𝐆𝐔𝐀𝐑𝐀𝐍𝐓𝐄𝐄: BAB 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di hari berikutnya Soobin masih juga terlihat memikirkan sesuatu. Hampir seharian penuh pria itu habiskan dengan melamun di depan meja kantornya, beberapa kali ia ditegur namun tetap saja Soobin masih belum bisa membuat dirinya lebih fokus untuk mengerjakan pekerjaannya.

Dia tampak sedikit frustasi. Padahal Soobin pikir setelah berbicara dengan Beomgyu juga Hueningkai semuanya akan jadi lebih mudah baginya untuk menerima, seperti biasa jika ia punya masalah pasti akan langsung bercerita pada mereka, tetapi nyatanya beban di otaknya kini justru bertambah karena ada banyak akar baru di pikirannya.

"Soobin-ah, apa kau sakit?" Ini kesekian kalinya ada orang yang menegur Soobin. Pria itu membalas dengan tersenyum seadanya.

"Ah maaf, aku akan lebih fokus lagi."

"Tidak, tidak." Orang itu menggeleng cepat ketika melihat Soobin baru saja akan kembali melanjutkan pekerjaannya. "Lebih baik kau pulang cepat hari ini."

"Tapi---"

"Aku tidak mau kau pingsan jika memaksakan diri terus seperti ini, Soobin-ssi."

Soobin hanya bisa tersenyum getir. Jika dalam kurun waktu satu minggu ke depan dia masih belum bisa mengembalikan kinerjanya seperti sekarang, sudah dapat dipastikan ia akan langsung dipecat saat itu juga.

"Aku tidak apa-apa."

"Aku yang akan kena masalah jika kau kenapa-napa, Soobin," kata orang itu membalas dengan cepat membuat Soobin merasa terheran-heran.

Dengan dahi yang mengernyit ia bertanya, "tapi kenapa?"

Tampaknya orang di samping meja kerja Soobin ini tidak mau menjawab pertanyaannya barusan. Tanpa bisa dicegah wanita itu justru segera bangkit dan keluar menghampiri ruang pimpinan. Selang beberapa menit ia kembali keluar dan langsung menghampiri Soobin.

"Kau boleh pulang."

"Apa?" Wajah Soobin tidak bisa menahan keterkejutannya ketika mendengar hal tersebut. "Masih ada satu jam lagi sebelum jam enam malam."

Wanita itu menggeleng pelan. "Tidak apa, kepala divisi sudah menyuruhmu untuk pulang sekarang. Apa kau mau melawannya?"

Tentu saja tidak.

Dengan berat hati Soobin pun mau tidak mau akhirnya mematikan komputer dan segera merapihkan barang-barangnya. Di dalam hati ia meringis, memikirkan apakah ini adalah tanda bahwa sebentar lagi dirinya akan dipecat makanya kepala divisi pun menyuruhnya untuk pulang? Jika memang benar begitu, maka ia harus siap mencari pekerjaan baru lagi. Padahal Soobin sudah nyaman bekerja di kantor ini.

Tidak, tidak, ah! Kenapa berpikiran buruk sampai sejauh itu? Tidak mungkin mereka memecatku sekarang!

Soobin mencoba memberikan dukungan pada dirinya sendiri sambil menepuk-nepuk pelan kedua pipinya yang putih tersebut.

Ia terus melakukan hal tersebut, berbicara pada dirinya sendiri sambil menepuk pipinya beberapa saat sampai tanpa sadar sudah ada beberapa orang berbaju serba hitam yang berdiri di dekatnya.

Seperti sudah menunggu kehadirannya, mereka menoleh begitu melihat Soobin yang tengah berdiri di depan gedung kantor dengan tas kerja yang tersampir di bahunya. Mereka tampak menyeramkan bagi Soobin karena bertubuh besar dan memakai pakaian serba hitam.

Soobin jadi ingat awal dimana pertama kali ia melihat orang-orang semacam ini berdiri di depan gerbang rumahnya untuk mengirimkan tuntutan.

Apakah mereka datang untuk menangkapku? Mereka mau menagih semua hutang itu di sini?! Teriakan kepanikan Soobin di dalam hati dapat terlihat jelas dari ekspresi di wajahnya. Dirinya berharap bahwa mereka semua bukanlah orang yang memang datang untuk mencarinya. Soobin tidak punya uang!

"Choi Soobin?"

Harapannya pun pupus seketika saat namanya dipanggil. Dengan wajah penuh kecemasan ia menelan ludah susah payah dan menjawab.

"Ya. Aku sendiri," ujarnya sedikit gugup. "Ada apa mencariku? Kalian siapa?" tanya pria itu kemudian sembari menatap was-was satu-persatu dari mereka yang berdiri di dekatnya.

Belum sempat menjawab pertanyaan Soobin, suara sebuah mobil yang datang dan menginjak rem di depan mereka pun langsung mengalihkan perhatian. Dapat Soobin lihat sebuah mobil mewah berwarna hitam yang terlihat sangat mengkilap seperti mobil baru.

Ini bukan pertama kalinya Soobin melihat mobil mahal, jelas dengan status ayahnya dulu ia sudah sering melihat beberapa jenis mobil mewah yang mahal. Tapi ia akui bahwa mobil yang kini terparkir di depannya sekarang adalah salah satu yang terbaik, Soobin rasanya ingin sekali menaiki mobil tersebut.

Para pria berjas hitam itu secara tiba-tiba menyingkir dan langsung membuat jalan menuju mobil hitam tersebut, membuat Soobin sedikit terkejut. Pergerakan mereka sangat tak terduga hingga membuatnya cukup kebingungan.

"Silahkan naik," kata si pria berjas hitam.

"T-tunggu dulu!" Soobin menatap tidak mengerti pada mereka semua. "Kalian siapa?" Seperti kelinci kecil malang yang kehilangan jejak induknya di tengah hutan, Soobin tampak sangat waspada dan tidak mau untuk menurut sembarangan pada orang asing. "Kenapa aku harus naik mobil ini dan ikut dengan kalian? Kalian ingin menculikku?"

"Tuan Yeonjun yang menyuruh kami untuk menjemput Anda."

Ucapan itu berhasil membuka lebar kedua mata dan juga mulut Soobin, dia tidak pernah berekpetasi akan mendengar nama Yeonjun. Jadi maksudnya mereka semua bukan dari kepolisian yang diperintahkan untuk menagih hutang dan membawanya?

"Tuan Yeonjun meminta kami untuk menjemput Anda, kami sama sekali tidak berniat untuk menyulik Tuan," jelasnya kembali ketika tak mendapatkan balasan apapun dari Soobin. Sesaat pria itu seperti berubah menjadi patung dengan mulut yang terbuka, tampak sangat menggemaskan.

Beberapa orang yang memang masih berada di kantor sesekali mencoba untuk mengintip keramaian yang sangat mencolok di sore hari itu, tanpa Soobin sadari bahkan beberapa dari mereka terlihat mendekat seperti tengah untuk mendengarkan percakapan mereka. Hal itu membuat wajahnya berubah kemerahan seketika, dia sangat malu namun juga tidak tahu harus melakukan apa. Salah satu cara agar dia terhindar dari perhatian banyak orang memang hanya dengan ikut dengan mereka. Lagipula siapa yang bisa kabur dari orang-orang ini? Mereka berjumlah sekitar enam orang, sedangkan Soobin hanya sendiri. Tubuh mereka juga terlihat lebih besar dan kuat ketimbang dirinya yang bahkan jarang sekali berolahraga.

"Baiklah, aku mengerti."

Menghindari tatapan lebih banyak dari orang sekitar, akhirnya Soobin melangkah menuju mobil dengan wajah yang menunduk. Ia hampir saja tersandung dan terjatuh jika saja tidak langsung ditangkap oleh pria di sampingnya. Lihat! Bahkan reflek mereka sangat bagus untuk menangkapnya.

Pintu mobil dibukakan sebelum Soobin sempat meraih gagang pintunya. Bak pangeran dari negeri dongeng, ia diperlakukan sangat spesial hingga sekali lagi membuat kedua pipinya merona sampai ke daun telinganya. Tidak pernah sekali pun ia diperlakukan seperti ini selama hidupnya. Sejauh yang ia ingat, ayahnya sendiri bahkan selalu membuatnya untuk bisa hidup lebih mandiri dengan tidak memanjakannya secara berlebih. Jadi semua ini cukup membuatnya kikuk dan canggung, dengan tidak nyaman ia duduk di kursi penumpang sendirian.

Lima pria berjas yang tadi mengerumuninya tidak ikut masuk ke dalam, mereka hanya menuntun Soobin hingga ke mobil dan sekedar membantu membukakan pintu saja. Hanya ada satu orang yang kini duduk di kursi pengemudi. Suasana di dalam mobil jadi terasa semakin canggung dengan Soobin yang ditinggal oleh salah satu dari mereka.

Mencoba memecahkan keheningan, Soobin dengan segala keberaniannya sedikit mencondongkan tubuh ke depan untuk berbicara dengan supir di kursi kemudi.

"Kenapa pria yang lain tidak ikut naik?" Soobin menelan ludahnya samar, entah mengapa mengeluarkan satu pertanyaan sederhana seperti itu saja seperti membutuhkan perjuangan yang besar.

"Mereka akan mengikuti dengan mobil yang lain, Tuan."

Suasanya kembali sunyi setelah itu. Soobin tidak mudah menyerah, ia dengan sifat penasarannya pun mulai kembali mengajukan pertanyaan enteng lainnya.

"Kau akan mengantarku pulang ke rumah, kan?"

"Benar, Tuan."

"Kau bekerja dengan Yeonjun?"

"Ya."

"Sudah berapa lama?"

"Cukup lama."

"Apa Yeonjun saat ini sedang bekerja?"

"Ya."

Soobin kembali menutup mulutnya rapat. Jawaban singkat itu mampu membuat nyalinya untuk kembali angkat suara pun menghilang, dia semakin merasa tidak nyaman sekarang. Orang di depannya ini seperti sengaja tidak memberikan Soobin kesempatan untuk memperpanjang percakapan mereka.

Selagi Soobin berperang dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba saja mobil yang ia tumpangi pun berhenti. Di dalam hati dia merasa lega karena akhirnya bisa pergi dari segala kecanggungan yang ada, namun saat ia mengintip keluar jendela dia tidak menemukan rumahnya sama sekali. Mereka justru berhenti di depan gedung kaca tinggi yang bisa ia yakini sebagai sebuah perusahaan cukup besar.

"Kenapa kita berhenti di sini? Kau bilang tadi katanya akan mengantarku ke rumah," tanya Soobin yang menautkan kedua alisnya, namun pertanyaannya bagaikan angin lalu dan tidak dijawab sama sekali.

Beberapa menit kemudian ketika Soobin sedang sibuk mendumal di kursi belakang, tiba-tiba pintu mobil terbuka dari arah kirinya. Sosok yang menjadi inti keberadaannya di dalam mobil muncul dengan senyuman lebar khasnya.

"Soobin-ah," panggilnya dengan wajah sumringah.

Yeonjun yang masih dengan balutan jas lengkap itu duduk tepat di sebelah Soobin, lelaki itu tampaknya baru selesai bekerja melihat pakaian serta rambutnya yang agak berantakan. Sekarang dapat Soobin simpulkan bahwa gedung besar di depan mobil ini terparkir adalah kantor milik Yeonjun. Tidak ia sangka Yeonjun akan bekerja di tempat yang sebesar ini, bahkan lebih besar ketimbang kantor milik ayahnya sendiri.

Apakah benar Yeonjun yang dulu sangat suram sekarang sudah jadi sekaya itu?

Mulut Soobin sampai tenganga saking terpukaunya. Dia yang dari dulu mati-matian belajar dan bekerja membantu ayahnya bahkan hingga detik ini belum mempunyai pencapaian sebesar itu. Di dalam hati kecilnya kini ia menjadi sedikit iri.

"Soobin-ah, apa kau baik-baik saja?"

Suara Yeonjun menyadarkan Soobin dari lamunannya, mobil sudah kembali melaju memasuki jalan raya. Soobin bahkan sampai tidak sadar jika kini ada lagi satu pria berjas di sebelah kursi kemudi, jumlah orang di dalam mobil sekarang ada empat orang.

Diam-diam Soobin menghela nafasnya panjang, merasa lebih nyaman dengan jumlah orang yang lebih banyak daripada sebelumnya. Yeonjun yang memang sejak masuk ke dalam mobil perhatiannya tak pernah teralihkan dari pria itu pun tersenyum geli melihat tingkah Soobin barusan.

"Soobin-ah," panggil Yeonjun untuk ketiga kalinya setelah diabaikan sedari awal. Kali ini suaranya dibuat agak kencang hingga menarik perhatian si kelinci lucu itu.

"Eh? Y-ya? Ada apa?"

Yeonjun tertawa kecil melihat Soobin yang seperti salah tingkah menjawab panggilannya. "Kau sedang melihat apa tadi? Kenapa wajahmu sangat kusut?" tanyanya.

Dengan kepala yang terangkat, lelaki itu menjawab dengan tegas. "Kenapa? Aku tidak apa-apa, huh?" kata Soobin yang mengelak. Sebelumnya memang wajahnya sekusut benang, tapi sekarang tidak lagi.

Senyuman manis muncul di bibir Yeonjun. "Ya, kau benar," balasnya mengangguk menyetujui. "Setelah aku masuk ke mobil wajahmu tidak lagi kusut dan terlihat lebih senang seperti memang kau sudah menunggu diriku."

Dengan sangat percaya diri Yeonjun menjawab, bahkan tidak ada guratan ragu sedikit pun di wajahnya yang setenang air itu. Wajah Soobin berangsur memerah ketika mendengarnya, tidak, dia salah paham! Soobin memang senang saat ia datang, tapi dia tidak menunggunya sama sekali!

"Siapa yang menunggumu?" Soobin merenggut dengan wajah tidak setuju. Dia berdeham pelan untuk menetralkan kegugupan yang tiba-tiba saja datang ketika melihat Yeonjun hanya menatapnya dengan senyuman tanpa menjawab sepatah kata pun. "Aku bahkan tidak tahu kau akan datang, jadi mana mungkin aku bisa senang.

"Kau terlalu percaya diri."

Lalu kenapa sekarang telingamu memerah Choi Soobin?

"Begitu ya," sahut Yeonjun yang akhirnya memilih untuk mengalah daripada membuat pertemuannya dengan Soobin menjadi berantakan.

Dia begitu merindukan Soobin jujur saja, pertemuan terakhir mereka tidak berakhir manis karena dengan sangat jelas Soobin menolaknya lagi meski Yeonjun berniat untuk melupakan semua kerugian itu. Tapi keterpaksaan lah yang membuatnya pada akhirnya bisa berada di sini sekarang, bukankah begitu?

"Kau sudah makan?"

"Aku sudah," jawab Soobin yang berdusta. Bahkan untuk menelan satu suap nasi saja rasanya sangat sulit dengan kepala yang tengah dipenuhi beban pikiran.

"Apa hari ini pekerjaanmu lancar?" Suara Yeonjun lagi masih belum menyerah untuk menarik perhatian Soobin yang sejak tadi terus saja memalingkan wajah ke jendela. "Kudengar kau pulang lebih cepat hari ini."

Kepala Soobin reflek menoleh ke samping ketika mendengarnya. "Kau tahu darimana aku pulang lebih cepat?" tanyanya dengan mata yang memincing.

Dia tidak tahu saja jika Yeonjun lah yang sudah membuatnya bisa pulang lebih cepat. Tapi pria itu tidak mau Soobin mengetahuinya, bisa-bisa dia marah nanti.

"Dari bodyguard yang baru saja menjemputmu di kantor tadi."

Soobin masih terlihat tidak percaya.

Yeonjun tersenyum kecil. "Aku menyuruh mereka menunggu untuk menjemputmu, lalu kau datang ke sini lebih awal. Artinya kau pulang lebih cepat, bukan?"

Masuk akal.

"Kupikir kau menguntitku...," gumam Soobin dengan suara yang sangat pelan. Yeonjun mengulum bibirnya sekilas, sayang sekali Soobin tapi sejujurnya Yeonjun memang benar sudah menguntitmu secara diam-diam.

"Soobin-ah."

"Apa?"

Tanpa diduga tangan Yeonjun langsung terulur menangkap tangan kirinya untuk dikecup perlahan dan digenggam setelahnya. "Maaf aku tidak bisa datang untuk menjemputmu secara langsung, hari ini pekerjaanku cukup padat. Tapi akhirnya aku berhasil menyelesaikan semuanya tepat waktu hingga kita bisa pulang bersama sekarang," katanya panjang lebar membuat Soobin tertegun sesaat.

Kenapa ini jadi terlihat agak romantis?

"A-apa maksudmu, kau berlebihan." Soobin menarik tangannya cepat setelah ia kembali pada kesadarannya. "Kau tidak perlu melakukan semua ini. Lagipula aku bisa pulang sendiri."

"Tapi aku ingin pulang bersama dengan Soobinku setiap hari."

Soobin tidak bisa membayangkan jika setiap hari dirinya akan menjadi pusat perhatian karena dijemput dengan begitu mencolok seperti tadi. Mulutnya baru saja terbuka untuk memberi balasan, namun mobil yang mereka tumpangi sudah lebih dulu berhenti. Ia urung mengatakannya dan kini dengan cepat menarik tas kerjanya yang sempat tergeletak di samping kaki.

"Terima kasih atas tumpangannya," katanya agak terburu-buru sambil membuka pintu mobil. Sebelum benar-benar keluar Soobin kembali menatap ke arah Yeonjun dengan wajah yang memberengut sebal.

"Jangan menjemputku seperti itu lagi! Aku tidak mau semua karyawan jadi memandangku dan membicarakanku."

Setelah mengatakan kalimat tersebut pria bertinggi 185 centimeter itu pun langsung keluar dari mobil dan sedikit berlarian masuk ke dalam rumahnya. Baru saja dia memperingati Yeonjun, tetapi mengapa tingkahnya justru terlihat seperti anak kecil, sangat menggemaskan. Yeonjun sampai melongo di tempatnya, dia baru tahu sifat Soobin yang satu ini.

"Bukankah dia sangat menggemaskan?"

Mobil pun kembali melaju setelah mengantar Soobin dengan selamat ke rumah. Sepanjang perjalanan senyuman Yeonjun tidak pernah luntur sedikit pun, ia bahkan terus menerus menatap telapak tangannya yang baru saja berhasil menggenggam tangan Soobin. Seseorang yang sejak tadi hanya terdiam mendengarkan dengan tenang di kursi depan akhirnya menoleh ke belakang untuk menatap ke arah satu-satunya orang yang tersisa di kursi belakang.

"Kau benar-benar menemukan Soobin."

Yeonjun menoleh dan tersenyum menawan. "Tentu saja."

"Jangan tersenyum, kau terlihat sangat menyeramkan sekarang." Kang Taehyun, seseorang yang duduk di samping kursi kemudi, yang bernotabene sebagai sekretarisnya itu pun langsung memutar bola matanya malas ketika melihat senyuman Yeonjun justru semakin melebar.

"Aku ikut senang," ujar Taehyun lagi. Pria itu kembali memutar badannya dan menatap ke jalan setelah mengatakan hal tersebut. Meski terkesan sangat cuek namun Yeonjun sangat tahu jika Taehyun mengatakannya dengan tulus.

"Terima kasih, Taehyun."

..........o0o..........

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro