukan mata teduh itu kini tengah terpejam, Chaca menangkap siratan kesedihan dibalik mata itu, seperti sedang memikul beban dan luka.

"El?" panggil Chaca perlahan.

"Hmm?" Elnath hanya membalas dengan dehaman.

"Emm … berantem lagi ya sama ayahnya Elnath?" tebak Chaca.

"Iya," jawab Elnath singkat.

Mendengar itu, Chaca memilih merebahkan kepalanya di dada bidang Elnath, ia mendengar degup jantung Elnath sedang tidak beraturan, sepertinya Elnath sedang berusaha meredam emosinya. Suasana mendadak hening, dirinya bingung harus melakukan apa. Tiba-tiba ia merasakan surainya di belai lembut.

"Cha, jangan tinggalin Elnath ya, cuma Chaca yang bisa ngertiin Elnath, seperti mama Elnath dulu," ucapnya lirih dengan mata masih terpejam, ia mengeratkan pelukannya terhadap Chaca. Chaca pun melakukan hal yang sama, yaitu membalas pelukan Elnath. Walaupun Elnath lah yang selalu menghibur dan melindungi Chaca, tetapi lelaki itu juga punya sisi lemah dalam dirinya.

"Chaca nggak akan ninggalin Elnath kok, 'kan yang Chaca punya cuma Elnath, Chaca gak punya siapa-siapa lagi." Mata Chaca mulai berkaca-kaca.

"Beneran?" Elnath memastikan, dan dibalas anggukan oleh Chaca.

Ide jahil terlintas di pikiran Chaca, hutang Elnath karena mengerjainya belum dibayar tuntas. Chaca diam-diam mulai menggerakan jarinya untuk sedikit turun ke perut Elnath.

"Eh eh, Cha. Geli tau. Apa sih Cha, hahahah," pekik Elnath saat Chaca mulai menggelitiki perutnya.

"Tuh rasain, salah sendiri ngerjain Chaca," ucap Chaca masih tak mau menyudahi aktifitasnya.

"I-iya deh, Elnath gak ngerjain Chaca lagi, please udah dong, Cha," pinta Elnath dengan nada memohon. Akhirnya Chaca pun menghentikan aksinya dan turun dari atas tubuh Elnath.

Elnath bangkit, merubah posisinya menjadi duduk, kemudian ia mengambil cangkir yang berisikan coklat panas buatan Chaca lalu menyesapnya sekilas sambil melirik arlojinya.

"Yah, udah malem nih, Elnath pulang ya, Cha."

Raut wajah Chaca mendadak ditekuk, ia menoleh ke arah jam dinding sekilas, dan benar, sekarang sudah pukul sepuluh malam.

"Cepet banget sih, jamnya bikin kesel deh," ucap Chaca sambil bersedekap tangan.

Melihat tingkah lucu Chaca, Elnath pun terkekeh. "Hahahah, ya abisnya sama kamu sih, jadi gak kerasa deh."

Elnath beranjak dari duduknya lalu mengacak rambut Chaca pelan.

"Aku pulang ya, kamu habis ini langsung tidur, jangan begadang, good night baby," ucapnya lembut pada gadis yang sedang duduk tersenyum di depannya itu.

"Oke, daa." Elnath melambai ringan.

Chaca yang masih dengan posisi duduknya itu kemudian membalas lambaian Elnath sambil tersenyum, tetapi sejurus kemudian ia tersadar.

"Elnath! Bantuin Chaca beresin ini dulu ih!" teriak Chaca pada Elnath. Lihat saja, ruang tengah Chaca sudah mirip kapal pecah karena ulah Elnath, bungkus camilan dibiarkan berserakan, bekas kaleng soda yang tergeletak di lantai, dan jangan lupakan kulit kacang yang bertebaran dimana-mana, tentu ini semua membuat Chaca naik darah.

"Chaca beresin sendiri aja ya, Elnath mau … kaboooor," ucapnya lalu berlari setelah mengatakannya.

"Elnath nyebelin deh!" teriak Chaca pada Elnath yang terdengar sedang memundurkan mobilnya. Chaca mendengus kesal, terpaksa malam ini ia harus membereskan ini semua sendirian, tentu saja sendirian, Elnath saja sudah kabur duluan.

Chaca beranjak dari duduknya dan mulai memunguti satu per satu sampah yang ada di lantai, tetapi tiba-tiba ponselnya bergetar membuatnya menghentikan aktifitasnya dan beralih fokus sejenak kepada benda pipih yang tergeletak diatas sofa empuk itu.

Matanya membola ketika membaca isi pesan tersebut.

+62856952xxx
Sudah cukup senang-senangnya?

Kekasihmu sudah pergi, sekarang hanya tersisa kita berdua, Morisscha Auzee.

Chaca terkejut dengan deretan kata yang berbaris rapi di pesan itu, nomor yang terpampang adalah nomor yang sama dengan yang menghubunginya tadi.

Bagaimana bisa orang itu tau namaku dan juga Elnath?, batinya bertanya-tanya.

+62856952xxx
Kenapa? Kaget? Atau bingung?

Satu pesan lagi masuk, dan itu sukses membuat bulu kuduk Chaca berdiri karena seolah sedang diawasi, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, berniat untuk mencari apakah ada seseorang di sana, namun tidak menemukan siapapun.

Chaca menjerit ketika lampu rumahnya tiba-tiba padam. Sekarang ia ketakutan, sekitarnya benar-benar gelap, dan hanya ponselnya yang mengeluarkan cahaya.

+62856952xxx
Jangan coba cari siapa aku jika kamu ingin tetap baik-baik saja.

Sekarang Chaca benar-benar yakin, orang misterius itu mengawasinya saat ini.

"Siapa kamu! Mau apa!" teriak Chaca menggema di ruang tengah. Tidak ada jawaban, yang ada hanya balasan pesan.

+62856952xxx
Tidak perlu tau siapa aku, tapi akan kupastikan seseorang yang berarti dalam hidupmu sebentar lagi akan tiada.

Elnath, Chaca langsung kepikiran sosok pemuda itu, Elnath-lah yang berarti di hidupnya saat ini, ia baru saja bersama dengan Elnath, apakah sekarang Elnath baik-baik saja? Pikiran-pikiran itu langsung merasuki otak Chaca. Keringat dingin sudah mengalir di pelipisnya, Chaca cepat-cepat menyalakan Flash ponselnya dengan tangan yang sedikit bergetar, kemudian melangkah perlahan ke depan untuk menyalakan kembali saklar listrik rumahnya.

Baru sampai Chaca di ruang tamu, lampu rumah Chaca kembali menyala, namun ia menemukan hal aneh di jendelanya. Coret-coretan dengan tinta merah yang membuatnya bergidik ngeri.

Coretan itu bertuliskan….

You
Must
Die

***

Hallo kalian yang udah baca part ini, jangan lupa VOTE dan KOMEN yah.

See u on next chapter😉

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp