27. Leo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mau kasih tau Dari Hanin Untuk Malik masih open PO, ya!

Dan, kalau part ini yang komennya banyak, nanti malem aku update lagi. Gimana? Setuju gak?

Oh iya, jangan lupa baca Kalopsia [Haikal] juga, ya!<3

Happy Reading<3

***

Satu bulan berlalu, Reno dan juga Amel menikah beberapa hari yang lalu. Mau tak mau, mereka tinggal di rumah yang sama.

Begitupun dengan Galuh dan juga Ibunya Amel.

Muak, rasanya Malik muak berada di lingkungannya yang sekarang. Di meja makan, Malik mengolesi rotinya. "Leo, Leo bentar lagi punya--"

"Nggak minat."

Reno tersenyum tipis. Sejak hari kemarin, Leo berubah menjadi ketus. Pria kecil yang tadinya ceria dan banyak berbicara itu, kini tak lagi banyak tanya dan bicara.

Hanya pada Hanin, Ara, dan juga Malik Leo bersikap seperti biasanya. Selebihnya, Leo benar-benar berubah. "Leo mau adik cewek atau--"

"Terserah." Leo beranjak dan turun dari kursinya.

Pria kecil berseragam SD itu memilih meraih tas gendongnya dan pergi begitu saja.

Malik menatap Papanya. Jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam, Malik kasihan melihat Reno yang seperti sekarang.

Mau bagaimanapun juga, Reno Papanya. Mengapa juga Malik harus dendam hanya karna satu kesalahan? Mengapa ia harus melupakan semua kebaikan Papanya ini?

"Nak Reno, maaf jika kehadiran kami--"

"Nggak papa, Bu."

Malik melirik wanita paruh baya itu sekilas. Jika boleh Malik jujur, Ibu mertua Reno lebih cocok menjadi istri Reno daripada Amel.

Amel terlalu muda.

"Malik berangkat."

***

"Leo, Papa kamu nikah lagi ya?"

"Leo, katanya kemarin rumah kamu rame."

"Leo, Ibu tiri jahat tau."

"Ih Leo punya Mama baru."

Leo berlari. Pria kecil itu langsung mengusap air matanya di taman yang nampak sepi itu. "Leo benci sama Istri Papa!" teriak Leo.

"Mama, Leo mau ikut Mama aja."

"Mama jemput Leo."

"Mama temen-temen jahat sama Leo."

Leo menangis. Pria kecil itu melempari kerikil dengan kesal. "Kamu kenapa?"

Leo mengalihkan pandangannya. Pria kecil itu mengusap air matanya pelan. "Kenapa? Kamu mau ledek Leo juga?" tanya Leo ketus.

Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya pelan. Ia memilih duduk di samping Leo dan membuka tepak makannya. "Aku bawa nasi goreng buatan Mama. Kamu mau coba?" tanya gadis kecil itu.

"L-leo juga kangen Mama."

Gadis kecil itu terdiam. Gadis itu tersenyum. "Sini deh deketan," ujarnya pelan.

Leo mendekatkan tubuhnya. Pria kecil itu menatap gadis kecil di depannya yang tiba-tiba saja mengusap puncak kepala milik Leo. "Biasanya, kalau Rea sedih, Mama suka usap kepala Rea kaya gini," ujar gadis kecil itu.

Sudut bibir Leo perlahan terangkat. "Nama kamu Rea?" tanya Leo.

Gadis itu mengangguk. "Kamu?"

"Aku Leo." Leo mengulurkan tangannya.

Rea membalasnya dan tersenyum. Gadis kecil itu kembali melirik kotak makannya. "Leo mau makan ini nggak?" tanya gadis itu.

"Boleh?"

"Boleh." Gadis itu membukanya dan memberikannya pada Leo.

Leo mengambilnya dan memakannya. Namun setelahnya, ia ikut menyuapi gadis kecil di depannya itu.

Leo bahagia, akhirnya ia memiliki teman selain Ara. "Leo suka?"

"Suka. Enak banget."

"Kalau suka, besok Rea bawa lagi. Mau?"

Leo menganggukan kepalanya dengan semangat. Mulutnya penuh dengan nasi goreng yang gadis itu bawa. "Besok Rea tunggu Leo di sini, ya?"

"Janji?"

"Janji."

***

Dengarkanlah,
Wanita pujaanku.
Malam ini akan ku sampaikan

"Udah ah! Jangan nyanyi itu!"

Malik mengernyitkan alisnya. Hari ini, kelas Hanin dibagi kelompok untuk pelajaran seni budaya.

Dimana dua orang menyanyi, menari, atau apapun. Hanin sekelompok dengan Malik, tentu saja Malik memilih menyanyi.

Di ruang musik ini, bukan hanya ada Malik dan juga Hanin, tapi hampir seluruh kelas mereka tengah mempersiapkannya.

"Kenapa sih?" tanya Malik.

"Kan jadi keingit waktu--"

"Waktu aku nembak kamu?" tanya Malik.

Hanin mencibir pelan. Gadis itu menepuk pundak Malik dengan kesal. "Apasih?!"

"Mau aku tembak lagi?" tanya Malik.

Hanin melotot. "Kamu mau nembak aku atau mau ngajak main sih?" tanya Hanin.

"Dor!" Malik mengarahkan tangannya seolah dirinya tengah menembak pada Hanin.

Hanin tertawa pelan. "Nggak gitu, Malik."

"Terus gimana? Mau yang aku nyanyi terus endingnya kita c--"

"Aku pindah kelompok, nih," ancam Hanin.

Malik tertawa dan menggeleng pelan. Cowok itu mencubit pipi Hanin dengan gemas. "Ya udah mau lagu apa nih?" tanya Malik.

"Balon ku ada lima."

"Nin, aku pindah kelompok nih," ancam Malik.

"Pindah aja sana."

"Tahan kek!"

"Males banget nahan orang yang nggak mau berjuang," ujar Hanin.

Malik terdiam. Cowok itu menghela nafasnya pelan. "Aku bukannya nggak mau berjuang, Nin. Aku kasian liat kamu yang terus-terusan di sakitin sama aku."

"Kalau udah tau kamu suka nyakitin, yang harus berhenti itu ya cara nyakitinnya. Bukan kamunya."

"Terus kamu maunya apa sekarang?" tanya Malik.

"Kita balikan, terus aku nyakitin kamu lagi? Gitu?" tanya Malik lagi.

Hanin mengangkat bahunya acuh. "Emang pada dasarnya kamu nggak mau perbaikin diri kamu, Lik. Emang pada dasarnya kamu emang udah nggak ada niat sama aku, kan?"

"Nin, apa sih? Kenapa kamu ngomongnya gitu?" tanya Malik.

Hanin menghela nafasnya pelan. "Ya udahlah, emang udah saatnya kita saling lepas. Udah saatnya kita jalan masing-masing, Lik. Emang pada dasarnya kita nggak jodoh."

Malik terdiam sesaat. Cowok itu tersenyum tipis, "Kamu bener. Emang udah saatnya kita saling lepas."

Malik beranjak. Cowok itu menyimpan gitarnya dan memilih pergi meninggalkan Hanin sendirian.

Hanin tersenyum tipis. Jadi, inikah akhir perjalanan mereka? Malik memutuskan untuk benar-benar berhenti?

"Kita ... Selesai?" lirih Hanin.

***

Di balkon kamarnya, Malik terdiam menatap langit malam dengan sebatang rokoknya. Cowok itu menghembuskannya pelan.

Rasanya masih sangat sulit di percaya. Hubungannya dan juga Hanin benar-benar kandas. Lantas, apa yang akan ia lakukan setelah ini?

Apa ia akan ikhlas melihat Hanin dengan pria lain nantinya?

"Malik."

"Eh, Pa."

Malik mematikan rokoknya. Cowok itu mengusap air matanya pelan. Reno duduk di samping Malik. Pria itu mengusap kepala putranya pelan. "Kamu kangen Mama kamu?" tanya Reno.

Malik tersenyum tipis. Bukan hanya Mamanya. Ia juga rindu dengan kehadiran Papanya. "Ada masalah?" tanya Reno lagi.

"Malik sama Hanin putus."

"Kenapa?"

"Malik sering nyakitin Hanin," jawab Malik.

Reno merangkul putranya. Membawa Malik agar bersandar pada bahunya. "Kamu tau apa penyebab Mama meninggal?" tanya Reno.

"Karna kecerobohan Papa. Papa nggak berfikir panjang untuk ngambil sebuah keputusan. Akhirnya sekarang? Papa menyesal," ujar Reno.

Malik mendongkak, "Papa nyesel nikah sama Mbak Amel?"

"Lik, nyesel nggak nyesel, Papa harus tetep jalanin itu. Ini keputusan yang Papa ambil, Papa harus siap nanggung segala resikonya."

"Termasuk di musuhin Leo?"

"Termasuk di musuhin Leo."

Malik menghela nafasnya pelan. "Malik sayang banget sama Hanin, Pa."

"Malik, pertahankan apa yang buat kamu nyaman. Jangan bohongin hati kamu," ujar Reno.

Malik lagi dan lagi menghela nafasnya pelan. "Hanin pasti udah sakit hati banget sama Malik."

"Perjuangkan apa yang harus kamu perjuangkan. Ya udah, Papa ke kamar, ya?"

Reno beranjak. Malik menganggukan kepalanya pelan.

"Pertahankan apa yang buat kamu nyaman," gumam Malik.

TBC

Hallo!

Mau bilang apa sama

Hanin

Malik

Leo

See u

Follow ig RP :

@hanind_mheswra. (Hanin)
@malikrezayn_. (Malik)
@daff.aprasetyo. (Daffa)
@fatur_mhndra. (Fatur)
@gisela_ivi. (Ivi)
@alfariza_ucup. (Ucup)
@hana_frhsy. (Hana)
@dena.andrianaaaa. (Dena)
@ana_andhina. (Ana)
@rizki.anshari_ (Rizki)
@Nayya_graceva.a. (Nayya)
@galuh_aditamasanjaya.

Follow juga ; @Wattpadindah_. @Octaviany_Indah.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro