28. Patah Hati terhebat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gakan bosen ngingetin.
Dari Hanin untuk Malik masih open PO yakkss:v

Sesuai janji<3

Btw di sini udah ada yang baca receh boy? Mau update sekarang atau nanti?:v

Happy reading<3

***

"Nin, Dena kan ulang tahun, anter gue yuk beli sesuatu gitu."

Hanin mengernyitkan alisnya. Tumben sekali, biasanya Fatur sangat pelit untuk hal-hal seperti ini. "Sesekali lah gue bikin dia seneng."

"Gue juga udah bilang sama Papa. Dan Papa mau bantu bebasin Papanya Dena," ujar Fatur.

Cowok itu tersenyum-senyum sendiri. Ia menepuk puncak kepala Hanin beberapa kali. "Yok berangkat!" ajak Fatur.

Hanin menghela nafasnya. Gadis itu memilih beranjak dan mengikuti langkah Fatur.

"Kira-kira gue kasih Dena apa ya, Nin?"

"Eh, gue udah pesen bolunya kok. Dan nanti malem jadi, sekalian kita langsung berangkat ke sana," ujar Fatur.

Hanin mencibir. Mengapa Fatur begitu cerewet? Tidak tahukah dia Hanin sedang dalam masa patah hati?
"Atau gue kasih Dena hoodie aja? Sama topi? Atau gue kasih--"

"Terserah, Tur."

Fatur menghela nafasnya pelan. "Gue yakin Dena pasti seneng. Karna hadiah kali ini, bukan cuman barang, tapi juga kabar baik soal Papanya. Ah, seneng banget gue punya Papa Devan paling pengertian," ujar Fatur.

Di perjalanan, Fatur terus menerus mengoceh perihal Dena. Fatur memang selalu antusias jika membicarakan gadis itu di depan Hanin.

Walaupun jika sedang berhadapan dengan Dena Fatur selalu bersikap seolah tak mencintai gadis itu, justru kenyataannya berbanding terbalik.

"Kalau gue kasih dia bunga, alay nggak? Diakan manusia setengah setan," ujar Fatur.

"Cewek manapun pasti suka di kasih bunga. Asal jangan bunga bangke aja," jawab Hanin asal.

"Oke, Bunga, coklat, hoodie, sepatu, topi, dan kabar baik soal bokapnya. Gue nggak sabar liat Dena bahagia karna gue," ujar Fatur.

"Lo tau nggak, Nin? Tadi pagi Dena gue cuekin abis. Beuh, dia marah-marah terus bilang gue nggak peka." Fatur tertawa.

Hanin lagi dan lagi menghela nafasnya. Ingin sekali rasanya ia mencekik leher Fatur sekarang juga.

***

Malik tersenyum menatap beberapa batang coklat di tangannya. Ia yakin dengan keputusannya sekarang, ia akan mengikuti kata hatinya.

Cowok dengan hoodie hitam itu, memilih melajukan motornya menuju rumah Fatur.

Kata Daffa, mereka tengah berkumpul untuk mempersiapkan kejutan untuk Dena.

Malik menghentikan motornya tepat di pekarangan rumah Fatur. Cowok itu langsung tersenyum kala mendapati teman-temannya yang tengah sibuk membungkus kado di teras rumah cowok itu.

"Weh, tumben, Tur. Biasanya pelit banget," sindir Malik.

"Eh, Lik! Nggak papa dong, biar gue punya kesan baik selama berhubungan sama Dena," jawabnya.

Malik tertawa dan menganggukan kepalanya. Cowok itu belum berniat mengeluarkan coklat yang ia bawa. Malah, ia simpan di saku hoodienya.

"Ivi mana?" tanya Malik.

Rizki menatap Malik tajam. "Jangan tanya-tanya cewek gue!"

"Ya elah posesif ya, Pak."

Ucup memukul kepala Rizki dengan kardus. "Bucintuh ya di kurangin dikit."

"Bodo amat. Lo juga bucin sama Kakak gue!"

"Siapa bilang?"

"Gue. Lo nggak denger? Budeg sih," jawab Rizki.

"HEH! Diem!" teriak Ana.

Rizki dan Ucup sontak menutup mulut mereka dan memilih kembali membungkus kadonya. "Heh! Lo berdua takut sama Ana?" tanya Hanin.

"Takut sama lakinya sih lebih tepatnya," jawab Rizki.

Daffa yang tengah menggendong Beby, mengernyitkan alisnya. Perasaan, ia tak melakukan apa-apa.

"Takut nggak ditumpangin lagi buat berangkat ke sekolah," sambung Rizki.

"Gue nggak sejahat itu kali."

"Bercanda, Pa. Papa sensian banget sih," sahut Rizki.

Malik melirik Hanin. Gadis itu terlihat sibuk membungkus kado yang lain. Malik tertawa pelan, ia memilih duduk di samping Hanin daj mengambil alih pekerjaannya. "Ini kok malah jadi kusut begini?" tanya Malik.

"Ya maap. Habisnya susah."

Malik mulai mengerjakannya. Hanya perlu waktu beberapa menit, hasil bungkusan cowok itu terlihat begitu rapi. Hanin menatap Malik tak percaya, "Kamu tukang bungkus kado?" tanya Hanin.

"Sembarangan."

"Itu kok bisa rapi gitu? Aku aja nggak bisa."

"Makannya belajar."

***

Malamnya, Fatur sudah siap dengan bolu di tangannya. Di perjalanan, senyum di bibirnya tak pernah lepas.

Telfon milik Rizki berdering. Di sana, tertera nama Ivi. Rizki mengangkatnya.

"Hallo, kenapa?"

"Ki, tolong gagalin rencana Fatur!"

"Hah?"

"Ki sumpah gue nggak bercanda. Ini--ah! Pokonya nggak bisa gue--"

"Udah sampe!" ujar Fatur.

Rizki terdiam. Ia mematikan ponselnya dan memilih turun. Perasaannya mendadak tak enak.

Beberapa remaja turun dari mobil milik Fatur dan juga Daffa. "Ada tamu?" tanya Fatur saat mendapati mobil asing di depan rumah Dena.

Fatur memilih menyalakan lilinnya dibantu oleh Hanin.

Mereka berjalan pelan memasuki rumah Dena.

"Jadi, Dena setuju sama pertunangan ini?"

Deg

Seluruh remaja yang baru saja sampai terpaku. Begitupun Fatur, bolunya terjatuh ke lantai.

Seluruh orang yang berada di dalam rumah, sontak mengalihkan pandangan mereka. "F-fatur?" lirih Dena.

Gadis itu beranjak dan menghampiri Fatur. Fatur masih terpaku di tempatnya. "Fatur, ini semua--"

"Kenapa? Lo nggak percaya sama gue? Lo nggak percaya kalau gue bisa bebasin bokap lo?" tanya Fatur.

"Fatur--"

"Kenapa, Den? Kenapa harus sekarang? Kenapa lo--"

Fatur menghentikan ucapannya. Cowok itu memejamkan matanya merasakan sesak yang tiba-tiba saja masuk ke relung hatinya. "Terserah. Terserah lo, Den. Tadinya gue ke sini mau ngasih lo kabar baik soal bokap lo. Tapi kayanya, lo emang nggak pernah percaya sama omongan gue."

"Lo pilih dia kan? Ya udah. Kita selesai."

Fatur pergi. Cowok itu menubruk bahu Ucup dan juga Rizki. Hanin menatap Dena yang masih menunduk. "Den--"

Ivi memejamkan matanya sesaat. Gadis itu langsung memeluk Dena dan menenangkan gadis itu. Hanin menggelengkan kepalanya tak percaya.

Kesal? Siapa yang tidak kesal? Fatur saudaranya, melihat sikap cowok itu yang begitu antusias tadi siang, cukup membuat Hanin merasa senang.

Fatur mendambakan malam ini adalah malam bahagia untuk Fatur dan juga Dena. Tapi kenyataannya? Malah sebaliknya.

Hanin menyerahkan kotak kado itu pada Dena dengan tatapan kecewa. Setelahnya, gadis itu pergi menyusul Fatur.

"Den, gue nggak ngerti kenapa--"

Ucup dan Rizki menyerahkan kotak yang Fatur siapkan pada Dena. Setelahnya, kedua remaja itu ikut pergi meninggalkan Dena.

Daffa menghela nafasnya. Ikut pergi. Untungnya, Beby dan Ana tidak ikut karna Daffa tidak mengizinkan.

Malik terdiam sesaat. Rencananya untuk mengajak Hanin balikan, ia urungkan. Sepertinya, ini bukan saat yang tepat.

Di lain tempat, Fatur mencekram stirnya. Memukulnya kemudian menangis di sana. "Fatur," panggil Hanin.

Gadis itu masuk ke dalam mobil. "Kenapa, Nin? Kenapa Dena nggak percaya sama gue?" tanya Fatur.

"Sia-sia, Nin. Harusnya gue nggak siapin ini semua, harusnya."

"Tur, kalau lo nggak siapin ini semua, lo nggak akan tau soal pertunangan Dena tadi," ujar Rizki yang baru saja masuk ke jok belakang.

"Gue ngerti lo pasti sakit hati banget. Apalagi lo sama Dena pacaran dari SMP," sahut Ucup.

"Kita pergi dari sini."

Dan malam itu adalah Malam yang mungkin tak akan pernah mungkin Fatur lupakan.

TBC

Ea ea ea:v

Pertinyiinyii

Dah ah bye:v

Ada yang ingin di sampaikan untuk

Hanin

Malik

Dena

Fatur

See u guys!<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro