Getaran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Matahari mulai naik dari ujung timur, tetapi Arabigail sudah terjaga saat waktu masih fajar. Dia mempersiapkan kudanya juga dirinya.

"Hey Davy, cepatlah bangun dari tidurmu," ucap Arabigail, tetapi Davy sama sekali tidak menggubris.

Lalu Arabigail mendekat dan menggoyangkan kaki Davy agar segera terbangun, "Hey! Bangunlah. Cepat!" Suaranya ia naikkan sedikit berharap bisa membuat Davy terjaga.

Namun tidak seperti yang ia harapkan, dengan nafas yang Arabigail buang secara kasar mulutnya mulai merapalkan sesuatu dan meniup mata Davy.

Si rambut merah yang semula tidurnya tenang saja, tiba-tiba merasakan debaran yang begitu cepat serta gejolak rasa yang memacu dirinya untuk cepat-cepat membuka matanya atau ia akan berada dalam bahaya.

"Sudah bangun?" Tanya Arabigail tanpa minat, sedangkan Davy? Ia masih dalam keterkejutannya.

"APA ITU TADI?! KAU MELAKUKAN APA?!" Davy berteriak membuat Arabigail memutar bola matanya dengan malas, "Hanya membantumu."

"Benarkah?! Membantuku dengan cara, mengeluarkanku dari mimpi!? Idiot!"

"Simpan umpatanmu yang lain untuk nanti. Kita akan butuh lebih dari banyak tenaga di sana," sahut Arabigail semakin membuat Davy tersulut emosi.

Saat Davy ingin menyemburkan api, Arabigail menatap lekat mata Davy, dan melakukan telepati, membuat Davy kembali tenang dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan.

"Bagaimana kau bisa? Dari ras mana dirimu?" Davy terkesan, bahkan sorot matanya sekarang seakan memuja Arabigail dengan penuh. Sensasi ketika sesuatu dapat melihat ke dalam dirinya itu benar-benar hal yang baru baginya dan hal itu terasa ....

Luar biasa.

"Kamu memang lelaki yang cerewet."

____________________________

Elmeira, merenung di ruangan itu. Kepalanya menunduk, akmanya terus mengeluarkan air, isakan yang terdengar dari mulutnya semakin lirih terdengar, pikirannya melayang entah kemana, hatinya sungguh tak sehat.

"Lepaskan aku, kumohon," pintanya tak lelah, seraya berharap akan ada yang menolongnya.

Tapi apa? Yang ia dapat hanyalah kekosongan. Tak ada apa-apa di dalam sana.

Kruukk!

Perutnya bersuara, tangan yang gemetar itu memegang perutnya yang telah kosong selama dua hari ke belakang.

"Beri aku makan, kumohon," gumamnya dengan kedua telapak tangan yang bersatu, dan mata yang terpejam. Berharap siapa pun yang mendengarnya sekarang dapat mengabulkan permintaannya.

Lalu Elmeira mengulang terus-menerus kalimatnya. Tapi apa? Ia tak mendapat apa-apa.

'Ibu, Elmeria rindu.' Gumamnya lagi dalam hati.

Apa aku akan diselamatkan? Mungkinkah aku selamanya terkurung di dalam sini?

Elmeira kembali menangis, pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar di benaknya, Elmeira terus menangis sampai terlarut dalam tidur.

Tidur yang tersiksa karena rasa lapar itu terus menggerogotinya.
____________________________

Laki-laki yang mengurung Elmeira itu menyeringai, dan tersenyum puas ketika melihat penderitaan Putri kerajaan itu di sebuah bola kristal.

"Apa kau akan terus menyiksanya? Kenapa tak langsung dihabisi saja?" Tanya perempuan, berbibir tebal dengan menatap laki-laki yang cukup menyedihkan itu. Pikirnya.

"Jika aku membunuhnya aku tidak akan mendapat kepuasan, jadi aku ... akan menyiksanya sampai dirinya menemui kematian itu dengan sendirinya," jawab pria itu dengan senyum jahat di akhir kalimatnya.

"Kapan kita menjalankan rencana?" Tanya wanita satunya. "Jika sang penyelamat Putri itu datang." Seringai keluar, rahang pria itu mengeras ketika mengingat nama itu.

Arabigail Greyflitch

____________________________

"Kau tahu di sana banyak bahaya?" Tanya Davy seraya mengendarai Leo, sedangkan Arabigail? Dia di belakang Davy dengan tangan yang kaku memegang kedua sisi pinggang lelaki yang sedang mengendarai di depannya.

Tak ada jawaban? Ini bukan karena kedinginan seorang Arabigail, tapi karena dia terlalu larut dalam kegugupannya.

"Hey jawab aku!"

"Ah iya apa?" Sahut Arabigail asal, dan sekarang dirinya terlihat idiot di mata Davy.

"Tidak lupakan ... kau menyebalkan,"

"Tunggu."

Arabigail menyuruh Davy untuk memberhentikan Leo. "Ada apa?"

"Ada yang mengawasi kita dari atas," bisik Arabigail menjawab pertanyaan Davy, sontak saja Davy mendongakkan kepalanya.

Plak!

"Hei! Kenapa kau memukul kepalaku?" Seru Davy.

"Kau idiot?! Itu terlalu mencolok bodoh," balas Arabigail dan dia mulai turun dari Leo, lalu mengambil busurnya.

Matanya terpejam, pendengarannya beraksi sedikit saja pergerakan akan menimbulkan suara. Arabigail akan menemukan dari mana asalnya.

Sedangkan Davy? Dia ikut turun, namun memandangi gerak-gerik Arabigail yang sangat terlihat waspada.

Kepalanya menoleh ke barat lalu mendongak, dan menembakkan anak panahnya ke salah satu pohon pinus.

"Akhhh," rintih seseorang saat anak panah yang dilesatkan Arabigail tertancap pada bahunya dan membuatnya mengeluarkan cairan merah pekat berbau amis.

Davy yang mendengar itu berlari dan Arabigail hanya berjalan santai. Seseorang yang terkena panah dari Arabigail langsung menarik anak panah yang menancap pada bahunya.

"Aaaakkhhhh!" Jeritnya ketika anak panah itu terlepas, spontan dirinya terjatuh dari atas pohon namun berhasil di tangkap oleh Davy.

'Eh? Apa ini? Cantik sekali~' batin Davy berucap ketika memandangi seseorang yang jatuh, dia adalah wanita dengan titik kecil berwarna biru di dahinya.

"Estefania Akvordy, 19 tahun," ujar Arabigail, membuat Davy menoleh ke arahnya dan menatapnya sedikit terkejut.

"Kau masih terkejut? Ini kemampuanku. Ayok bawa dia ke Leo, kita cari sumber mata air terdekat dan singgah di sana, cukup perjalanan kita hari ini."

.

.

.

Estafania membuka matanya, badannya terasa sakut saat dirinya mencoba bangun dari tidurnya.

Dia melihat sekeliling dan ada api yang menyala di atas bara, "Akhh," rintihnya saat ia menggerakan bahu sebelah kanannya.

Matanya tertuju pada luka yang terlapis kain itu, "Ah aku ingat!" serunya tertahan, dengan tergopoh ia mencari sesuatu yang ada di pingganya, dan sebuah pisau berada di genggaman Estefania.

Davy dan Arabigail mencari tanaman penyembuh untuk Estefania, dan mereka sudah menemukannya.

Saat mereka balik tidak ada Estefania di tempatnya, "Dimana dia?" tanya Davy pada Arabigail, membuat yang ditanya mencibir.

"Sejak tadi aku bersamamu bodoh," umpat Arabigail.

"Jadi? ... Ah! Lepaskan," kalimat yang ingin diucapkan oleh Davy terpotong karena Esefania tiba-tiba datang dan mengunci pergerakkan Davy.

"Hei! Kau, tenanglah kami akan membantumu," ucap Arabigail seraya mendekat ke arah Stefania dan Davy.

"Jangan mendekat! Atau dia akan kubunuh!" Ancam Estefania dengan ujung pisau yang ditempelkan pada leher Davy.

"Okay-okay, tenanglah," balas Arabigail menjatuhkan semya barang yang dia pegang, dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Estefania memandang Arabigail dengan tatapan sedikit was-was, pegangannya pada Davy sedikit melonggar karena tak fokus pada satu titik.

Davy tak menyia-nyiakan kesempatan itu, dirinya langsung memegang dan memutar tangan Estefania ke belakang.

"Akh," pekiknya saat tangannya diputar ke belakang.

"Tenang, kami teman dan akan mengobatimu. Okay? Percaya pada kami," jelas Davy menenangkan Estefania, dan perlahan melepaskannya.

Lalu Arabigail mendekat, dengan tatapan takut Estefania mencoba percaya pada mereka.

"Apa yang akan kau lakukan?!" tanya Estefania dengan nada tinggi saat Arabigail mengambil kembali daun yang ia jatuhkan.

"Hanya mengobatimu," balas Arabigail santai, dengan tangan yang memegang bahu Estefania, dan membuka kain yang membalut luka tersebut.

"Apa akan sembuh? Ini sakit ...." lirih Estefania ketakutan, dia sangat takut dengan luka yang berada di tubuhnya.

"Tentu. Akan kuusahakan itu!" Seru Arabigail menenangkan Estefania, tangannya terulur memberikan olesan lembut pada pinggiran luka itu, dengan daun yang sudah ia kunyah.

Dioleskan daun halus tersebut tepat di atas luka Estefania. Dan dengan ajaibnya sebuah cahaya abu-abu yang sedikit terang muncul di balik luka tersebut.

"Wahhh, apa ini?" kagum Estefania dan Davy, sedangkan Arabigail? Dia fokus membaca mantra.

Cahaya itu pun perlahan menghilang dan memudar, "Ini cara tradisional nenekku untuk menyembuhkan luka yang di sebabkan senjata," jelas Arabigail pada mereka berdua.

Estefania langsung menatap lukanya saat tangan Arabigail menjauh, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat bahunya yang mulus tanpa luka, Estefania hanya melihat sebuah tanda anak panah berwarna abu-abu.

"Sangat luar biasa!" Estefania memandang binar Arabigal dengan lamat. Seolah perasaan buruk yang ia rasakan sejak malam menghilang begitu saja tanpa teesisa sedikit pun.

....

1.195

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro