36

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Persidangan kasus korupsi PT. Asa Sehat yang dilakukan oleh Gatot CS kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan eksepsi. Wajah Gatot terlihat jauh lebih tenang bahkan sesekali dia tampak tersenyum seakan beban yang dipikul hanya sebesar batu kerikil tanpa memikirkan jera di alam baka. Ketika penuntut umum menyuruh Gatot ke kursi persidangan, otomatis puluhan sorot kamera dari para pengejar berita mengabadikan tiap ekspresi sang mantan direktur yang tampak rapi mengenakan batik cokelat bermotif parang keemasan. Sebelum duduk, ekor mata Gatot menyapu ke arah kursi-kursi yang dipenuhi oleh orang-orang yang ingin melihat proses sidang terbuka ini, lantas menangkap sosok Sarah berada di sana bersama Sandra. Sudut bibir lelaki itu terangkat sedikit seperti melempar ejekan kepada perempuan yang pernah dipujanya. 

Mungkin sampai sekarang ...

Setelah hakim membuka persidangan, salah satu tim penasihat hukum Gatot pun membawa nota eksepsi secara runut dan jelas, membaca kalimat demi kalimat keberatan atas surat dakwaan yang dibacakan penuntut umum di sidang pertama. Penasihat hukum mengatakan bahwa surat dakwaan tersebut tidak dapat diterima secara materiil karena dinilai tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap termasuk jumlah uang yang tidak sesuai dengan tuntutan. Selain itu surat dakwaan yang ditulis oleh penuntut umum dianggap prematur akibat dibuat terlalu terburu-buru. Sehingga kuasa hukum Gatot meminta kepada hakim untuk membatalkan dakwaan demi keadilan hukum dan membebaskan terdakwa dari rumah tahanan negara.

"Kalau ada Sherly, bisa dibalik itu meja hakim," gerutu Sandra geleng-geleng kepala mendengar nota keberatan Gatot. "Tante, nanti jadi kan?"

Sarah menganggut sambil tersenyum tipis kala hakim telah menutup acara persidangan usai mendengar tidak ada hal yang perlu didiskusikan lagi. Persidangan akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda jawaban eksepsi dari penuntut umum. Iris mata lelah Sarah mengikuti arah jalan Gatot keluar ruang sidang bersama pengacaranya. Hati perempuan yang masih tampak muda itu mendidih setiap kali melihat wajah penuh muslihat Gatot telah menyebabkan Sherly terkapar di rumah sakit sampai sekarang. Andai main hakim sendiri diperbolehkan di negeri ini, mungkin malam di mana Sherly mempertaruhkan nyawa dengan malaikat kala itu, Sarah akan langsung menghampiri Gatot dan tak segan-segan menyiramkan bensin kepadanya. 

"Tante, Sandra mau ke kantor sebentar karena ada berkas yang harus diselesaikan," pamit Sandra. "Nanti kalau sudah selesai, telepon aja biar Sandra jemput." 

"Enggak usah, San, habis dari sana nanti langsung ke rumah sakit, kasihan Eric dari kemarin nungguin Sherly," tolak Sandra. 

Tak lama, ponsel Sarah berbunyi menampilkan nomor kontak Eric membuat hatinya berdegup kencang takut jika kejadian kemarin terulang. Entah kali ini apa yang terjadi pada Sherly dan berharap itu bukan kabar buruk. Buru-buru dijawab panggilan yang terlihat mendesak itu. Seketika suara Eric terdengar memanggilnya. 

"Ada apa, Ric?" tanya Sarah dengan telapak tangan dingin sampai menggenggam tangan Sandra. 

"Sherly udah sadar, Ma!"

Seperti melepaskan ikatan tak kasat mata yang membelit leher jenjang Sarah berganti sebuah kelegaan tanpa batas. Wanita itu menitikkan air mata membuat Sandra mengernyit kebingungan dan bertanya apakah terjadi sesuatu kepada temannya itu. Sarah menggeleng pelan lalu memutus sambungan telepon dan berkata, "Sherly udah sadar."

"Wah, Puji Tuhan, Ma!" pekik Sandra kegirangan dan merangkul tubuh Sarah. "Tapi ... dia enggak apa-apa, kan?"

"Eric bilang akan dijelaskan di rumah sakit tapi yang terpenting Sherly udah bangun, San," ucap Sarah terharu. 

###

Terbangun dari mimpi panjang, Sherly menyadari bahwa dirinya berada di atas tempat tidur pasien di ruang bercat putih dengan langit-langit berwarna kebiruan. Ketika mengangkat sedikit tangan kirinya yang begitu berat seperti sudah lama tak mengeluarkan tenaga, ternyata ada selang infus menancap di sana. Tak luput masker oksigen menyungkup area hidung Sherly dan mulut mengirim oksigen murni nan dingin. 

Iris mata cokelat lentik itu masih mengumpulkan pecahan-pecahan ingatan kenapa bisa berada di tempat ini. Bukankah dia sedang berjalan dengan Eric ke area parkir untuk pulang usai menghabiskan waktu di Dragonfly? Apakah ada sesuatu yang terlewat hingga mendadak dirinya di sini bersama alat-alat medis yang tidak dipahami, serta seorang perempuan berjas putih sedang memeriksa pupil dan memerintahnya menggerakkan jari-jemari?

"Siapa nama lengkapnya, Mbak?" tanya dokter Pramudya.

Kerongkongan Sherly terasa kering setelah terlelap cukup lama ditambah ada semacam selang yang terpasang di hidung tembus ke tenggorokan mungkin berakhir di lambung. Sekarang dia harus menerima pertanyaan konyol bukannya diberi minum terlebih dahulu atau dilepas selang sialan ini. 

"Sherly Rosalie," jawab gadis itu dengan suara serak. 

Gue butuh minum.

"Mbak Sherly lahir tanggal dan tahun berapa?" tanya sang dokter memastikan bahwa pasiennya tidak mengalami gangguan ingatan. 

"20 April 1992," jawab Sherly lagi.

"Dan Mbak Sherly ingat ini siapa? Dan Mbak di mana?" tunjuk dokter itu kepada Eric yang berdiri di belakangnya menatap cemas. 

"Eric. Ini di rumah sakit," kata Sherly mulai bosan. "Saya kenapa di sini? Saya haus."

Dokter Pramudya mengerutkan kening sebentar, lantas bertanya lagi,"Mbak Sherly enggak ingat apa yang udah terjadi?"

Udah tahu kenapa tanya?

Sherly menggeleng pelan membuat ekspresi dokter Pramudya sedikit terkesiap. Sementara Eric yang membaca gelagat dokter itu berjalan sejajar dan berkata, "Sherly enggak apa-apa kan?"

"Kalau pasien tidak ingat apa yang terjadi di malam kejadian, sepertinya dia mengalami amnesia ringan atau kita menyebutnya amnesia global sementara,"jelas dokter Pramudya. "Apa yang Mbak Sherly ingat?"

Alis Sherly bertaut, berpikir cukup lama untuk merangkai ingatan kenapa merasa ada sesuatu yang hilang. Namun, sebesar apa pun usahanya untuk menyambung pecahan itu, Sherly tak dapat menghubungkan teka-teki dalam kepalanya sendiri. Yang diingat, dia dan Eric di parkiran Dragonfly lalu semua gelap berganti dengan posisinya di sini. Sherly menggeleng pelan bahkan bisa emosi jikalau dokter di depannya bertanya hal yang sama lagi.

"Sebenarnya amnesia jenis ini jarang terjadi, Mas Eric, tapi tenang saja karena amnesia yang dialami Mbak Sherly ini termasuk ringan dan akan menghilang dalam hitungan jam. Kami akan tetap mengevaluasi perkembangannya,"terang dokter Pramudya. "Kita akan lepas selang NGT di hidungnya juga masker oksigen biar Mbak Sherly bisa makan dan minum lebih leluasa. Untuk makanan sementara bertahap ya dari cairan ke bubur agar tidak kaget perutnya."

Setelah dokter Pramudya pergi, tak lama perawat datang untuk melepas selang NGT--selang untuk memberi nutrisi pada pasien yang tak sadar--dan masker oksigen. Eric membuka lemari kecil di sisi kiri tempat tidur Sherly, mengambil satu set perlengkapan mandi termasuk sikat gigi, odol, obat kumur hingga sabun cuci muka. Tadi pagi sebelum Sherly terbangun seperti sekarang, Sarah sudah menyeka dan kini tugas Eric untuk membersihkan area mulut Sherly.

"Makasih, Sus," kata Eric usai perawat membereskan alat-alat ke dalam kantung plastik kotor. Lelaki itu menekan dispenser untuk menadah air hangat dalam gelas kecil dan meraih sedotan dalam laci yang sudah dibelikan Sarah. "Minum dulu, nanti gue bantuin gosok gigi. Pasti bau naga itu mulut."

"Lo niat ikhlas apa gimana sih?" ketus Sherly lalu menyeruput air hangat itu melewati kerongkongan. Serasa menemukan surga, dia menghabiskan tanpa sisa. "Ah, enaknya.Thanks!"

Eric hanya tersenyum tanpa menyinggung atas apa yang terjadi malam itu termasuk hasil sidang Gatot melalui siaran televisi nasional. Hari ini dia ingin membuat Sherly nyaman dengan perlakuannya meski harus mendengar omongan pedas gadis itu lagi. Eric kembali menadah air ke dalam gelas kemudian mengambil baskom untuk menampung air bekas kumur. Lantas dia berjalan ke bagian kaki kasur dan memutar tuasnya agar posisi bagian kepala Sherly lebih tinggi. 

"Tangan lo pasti masih lemes, gue sikatin aja gigi lo," kata Eric mengeluarkan sedikit odol pepermint. Dengan telaten, dia menyikat gigi Sherly begitu perlahan seakan tidak ingin membuat gadisnya tersakiti. Sesekali dia memandangi iris mata Sherly yang menyorot tajam seperti sedang mencari-cari alasan mengapa Eric mau melakukan hal sejauh ini. "Gue ... sayang sama lo."

Sontak saja Sherly menyemburkan busa odol tepat mengenai wajah Eric setelah mendengar pernyataan yang dinilai luar biasa konyol itu. Oh Tuhan, apa yang sudah terjadi pada dirinya hingga sang mantan berbicara bagai orang kehilangan akal? Apakah Eric sedang mabuk sampai lidahnya luwes mengeluarkan kalimat yang bisa menimbulkan kesalahpahaman itu?

Sialnya, hati Sherly justru bergemuruh seakan lelaki itu tahu caranya menembus pertahanan yang dibangunnya selama lima tahun. Dia salah tingkah bukan main dan berpaling menghindari tatapan Eric yang menyiratkan amarah atas ketidaksopanannya. 

Siapa suruh bilang gitu di saat orang baru bangun dari kematian. 

"Si-sinting lo bilang gitu sama gue," kata Sherly gugup tak memedulikan mulutnya masih penuh busa odol. 

"Lo ngomong lagi gue cium juga loh! Muka ganteng gue jadi hilang nih!" sembur Eric tak terima. "Lagian bilang sayang aja langsung kaget gitu. Kayak lo enggak pernah ngerasain disayang sama gue." 

Mulut Sherly menganga lebar tak percaya dengan apa ditangkap telinganya. Apakah dunia telah terbalik? Berapa lama sebenarnya dia tak sadarkan diri sampai bisa merubah sikap Eric menjadi aneh seperti itu? Bukannya tersentuh justru Sherly geli sendiri dan buru-buru berkumur. 

Eric mengambil handuk kecil dari nakas kemudian mengeringkan area mulut Sherly. Tanpa aba-aba lelaki itu langsung memberikan kecupan selamat datang di bibir gadis itu. "Gue kangen sama lo."

"Lo keracunan apa sampai cium-cium gue!" seru Sherly salah tingkah. "Gila lo sama orang sakit malah berbuat mesum! Bisa kena pasal pelecehan seksual, baru tau rasa!"

"Apaan orang kita sama-sama suka," kilah Eric. 

"Kalau gue enggak sakit, udah gue tendang itu adik kecil lo, Ric. Udah sana pergi, pusing kepala gue," usir Sherly. "Ah, iya." Gadis itu menahan tangan Eric sebelum dia pergi. "Sidang bokap lo?"

"Lo sakit bukannya mikir diri sendiri malah ngurusin dia," ketus Eric. "Lagian kenapa sih lo harus ikutan ngurusin kasus besar itu kalau akhirnya jadi kayak gini?" dia duduk di pinggiran kasur Sherly, menggenggam erat tangan gadis itu teringat kembali pada malam di mana sang mantan sekarat. Hanya memutar kejadian yang baginya terasa kelam saja, kornea Eric langsung berkaca-kaca. "Jujur aja, gue enggak mau kehilangan lo lagi, Sher. Lo berbaring di sini aja rasanya gue pengen tukar posisi."

Sherly membisu cukup lama, menatap raut wajah gelisah Eric. Mendadak kepalanya sedikit pening berbarengan pecahan teka-teki itu mulai terkumpul. Telinga Sherly berdengung keras menimbulkan sensasi menyakitkan di gendang telinga tembus hingga ubun-ubun. Wajahnya sampai memerah menahan gelombang ingatan yang tiba-tiba datang.

"Lo enggak apa-apa, Sher?" tanya Eric sedikit panik.

Sherly menggeleng cepat meski dadanya terasa sesak menerima berkas ingatan itu secara paksa. "Jangan pergi," pintanya pada Eric penuh harap. "Temenin gue di sini, please."

Sementara itu, dari jendela luar kamar Sherly, tampak seseorang tengah mengintai dengan ponsel yang dipegang di sebelah kiri sambil berbisik kepada lawan bicaranya. Kemudian, dia menunduk tuk menutupi sebagian wajahnya dengan topi hitam selanjutnya berjalan cepat meninggalkan ruang rawat itu.

"Dia terlihat baik-baik saja," ucapnya melapor pada seseorang di seberang. "Tapi, saya dengar kalau dia tidak ingat kejadian malam itu."

"Cari berkas yang saya bilang tadi, sisanya bereskan dia."

"Baik."

***

Mereka berdua ini nggak pernah ada akur-akurnya 🤣🤣🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro