37

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Seperti inikah rasanya ketika Tuhan membuka gerbang ingatan Sherly yang sempat ditutup? Bagai seseorang tengah menggantungkan tubuh itu secara terbalik di ruang berudara tipis lalu mengayunkan secara cepat dan memukul kepala dengan palu. Kombinasi mematikan antara nyeri hebat dan sensasi mual yang menjadi-jadi ditambah denging telinga begitu menyakitkan. Jika diberi pilihan, maka Sherly lebih memilih tak sadarkan diri daripada harus menanggung gelombang traumatis seperti ini. Apalagi potongan kejadian itu langsung menyergap setiap sel dalam otak tak memberi si empunya kesempatan untuk bernapas barang sedetik. 

Wajah pucat gadis itu makin pucat bak manusia enggan mati pun tak sudi hidup, namun bulir keringat sebesar biji jagung membasahi kening Sherly seakan dinginnya AC di ruang ICU VIP tak mampu melenyapkan rasa takut yang membekap. Lain halnya dengan telapak tangan Sherly yang justru teraba sedingin es kala memegang lengan Eric untuk tidak membiarkannya pergi. Serpihan kejadian di Dragonlfy makin lama makin jelas. Benturan keras yang menghantam badan, teriakan Eric, jeritannya di ambulans, sampai suara-suara petugas medis yang menolongnya.  

"Sher!" Eric panik melihat gadisnya terlihat sesak napas. "Gue panggilin--"

"Jangan!" pekiknya dengan mata melotot. "Please."

Alis tebal Eric mengerut, tangannya mengepal kuat menahan diri untuk tidak menekan tombol nurse call sekadar meminta bantuan kenapa tiba-tiba Sherly menjadi seperti itu. Bisa jadi kan ada sesuatu yang terjadi di kepalanya? Sungguh dia tidak ingin Sherly mengalami hal lain yang lebih mengkhawatirkan. Dia sudah cukup lega kalau gadis itu tersadar meski ada ingatan yang memudar. Atau ... apakah memori yang sempat hilang di kepala sang pengacara telah kembali? batin Eric penasaran. 

"Kecelakaan itu ..." Sherly terengah-engah, meremas baju di lengan Eric. Sesaat dia mengernyit merangkai pola kalimat yang pas untuk menggambarkan apa yang terjadi padanya. "Gue mau dibunuh kan?"

Ada ekspresi terkejut terlintas di wajah Eric. Dia berpaling, mengatupkan bibir seraya mengetatkan rahang menahan gejolak emosi setiap mengingat kejadian itu. Haruskah dia membenarkan pernyataan Sherly? Tapi, menilik betapa mengibakan gadis malang itu sampai korneanya memerah mengalangi rasa yang berkecamuk di dalam dada, akhirnya mau tak mau Eric menyenggut pelan. Dia menggenggam tangan Sherly lalu memberikan sebuah kecupan di puncak kepalanya dan berkata, "Gue udah punya rencana. Kita akan menangkapnya malam ini."

"Sekalipun lo tahu siapa dia? Lo tahu maksud gue kan?" Sherly ingin menyebut nama Gatot tapi bibirnya terlalu suci untuk mengucap nama manusia bejat yang sudah merusak hidupnya. Tapi, dugaan Sherly tidak akan kuat selama belum ada bukti yang bisa memberatkan Gatot sebagai dalang. Sayang, saat ini kondisinya masih terkapar di rumah sakit membuat pergerakan Sherly masih terbatas apalagi dia juga baru terbangun dari tidur panjang di antara kematian. 

Eric menghela napas panjang mengapa masalah rumit ini harus terjadi padanya juga Sherly. Bahkan Sarah juga masih tampak canggung dan selalu memohon maaf kalau mereka sedang berdua, seakan ucapan ampun itu tak bisa mengembalikan betapa remuk hati Eric kalau ibu sang mantan adalah selingkuhan ayahnya sendiri. Sejujurnya, Eric sudah tidak mempermasalahkan cinta segitiga yang terjadi antara Sarah dan kedua orang tuanya. Toh, yang terbelenggu dosa juga para pelaku yang ingin berselingkuh bukan?

Dia mendudukkan diri di pinggiran kasur Sherly, membelai penuh kasih sayang rambut sang mantan dengan pandangan teduh serta bermunajat kalau ada akhir bahagia untuknya. Rasa sayang yang dimiliki Eric kian berkembang dan tak dapat ditahan lagi meski gadis itu akan menolak dengan ribuan kata. Eric hanya ingin merajut kembali apa yang dulu belum selesai di antara keduanya juga masih bisa merasakan cinta yang disembunyikan Sherly darinya. 

"Lo jangan khawatir," kata Eric. "Gue udah punya rencana sendiri, lo tinggal ikut alur aja, Sher."

"Ric, gue--"

Eric menggenggam kembali kedua tangan Sherly. "Jangan membantah. Gue enggak mau kehilangan lo untuk kedua kali. Gue bener-bener sayang sama lo," ungkap lelaki itu terdengar tulus. "Gue ... masih cinta sama lo, Sher. Cinta banget sekarang."

"Jangan ngaco, Ric. Kita enggak bakal bisa bersama karena nyokap lo," timpal Sherly melepas genggaman tangan Eric di tangannya. "Karena masa lalu orang tua kita."

"Mereka yang berbuat, Sher, bukan kita. Kita cuma anak-anak yang enggak tahu apa-apa waktu itu. Apa gue salah berharap sama elo lagi?"

"Tapi ..."

"Kalau lo resah, kita tinggal kawin lari aja. Lagian duit hasil kerja keras gue juga banyak," balas Eric membanggakan diri. "Serius, gue bener-bener enggak pengen kehilangan lo lagi setelah kejadian kemarin. Gue janji bakal menangkap pelakunya."

"Terserah lo," ucap Sherly pasrah menghadapi sifat keras kepala Eric. 

###

Bola mata perempuan paruh baya itu menyorot lelaki yang sudah lama tak ditemui sejak peristiwa memalukan yang membuat hidupnya serasa dijungkir balik. Meski pancaran mata lelaki di balik kaca pembatas ini menyiratkan sebuah kerinduan tak berbatas serta perasaan sayang yang pernah diberikan, Sarah sudah membentengi diri untuk tidak terlena seperti waktu itu. Bahkan, betapa merutuk diri sendiri kenapa dulu bisa takluk pada lelaki penuh tipu muslihat sepertinya. Tapi, Sarah juga menyadari kesalahan atas perbuatannya dulu mau saja menjadi wanita simpanan demi bisa memenuhi kebutuhan hidup di tengah krisis ekonomi setelah sang suami meninggal menyisakan hutang beranak pinak yang tak bisa dibayar waktu itu. Sekarang entah setan mana yang berhasil merasuki Sarah, di saat kakinya melangkah ke tempat tahanan negara bukan menemui Sherly.

Jemari Sarah meremas tas jinjing berbahan kulit ketika Gatot menatap balik dengan aura yang kuat nyaris menghipnotis lagi. Dia menggeleng keras, menarik udara untuk memenuhi rongga dada juga menjaga pikiran agar tetap waras. Sorot mata Sarah mengitari sekeliling di mana ada kamera pengawas berada di atas kanan ruang besuk tahanan. Lelaki berkacamata minus itu berpaling mengikuti arah pandang Sarah kemudian berkata, 

"Enggak usah takut kalau mereka tahu apa yang kamu bicarakan, Sar."

Sudut bibit Sarah terangkat mendapati Gatot masih terlihat santai padahal hukuman dari negara sudah di depan mata. "Cuma pengen tahu aja, apa mereka juga merekam apa yang Mas Gatot perbuat di luar?"

Kening Gatot mengerut tak mengerti apa yang dibicarakan oleh mantan pujaannya itu. "Aku enggak paham. Tahu sendiri kan, aku di sini dan enggak bisa ke mana-mana."

"Sherly kecelakaan dan sekarat," ucap Sarah pelan namun tegas seakan membendung gelombang murka untuk tidak meretakkan kaca pembatas. 

Gatot tercengang beberapa saat sambil menjilati bibirnya sendiri. "Aku turut prihatin. Apakah dia baik-baik saja?"

"Dia baik-baik saja sampai ada seseorang nyaris mencabut nyawanya," sindir Sarah sambil melipat tangan di dada. 

Gatot menyandarkan punggung ke kursi begitu mendengar pernyataan yang terasa menyudutkan dirinya itu. "Oh, jadi kamu datang cuma buat menuduh aku? Ada bukti? Enggak kan?"

"Bukan aku yang menuduh loh!" kilah Sarah terkekeh melihat gelagat Gatot. "Tapi ... apa sih yang enggak bisa kamu lakukan, Mas? Dulu aja, kamu sendiri yang memaksa aku buat gugurin anak kita kan?"

Gatot berdeham pelan, menegakkan posisi punggungnya kemudian berkata, "Aku tidak menyuruhmu. Aku hanya bilang kalau kita membuat kesalahan besar yang harus disingkirkan demi kebaikan bersama."

"Kebaikanmu bukan aku," tunjuk Sarah pada dirinya sendiri. "Dan sekarang, aku yakin kamu sedang menggali lubang untuk mencari jalan keluar. Bahkan sepertinya nyawa sudah tidak ada harganya di matamu."

Gatot tersenyum sinis. "Omong kosong. Pergilah jika yang kita bicarakan tidak ada artinya, Sar," usirnya. Lalu dia mendekat menatap lurus iris mata lentik Sarah sambil berbisik, "Tapi ingat ... aku tidak akan menyenggol siapa pun jika tidak ada yang memulai."

"Dan aku tidak akan datang ke sini kalau kamu tidak memantik api," balas Sarah tanpa gentar.

###

Begitu sampai di rumah sakit setelah terjebak macet yang cukup panjang dan melelahkan, Sarah dan Sandra bergegas menuju ruang inap VIP setelah diberitahu Eric kalau Sherly keluar dari ruang ICU. Usai dipastikan kondisi Sherly stabil termasuk potongan ingatan yang kembali, seluruh rasa capek yang membelenggu Sarah langsung lenyap seketika berganti kebahagiaan melihat sang putri kini dalam posisi setengah duduk sedang disuapi Eric. 

Meski wajahnya masih belum benar-benar bugar, Sarah menitikkan air mata sambil mengucapkan syukur bahwa Tuhan mendengar doa-doa yang dipanjatkan agar menyelamatkan gadis itu. Eric bergerak mundur setelah Sherly berkata kenyang lalu memberi privasi bagi ibu dan anak itu. Dia menyeret lengan Sandra yang baru saja mendudukkan diri di sofa karena harus mengurus berkas perkara kasus lain termasuk kasus yang ditangani Sherly.

"Lo enggak enakin gue tidur semenit aja, Ric," keluh Sandra sambil menguap lebar. 

Eric memerhatikan sekitar lalu berkata, "Gimana tadi?"

"Aman. Cuma ... enggak banyak informasi yang gue dapat. Bokap lo pinter juga ngelesnya," ujar Sandra. "Tapi, kita udah pasang penyadap yang enggak diketahui orang. Kita cuma perlu menunggu waktu."

"Oke. Thanks ya San," kata Eric terdengar tulus. "Gue ... jujur aja masalah ini pelik."

"Gue yang lihat kalian berdua aja capek, Ric, apalagi elo. Terus kelanjutan kalian berdua gimana?" tanya Sandra. "Sherly itu kalau gue lihat, maju-mundur sama elo."

"Lihat aja entar, nanti juga luluh sama gue. Gue hafal siapa dia," kata Eric menaik-turunkan alisnya.

Sementara itu, Sarah membantu menyeka badan Sherly sambil bercerita kalau tidak bisa tidur sejak anaknya mengalami kecelakaan. Dia pun tidak berani mengabari Barra karena takut masalah makin runyam kalau tahu dalang dari semua ini kemungkinan ulah Gatot Prasaja. Sedangkan Sherly hanya membisu mendengar ocehan Sarah walau dalam hati begitu bergemuruh ingin membalas siapa pun yang sudah membuatnya sekarat. Ya ... walaupun semua ini meruncing pada dua orang, Gatot atau Eveline. Hanya dua manusia itu yang ingin mengirim Sherly ke alam baka.

"Kamu sebaiknya mundur dari kasus ini," pinta Sarah sebagai seorang ibu. "Mama enggak sanggup kalau ada apa-apa sama kamu lagi, Sher."

Sherly masih bergeming, mencoba memahami isi pikiran ibunya di saat ambisinya begitu berkobar untuk menjebloskan Gatot ke penjara karena sudah menggelapkan dana yang merugikan negara. "Sherly hanya ingin kasus ini segera selesai apa pun keputusan hakim, Ma."

"Dan mengabaikan nyawa kamu lagi?" Sarah terlihat tak terima. 

Sherly menggeleng. "Selama Tuhan masih memberi kesempatan, Sherly tetap menangani kasus ini. Ada hal yang enggak Mama tahu."

Tentu saja, Sarah langsung mengernyit. Rahasia macam apalagi yang disembunyikan anaknya sampai begitu keras kepala tidak mau menyerahkan kasus ini kepada pihak lain. Apa selain penggelapan dana, Gatot melakukan hal keji lain?

Sherly menghindari tatapan penuh selidik walau lidahnya masih terus melontarkan semua keluh kesah. Sayang, sebesar apa pun usaha Sherly mencoba menjelaskan kepada Sarah, nyatanya sang ibu tetap melarang demi keselamatan. Sherly sudah muak. Dia hanya ingin membalas dendam atas apa yang dilakukan Gatot pada keluarganya sampai Sarah kehilangan pekerjaan karena dilabrak Eveline. Mengingat betapa susah kehidupan mereka setelah semua orang tahu Sarah adalah wanita simpanan seorang direktur. Maka tidak salah kan kalau Sherly memiliki ambisi mengalahkan Gatot? 

Di lain sisi, dia ingin membuat Eveline merasakan bagaimana rasanya dipaksa terpisah dengan belahan jiwa. Sherly ingin Eveline merasakan bagaimana rasanya dipermalukan di depan publik dan menjadi buah bibir masyarakat. Ini dilakukan semata-mata membayar rasa sakit hati yang dulu diterima ketika diperintah menjauhi Eric jika ingin hidup tenang serta membalas hinaan sang dokter yang mengejeknya sebagai anak tukang selingkuh yang bermodal selangkangan. 

Mama emang salah, tapi Gatot lebih salah karena udah ngasih iming-iming duit buat memperbudak Mama biar jadi istri siri. 

"Sher ..."

"Ini pilihan Sherly, Ma," tukas Sherly. "Kalau Mama enggak suka, mending Mama pulang enggak usah ngurusin Sherly. Masih ada Sandra dan Eric yang ada di sini."

"Sher!" teriak Sandra menginterupsi perbincangan ibu dan anak itu. "Kantor lo dibobol orang!"

 Sandra bergegas memberikan ponselnya kepada Sherly untuk mendengar penuturan seorang petugas keamanan yang melihat ada lelaki mencurigakan masuk ke dalam kantor HAD Law Firm di luar jam kerja. Petugas keamanan itu menjelaskan kalau dia sudah hafal dengan semua pengacara atau staf lain yang ada di firma hukum tersebut. Namun, ketika si petugas keamanan ingin memergoki justru mendapat pukul di kepala sampai pingsan. 

"Udah biarin aja, Pak, tapi untuk CCTV ada di dekat TKP ada kan?" tanya Sherly. "Saya barusan bangkit dari kematian, jadi enggak memungkinkan menghajar orang sekarang."

"Iya, ada rekamannya, sudah kami simpan untuk bukti kalau Mbak Sherly memerlukan. Saya cuma lihat hanya ruangan Mbak Sherly yang acak-acakan."

Setelah meminta petugas keamanan itu tetap waspada sekaligus mengirim sejumlah uang sebagai tip sudah menjalankan tugas, Sherly malah tersenyum tipis. Sandra dan Sarah saling berpandangan tak mengerti kenapa gadis di depannya malah terlihat tenang. 

"Hei, berkas penting lo di sana loh! Gila apa lo setenang ini," ketus Sandra. "Gue aja udah setengah mati paniknya. Mana berkas kasus korupsi Gatot ada di sana."

"Itu berkas-berkas kasus yang udah selesai. Berkas yang dicari kemungkinan berkas whitsleblower dan bukti mutasi rekening tersangka, San. Gue enggak semudah itu menaruh file punya pelapor di kantor," jelas Sherly.

"Di mana?" tanya Sandra sedetik kemudian paham. "Ah ... mantan lo ada gunanya juga."

"Apa lo!" sahut Eric baru masuk ke ruangan setelah menutup telepon.

"Oh ... dari mantan untuk mantan?" cibir Sandra menyorot Eric dari atas ke bawah. "Pantes kalian berdua susah move on."

"Bacot lo!" sembur Eric salah tingkah. "Ah, iya, masalah kantor lo nanti dibantu Benedict dan berkas kasus lo aman di apartemen dia."

Sandra menganga. "Ah ... jadi bukan di tempat lo," kata gadis itu lesu. "Di tempatnya si tukang celup."

"Gila kali lo, gue dititipin berkas kasus bokap sendiri," protes Eric.

"Tinggal rencana kita aja kan?" tanya Sherly yang dibalas anggukan sang mantan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro