24. Jahat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nayya suka sama Nang Malik!"

Malik langsung mengalihkan pandangannya. Di koidor sekolah yang sudah mulai sepi ini, Nayya langsung berjalan menghampiri Malik. Gadis itu langsung menatap Malik dengan mata merahnya. "Ngaco," jawab Malik.

Malik hendak pergi. Namun, Nayya langsung menarik lengan Malik. "Nayya serius," ujar Nayya.

Malik menghela nafasnya pelan. "Jangan ngaco," kata Malik lagi.

Nayya melepaskan cengkalannya. Gadis itu membuang arah pandangnya. "Kenapa sih? Abang sama kak Hanin udah putus kan? Apanya yang ngaco?" tanya Nayya.

Malik mengangkat sebelah alisnya menatap gadis itu. Ia tertawa pelan kemudian menggelengkan kepalanya. "Emang bener-bener ngaco lo," ujar Malik.

"Bang," panggil Nayya, "Nayya nggak pernah jatuh cinta."

"Ini pertama kalinya Nayya suka sama orang. Kalau bisa Nayya pilih sama siapa Nayya jatuh cinta, Nayya nggak akan pernah pilih Abang yang jelas-jelas nggak akan pernah bisa jadi milik Nayya."

Malik terdiam sesaat. Cowok itu tersenyum, "Gue nggak bisa," kata Malik.

"Bang, nggak bisa gitu Abang kasih Nayya kesempatan--"

"Nay, gue nggak bisa."

"Kenapa sih? Semua orang suka sama kak Hanin? Kenapa kak Hanin lebih beruntung dari Nayya?" tanya Nayya.

Gadis itu memejamkan matanya. "Dia punya orang tua lengkap yang sayang sama dia. Dia kaya, punya sahabat yang sayang sama dia, punya bang Malik. Terus, dia juga punya Galuh yang selalu ada waktu dia sedih."

"Kenapa Nayya nggak?"

Malik diam. Cowok itu menghembuskan nafasnya pelan. "Mau lo apa sekarang?" tanya Malik.

"Abang jadi pacar Nayya!"

Malik diam. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Terserah."

***

"Bang Axel!"

Lelaki berumur 21 tahun itu tersenyum kala mendapati Hanin yang berlari dari arah gerbang sekolahnya.

Axel merentangkan tangannya. Hanin dengan segera, langsung masuk kedalam pelukan cowok itu. "Kangeeeeen!" ujar Hanin.

Axel tertawa pelan. Cowok itu mengusap puncak kepala Hanin dengan pelan. "Me to, Baby," bisik Axel.

Hanin mendongkakan kepalanya tanpa melepas lingkaran tangannya pada pinggang Axel. "Udah punya pacar yaaa?" tanya Hanin.

"Ngaco," jawab Axel.

Cowok itu memilih menuntun Hanin untuk masuk ke dalam mobil milik Axel.

Axel adalah Abangnya Daffa. Hubungan Hanin dan juga Axel memang sangat dekat. Bahkan, Aurel menyangka Axel menyukai Hanin begitupun sebaliknya.

Padahal, tidak sama sekali.

Setelah masuk ke dalam mobil, Hanin menatap Axel dengan wajah berbinarnya. "Abang! Cerita dong, udah berapa banyak bule yang Abang pacarin di sana?" tanya Hanin.

"Nggak ada, Hanin."

"Bohong banget."

Axel terkekeh geli. Ia memilih melajukan mobilnya. "Dih, dibilangin nggak percaya," ujar Axel.

"Istirnya Daffa, cantik ya?"

Hanin menatap Axel. Gadis itu memicingkan matanya. "Heh! Jangan jadi pelakor adik sendiri. Mau Hanin rukiyah?!" pekik Hanin.

"Ya udah, kamu sama aku kalau gitu," tawar Axel.

"Nggak mau. Abang ketuaan, Hanin maunya sama yang muda. Lebih seger," jawab Hanin.

Axel mendelik, "Abang masih kuat kok. Kamu mau berapa lama? Abang jabanin."

Hanin melotot. Gadis itu langsung menjewer telinga Axel dengan kesal. "Mesum banget sih! Mau Hanin laporin ke Tante Aurel?!" teriak Hanin

"Nggak-nggak. Abang bercanda," rintih Axel.

Axel berdehem singkat. Cowok itu memilih fokus ke arah jalanan. "Pacar kamu mana? Kenapa nggak di kenalin sama Abang?" tanya Axel datar.

Hanin melirik cowok itu sekilas. "Udah putus."

"Yes," gumam Axel.

Hanin melotot. "Heh! Seneng liat adiknya putus?!" tanya Hanin kesal.

Axel tersenyum senang. Cowok itu menggeleng. "Nggak kok. Ya udahlah, kamu itu emang cocoknya sama Abang, Nin," ujar Axel.

"Dih, kepedean banget."

Mobil milik Axel berhenti tepat dipekarangan rumah milik Hanin. Keduanya turun. Namun, ia dibuat terpaku kala mendapati Malik yang tengah terduduk di teras rumahnya.

Cowok itu tersenyum kemudian beranjak. Namun, senyumnya pudar kala melihat Axel yang berada di samping Hanin. "Malik?" panggil Hanin.

Malik tersadar. Cowok itu menatap Hanin. "Dia ... Siapa?" tanya Malik menatap Axel.

"Kenapa?" tanya Hanin.

Malik menggeleng pelan. "Leo minta bawa kamu ke rumah. Tapi kayanya ... Kamu nggak bisa ya?"

"Lik, gue minta maaf. Gue bukannya nggak mau. Tapi ... Gue udah ada janji sama Bang Axel," kata Hanin.

Malik tersenyum tipis. Cowok itu mengangguk. "Ya udah. Aku pulang. Salam sama yang di rumah," ujar Malik.

***

"Malik, sini. Kenalan sama Mama--"

"Nggak." Malik langsung menerobos masuk ke dalam kamarnya tanpa memperdulikan Reno dan juga Amel.

Cowok itu melempar tas sekolahnya. Membaringkan tubuhnya, kemudian memejamkan matanya kuat. "Siapa cowok tadi?" lirih Malik.

"Kenapa Hanin lebih pilih dia daripada gue?"

Malik diam. Rasanya sakit sekali. Ini semua juga salahnya. Salahnya yang terlalu cepat mengambil keputusan.

Andai Malik tidak egois, andai Malik tidak terbuai dengan godaan Anggia, Malik yakin Hanin pasti masih menjadi miliknya sekarang.

Apa yang harus ia lakukan? Menarik Hanin kembali? Pertanyaannya, memang dia mau kembali pada masalalu yang membuatnya luka berkali-kali?

Malik menghembuskan nafasnya pelan.

"LEO NGGAK MAU GANTI MAMA!"

Malik membuka matanya kaget saat mendengar teriakan Leo di bawah sana. Cowok itu bergegas keluar.

"Leo, emang Leo nggak mau punya Mama lag--"

"Nggak! Leo masih punya Mama Gina. Leo nggak mau Mama yang lain!"

Malik turun, cowok itu dengan segera membawa Leo ke gendongannya. "Kenapa sih Papa makasa Leo?" tanya Malik.

"Jangankan Leo, Malik juga nggak setuju Papa nikah!" ujar Malik.

Mata milik Reno menajam. Pria itu menatap Malik dengan sorot yang begitu dingin. "Sekarang Papa tanya, kalau misalkan Hanin hamil sama orang, terus kamu nggak mau tanggung jawab. Apa yang Hanin rasain?" tanya Reno.

"Beda! Posisinya Hanin itu single. Nggak ada orang yang milikin dia. Sedangkan Papa? Papa itu punya Mama!"

"Mama kamu udah mati!"

"Dan itu karna Papa!" teriak Malik.

Leo menangis. Pria kecil itu memeluk Malik dengan sangat erat. "Malik, sejak kapan kamu berani bantah ucapan orang tua?"

"Sejak Papa nyakitin Mama. Sejak Papa ninggalin Mama saat Mama kritis. Sejak Mama meninggal, dan sejak Papa menjadi seorang pembunuh!"

"Saya bukan pembunuh!" ujar Reno tak terima.

Malik berdecih. "Bukan pembunuh? Mama jantungan itu karna siapa? Karna Papa! Mama nggak akan meninggal kalau Papa nggak bawa wanita simpenan Papa itu!" Malik menatap Amel tajam.

"Jaga ucapan kamu Malik!"

"Di bayar berapa lo sama bokap gue?" tanya Malik menatap Amel tajam.

Reno mengambil alih Leo. Menurunkan pria kecil itu, kemudian beralih menampar Malik hingga cowok itu tersungkur dan membentur lemari. "ABAAANG!" teriak Leo.

Malik memejamkan matanya merasakan pusing yang tiba-tiba saja terasa di kepalanya. "Jaga bicara kamu Malik!"

Leo semakin histeris kala melihat darah yang mengalir di kepala Malik. "PAPA JAHAT! LEO BENCI SAMA PAPA!"

Reno terdiam. Hatinya sakit saat jagoan kecilnya mengatakan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. "Leo, Papa--"

"PAPA PERGI! PAPA JAHAT!"

"PAPA BIKIN MAMA NANGIS, PAPA YANG BUAT MAMA PERGI NINGGALIN LEO."

"PAPA JUGA BIKIN ABANG BERDARAH."

Leo langsung menangkup pipi milik Malik dengan tangan kecilnya. Lelaki itu sudah terpejam, darahnya mengalir hingga kening dan juga lantai. Leo mengguncang tubuh Malik, "Abang buka mata abang!"

"Abang Leo nggak mau sendirian. Leo sama siapa kalau Abang pergi?"

"Abaaang!" teriak Leo.

Namun sayang, Malik masih memejamkan matanya. Reno menatap telapak tangannya sendiri.

Apa yang sebenarnya sudah ia lakukan?

Ia ... Hampir membunuh anaknya sendiri? Astaga, Reno menggelengkan kepalanya kuat. Ia langsung menepuk pipi milik Malik.

Namun, Leo mendorong dada milik Papanya itu. "Pergi! Leo nggak mau ketemu Papa lagi. Papa udah sakitin Abang!" pekik Leo.

Leo mencari sesuatu di saku celana milik Malik. Pria kecil itu langsung menghubungi seseorang di sana.

***

"Kakak tolongin Abang!"

Hanin tersentak kaget kala mendapati wajah Leo yang tengah menangis di layar ponselnya. Jantungnya langsung berdegup begitu kencang. "A-Abang kenapa?" tanya Hanin.

Leo mengarahkan kameranya pada Malik. Bola mata Hanin membulat. Tanpa sadar, air matanya perlahan turun. "Kakak ke sana sekarang!" ujar Hanin.

Hanin langsung menepuk bahu Axel dengan kencang. "Abang anterin Hanin," lirih Hanin dengan suara yang terdengar begitu bergetar.

Axel yang tengah fokus pada kendaraannya, langsung menatap Hanin khawatir. "Kenapa? Kemana?"

"Puter balik. Kita ke rumah Malik."

"Nin--"

"SEKARANG!"

Axel menurut. Cowok itu memilih putar balik. Selang beberapa menit, ia sampai dikediaman Malik. Gadis itu turun dan langsung berlari meninggalkan Axel.

Hanin terpaku kala mendapati Malik yang masih terbaring di lantai. Gadis itu langsung berlari menghampirinya. Ia menepuk pipi Malik berkali-kali. "Malik jangan gini dong," lirih Hanin.

Gadis itu beralih menatap Reno yang masih terpaku di tempatnya bersama Amel di samping pria itu. "Apa yang terjadi om?"

"Hanin, om--"

"Om yang bikin Malik kaya gini?" tanya Hanin tepat sasaran.

TBC

Hallo!

Silahkan hujat Reno di sini

Ada yang ingin di sampaikan untuk

Hanin

Malik

Axel

Leo

See u guys!

Novel dari Hanin untuk Malik masih open PO ya! Kuy di order.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro