𝐆𝐔𝐀𝐑𝐀𝐍𝐓𝐄𝐄: BAB 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Appa, aku akan pulang cepat hari ini. Kita bicara lagi di rumah nanti ya?" Soobin mendongak dan menatap Yeonjun sepenuhnya setelah selesai mematikan panggilan.

"Maksudku, aku tidak akan membelimu untuk dijadikan budak atau semacamnya, kau tahu. Ini bukan perdagangan manusia," kata Yeonjun sambil mengangkat bahunya secara sekilas, mencoba memberikan penjelasan. Soobin melirik ke sekitar, ia baru sadar jika mereka berdua masih ada di luar jadi tanpa menunggu persetujuan dari Yeonjun ia langsung menarik tangan pria itu untuk pergi ke tempat yang lebih sepi. Soobin tidak mau percakapannya dengan Yeonjun akan didengar oleh orang lain.

"Apa yang appaku janjikan padamu?" tanya Soobin begitu mereka tiba di tempat yang dirasa lebih aman. "Kalian hanya memperjual-belikan aku atau ada hal lainnya lagi yang menjadi jaminan?" katanya lagi seraya meringis pelan, mengatakan diri sendiri telah dijual membuatnya merasa miris. Tidak pernah sekali pun di dalam hidupnya ia merasa serendah ini.

Yeonjun sedikit terkejut melihat perubahan ekspresi Soobin yang tadinya sedih sekarang menjadi sangat serius. Pria itu menggeleng pelan. "Tidak ada."

Soobin pun langsung menghela nafasnya panjang, setidaknya hal lainnya tetap aman meski masih ada taruhan yang cukup besar---yaitu dirinya sendiri. Pria itu mengusap wajahnya, merasa kalau semua ini adalah karma hingga takdir menjebaknya untuk berada dekat dengan orang yang dulu sudah ia tolak tanpa beban.

Lucu sekali.

"Aku hanya meminta dirimu sebagai jaminan, tidak ada yang lain lagi," tambah Yeonjun lagi memperjelas ucapannya sebelumnya. "Karena yang aku inginkan hanya kau, Choi Soobin." Yeonjun tersenyum sambil mencondongkan tubuhnya ke depan hingga wajahnya hampir saja menyentuh wajah Soobin jika pria itu tidak dengan cepat menghindar dengan mundur satu langkah ke belakang.

Soobin sudah cukup jelas dengan penolakannya, tapi tampaknya hal itu sama sekali tidak berpengaruh karena senyuman Yeonjun bahkan tidak luntur sama sekali.

"Kepalaku rasanya mau pecah," ujar Soobin seraya membuang nafasnya kasar. Ia mencoba memahami segalanya namun selalu gagal menemukan titik terang.

"Kenapa?" Suara Yeonjun yang bertanya begitu santainya, membuat emosi Soobin sedikit tersulut. Bisa-bisanya pria itu bertanya padahal sumber yang membuat Soobin pusing adalah dirinya sendiri.

"Oh tunggu," kata Yeonjun lagi yang teringat akan sesuatu. Ia menegakkan tubuhnya lagi dan kini menatap seseorang yang lebih tinggi beberapa centi di depannya dengan dahi yang mengernyit samar. "Apa aku belum bilang jika aku memintamu sebagai jaminan karena aku ingin menikahimu?"

"APA?" pekik Soobin yang sedikit mengejutkan Yeonjun.

"Ayo menikah denganku, Soobin-ah." Tanpa menunggu persetujuan apapun dari lawan bicaranya, lelaki berambut hitam itu sudah lebih dulu menarik sebelah tangan Soobin dan mengecupnya beberapa detik. Namun dengan segera terlepas begitu Soobin menarik tangannya.

"Aku bukan lagi Yeonjun yang tidak punya masa depan, sekarang masa depanku sangat cerah hingga aku bisa membelimu dengan sangat mudah," beritahu Yeonjun dengan senyuman lebar khasnya hingga matanya terlihat hampir terpejam. Entah mengapa ucapannya barusan terasa seperti tengah mengejek, Soobin sampai tanpa sadar sudah membuka mulutnya lebar ketika mendengar ucapan gamblang tersebut.

"Jadi sebenarnya ini semua rencanamu sejak awal?"

"Tidak juga," jawab Yeonjun yang mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Aku benar-benar marah ketika mendengar kabar soal penggelapan dana itu dan aku memang berniat akan menuntut ayahmu jika saja aku tidak segera tahu bahwa kau adalah anaknya," jelasnya secara terus terang cukup membuat Soobin menelan ludahnya dan terdiam.

Jika benar Yeonjun menuntut ayahnya, maka sudah tidak akan ada lagi masa depan bagi perusahaan dan keluarganya. Soobin langsung menggeleng kencang begitu pemikiran buruk mulai kembali merayapi kepalanya.

"Dan kebetulan perusahaan yang sudah dirugikan oleh ayahmu adalah perusahaan milikku. Bukankah sepertinya kita memang berjodoh?"

Lagi-lagi takdir mempermainkannya.

Melihat Soobin yang terus saja terdiam dan menunduk membuat perasaan Yeonjun menjadi campur aduk. Ia ingin sekali mencium Soobin.

"Soobin-ah, aku mencintaimu," ujar Yeonjun yang kembali menyatakan cinta seperti beberapa tahun yang lalu. Pria itu berusaha untuk menyentuh tangan Soobin, namun ditepis begitu saja.

"Jangan menyentuhku."

"Ayo menikah denganku."

"Dasar gila!"

"Aku memang gila," balas Yeonjun cepat. Ia kemudian menarik paksa Soobin hingga mendekat padanya. "Aku bahkan sudah terlalu gila sampai berani membelimu dari orang tuamu sendiri.

"Itu semua aku lakukan karena aku mencintai Soobin, aku ingin bersama dengan Soobinku."

Soobin rasanya ingin menghilang dari dunia saja.

***

Kepalanya terus saja memikirkan kejadian yang terjadi kemarin lusa di kantor, Soobin bahkan sampai tidak bisa fokus untuk melakukan apapun. Kue kering di tangannya sudah lama tergantung di udara tanpa ada tanda-tanda akan dimakan sama sekali, hal itu tentu tak lepas dari pandangan dua manusia yang tengah berada satu ruangan bersama dengannya sekarang.

"Soobin hyung!"

Soobin terlonjak begitu mendengar panggilan tersebut, matanya mengerjap beberapa kali. Pria itu akhirnya sadar jika dirinya tidak sedang sendirian di sini.

"Kau kenapa melamun saja sejak tadi, hyung?" tanya seseorang dengan warna rambut paling terang diantara mereka, lelaki yang lebih muda dua tahun di bawah Soobin bernama Hueningkai, atau secara singkat biasa dipanggil Hyuka oleh Soobin.

"Ah, maafkan aku. Aku tidak sadar sudah melamun sejak tadi," balas Soobin yang berdusta, siapapun yang melihat juga tahu jika Soobin tampak tidak baik-baik saja.

Beomgyu, sebagai satu-satunya orang diantara mereka yang memahami masalah Soobin pun akhirnya ikut bersuara. "Kau masih memikirkan soal hutang itu?" tanyanya sedikit hati-hati, takut membuat Soobin semakin bersedih jika ia membahas hal ini lagi.

"Hutang?" Hueningkai mengernyitkan dahinya, tanda ia tidak mengerti. "Sejak kapan Soobin hyung mempunyai hutang? Hutang apa??"

"Pamannya menggelapkan dana perusahaan yang sudah bekerja sama dengan perusahaan ayah Soobin, mereka hampir saja menuntut jika Soobin tidak segera membayarkan uang ganti rugi itu," jelas Beomgyu pada Hueningkai, ia merangkum semua masalahnya agar bisa lebih mudah untuk dimengerti.

Mendengar penjelasan barusan tentu membuat Hueningkai syok bukan main, lelaki itu memasang wajah terkejutnya.

"Kenapa kalian baru memberitahuku, aku mungkin bisa membantu menambahkan uang ganti rugi itu!"

"Kau tidak akan bisa," sahut Beomgyu.

"Aku bisa mengusahakannya---"

"Kau tidak mungkin punya uang seratus miliyar, jadi lupakan saja," tukas Beomgyu memotong langsung ucapan Hueningkai yang belum sempat selesai. Kalimat tajamnya barusan berhasil membuat lelaki itu terdiam dan menutup mulutnya rapat, suasana pun berubah menjadi sedikit hening.

"Lalu bagaimana sekarang?" tanya Hueningkai dengan suara yang agak memelan, kepalanya menunduk.

"Sudahlah," kata Soobin yang baru bersuara. Pemuda itu mencoba untuk tersenyum menyangati kedua temannya yang kini ikut menjadi murung karena masalahnya, ia jadi merasa tidak enak.

"Aku sejujurnya sudah tidak memikirkan masalah uang lagi, semuanya sudah selesai. Ayahku tidak akan dituntut sama sekali," katanya lagi membuat Beomgyu maupun Hueningkai langsung mengangkat wajahnya tinggi dan menatap ke arah Soobin.

"Benarkah?!"

"Hah apa? Bagaimana bisa?"

Soobin terkekeh pelan melihat antusias mereka berdua ketika mendengar kabar baik barusan. "Ya, semuanya sudah teratasi jadi kalian tidak perlu bersedih seperti itu untukku."

Beomgyu memincing, menatap curiga ke arah Soobin. "Lalu mengapa wajahmu sejak tadi terlihat tidak bisa fokus? Kau bilang semuanya sudah selesai," tanyanya. Rupanya pria itu cukup peka, karena memang masih ada hal lain yang menjadi masalah.

"Apa kalian kenal Choi Yeonjun?" tanya Soobin tiba-tiba.

"Kenapa kau bertanya soal itu?" tanya Beomgyu balik yang menautkan kedua alisnya. "Hei, kau mau mencoba mengalihkan pembicaraan?"

Soobin dengan cepat menggeleng. "Tidak, aku serius. Apa kalian ingat siapa Choi Yeonjun?" tanyanya sekali lagi.

"Senior yang sangat terkenal di SMA-mu dulu, hyung?" sahut Hueningkai yang menjawab pertanyaan Soobin. Mereka memang berasal dari satu sekolah yang sama, jadi wajar jika Hueningkai juga tahu siapa itu Yeonjun apalagi dengan rekam jejak yang begitu jelas terdengar dimana-mana.

Sekali lagi, bukankah sudah disebut jika Yeonjun sangat terkenal di sekolahnya?

"Ya," jawab Soobin.

"Choi Yeonjun?" Beomgyu menaikkan sebelah alisnya, dia tentu masih ingat dengan nama itu tapi dirinya masih belum bisa menemukan hubungan antara sang senior dengan permasalahan yang tengah Soobin hadapi saat ini. "Ada apa dengan Choi Yeonjun?" tanyanya.

Soobin tersenyum kecut. "Perusahaan yang sudah dirugikan oleh pamanku adalah perusahaan yang dipegang oleh Yeonjun," katanya memberitahukan sebuah fakta yang berhasil membuat dua orang di dekatnya langsung membuka mata lebar.

"Choi Yeonjun? Choi Yeonjun yang itu?!" teriak Hueningkai yang terkejut.

"Benar, Choi Yeonjun yang itu."

Semuanya pun seketika terdiam.

"Tunggu, apa?" Beomgyu tampaknya masih memproses semua yang ia dengar barusan. "Choi Yeonjun, senior yang setiap hari terlihat berantakan dan jarang mengerjakan tugas itu? Dia sekarang punya perusahaan?" katanya kembali mengulang informasi yang baru didapat agar tidak ada kesalahpahaman diantara mereka. Tapi memang hanya ada satu Choi Yeonjun yang mereka kenal, tentu saja mereka tidak salah orang.

"Aku sendiri juga terkejut mengetahuinya," balas Soobin, ia tertawa hambar. "Dan berita mengejutkan lainnya adalah, pria itu sudah menjadikanku sebagai jaminan hutangnya. Dia dan appaku membuat perjanjian tanpa persetujuan dariku.

"Sekarang aku tidak perlu memikirkan soal hutang, tapi aku mungkin akan ikut dengan Yeonjun sebentar lagi. Dia bilang aku harus ikut dengannya entah kemana," jelas Soobin panjang lebar menceritakan segala masalahnya pada kedua teman dekatnya tersebut. Minus dengan pernikahan yang sempat disinggung oleh Yeonjun, demi apapun, Soobin tidak mau membahas hal yang satu itu.

"Aku rasa dia masih memiliki perasaan padaku meski waktu itu sudah kutolak."

"Bukankah itu bagus?"

Kepala Soobin secara otomatis langsung menoleh cepat ke arah Beomgyu, mulut dan kedua matanya terbuka lebar mendengar komentar yang di luar dugaannya.

"Apanya yang bagus?!" balas Soobin tidak bisa menahan nada bicaranya yang sudah naik satu oktaf. Huening yang kebetulan duduk di sebelahnya sampai terlonjak kecil karena terkejut. Beruntunglah toko Beomgyu saat ini tengah sepi, jadi suara teriakannya barusan sama sekali tidak mengganggu siapapun.

Beomgyu dengan wajah acuh tak acuh mengangkat bahunya beberapa detik. "Kau jadi tidak perlu memikirkan soal hutang atau tuntutan apapun karena kau dan Yeonjun saling mengenal," katanya yang mencoba mengambil sisi positif dari masalah ini. "Beruntungnya lagi dia masih menyukaimu, kau jadi terselamatkan dengan hanya menjadi jaminannya. Dia tidak mungkin melakukan hal buruk padamu, kan?"

Kau tidak tahu jika dia ingin aku menikah dengannya!, teriakan Soobin yang hanya bisa ia ucapkan dari dalam hati. Pria itu akhirnya hanya bisa menggigit bibir bagian bawahnya dengan wajah kesal.

"Tapi aku tidak suka padanya. Dia sangat berantakan."

"Hey, bukankah itu dulu?" sahut Beomgyu lagi yang kini melipat kedua tangannya di depan dada dan menaikkan sebelah alisnya. "Dia sudah berubah bukan, kau yang bilang sendiri tadi. Dia bahkan jauh lebih kaya dari kita sekarang!"

Tidak ada yang salah sama sekali dengan ucapan Beomgyu, membuat Soobin akhirnya hanya bisa terbungkam.

"Beomgyu kau tidak tahu."

"Tidak tahu apa?" Beomgyu menatap Soobin dengan alis yang bertautan, menunggu lelaki itu untuk menyebutkan alasannya untuk tidak menerima bantuan Yeonjun.

Soobin menarik nafas, ia harus lebih terbuka pada kedua temannya.

"Yeonjun memintaku untuk menikah dengannya," kata Soobin dengan suara yang agak melemah di akhir.

"Lalu?"

Kepalanya langsung terangkat begitu mendengar komentar singkat Beomgyu. "Lalu?? Lalu kau bilang? Ini menyangkut masalah masa depanku, Beomgyu!" protes Soobin yang tidak terima dengan respon barusan.

"Masa depanmu hanya akan berujung suram jika Yeonjun tidak membantu atau bahkan memintamu menikah sekali pun."

"Iya, tapi..."

"Tidak perlu banyak berpikir, nanti kepalamu bisa meledak." Dengan cepat Beomgyu membalas ucapan menggantung temannya barusan. Ia tahu jika perkataannya terasa lebih mudah ketimbang Soobin yang menjalaninya, lelaki itu pun menghela nafasnya panjang. "Kau bisa mencobanya dulu, Soobin. Kalian bahkan sudah tidak bertemu sangat lama, siapa tahu Yeonjun akan lebih baik dan sudah banyak berubah?

"Lagipula dia kaya," tambah Beomgyu lagi di akhir membuat ucapan yang sebelumnya sempat menyentuh hati Soobin langsung berubah, pria itu mendelik setelah mendengar kalimat terakhirnya.

"Ayo kau menikah saja dengannya, nanti kalian bisa membuat pesta yang besar---oh! Oh! Atau kalian bisa menggelar acaranya di luar negeri lalu mengajakku dan Huening juga. Kita bisa sekalian jalan-jalan," ujar Beomgyu yang berubah bersemangat ketika menyebutkan hal-hal yang sedikit berhalusinasi itu.

Soobin rasanya ingin sekali memukul kepala Beomgyu, isi kepalanya saat ini bukannya solusi justru halusinasi. Apalagi soal pernikahannya dengan Yeonjun, Soobin sendiri saja tidak bisa membayangkan hal itu, bisa-bisanya dia berpikir sejauh itu. Beomgyu yang sadar kepalanya tidak aman pun langsung mundur dan menjauh lebih dulu dari Soobin, ia langsung memeluk lengan Hueningkai di sebelahnya dengan erat sambil menjulurkan lidahnya sekilas ke arah Soobin.

"Kau memang hanya ingin memanfaatkanku saja, bukan?!" tukasnya yang emosi. "Kau pikir menikah itu perkara yang mudah, apalagi Yeonjun dan aku sama-sama pria," kata pria jangkung itu yang kembali mendumal dengan bibir yang berbentuk bulan sabit terbalik.

"Kupikir kau memang gay." Hueningkai yang sejak tadi hanya menyimak perdebatan antara kedua hyung-nya itu kini mulai ikut angkat suara, namun ucapannya itu justru lebih mendukung Beomgyu ketimbang dirinya. Terlebih ia berbicara dengan wajah yang polos.

Soobin pun terkejut mendengar ucapan Hueningkai. "Yang benar saja," sahutnya.

"Tapi aku setuju." Tiba-tiba Beomgyu menyahut sambil mengangguk-angguk pelan, entah sejak kapan ia sudah tidak lagi memeluk lengan Hueningkai. "Kau selama ini hanya tebar pesona pada para gadis, tapi sekali pun tidak pernah punya keinginan untuk mengencani mereka.

"Apa kau pernah berpikir jika sebenarnya kau tidak tertarik pada mereka karena kau memang tidak menyukai perempuan?" tanya Beomgyu. Sebagai orang yang sering menjadi korban sasaran gadis-gadis korban buaian Soobin. Ia mulai masang wajah serius, membuat Soobin jadi kepikiran. Dia sekarang mulai overthinking.

Apa benar?

Hening, semuanya pun terdiam.

"Beomgyu hyung, kau membuat Soobin hyung jadi semakin kepikiran," suara Hueningkai yang kembali mencairkan suasanya yang sempat tegang. "Lebih baik kita makan dulu saja, bagaimana?" tanyanya seraya tersenyum, namun tampaknya kedua hyungnya ini masih saja terdiam.

"Ayo pergi ke WcD, aku yang akan traktir," kata Hueningkai yang sekali lagi mengajak.

"Aku ikut kalau begitu," balas Beomgyu yang langsung bangkit dari kursinya tanpa ragu setelah mendengar kata traktiran, membuat Hueningkai tertawa geli.

Soobin pun mau tidak mau akhirnya ikut dengan mereka berdua. Wajahnya tersenyum, namun sesungguhnya di dalam hati ia masih memikirkan semua yang diucapkan tadi. Tanpa bisa dicegah pikirannya terus bercabang kemana-mana. Semua kalimat itu berhasil mengguncang hatinya.

...........o0o...........

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro