🔆Kehidupan Baru🔆

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~ Dia tidak mencintaimu. Dia hanya kesepian dan dirimu tiba-tiba hadir~

***
Hidden Paradise  by Galuch Fema



Happy reading jangan lupa vote

Pemandangan di depan Astari semuanya hitam dan pekat. Ia sampai tidak bisa membedakan jika di sana memang gelap atau dirinya yang mendadak buta karena sama sekali tak melihat apa pun.

Kaki dijulurkan ke depan dan berhasil menyentuh lantai, kemudian satu kakinya mengikuti untuk masuk. Hawa dingin dan pengap bercampur menjadi satu menusuk hidung. Satu tangan meraba apa yang ada di depannya takut menabrak benda di ruangan ini.

Benar saja, baru beberapa langkah, tubuh Astari langsung terjatuh. Kaki sebelah kanan mengenai suatu benda  yang sangat keras.  Perempuan itu mengaduh kesakitan sambil mengelus pantatnya yang sakit.

“Benar-benar tak bisa melihat apa-apa,” keluhnya sambil mencari pegangan untuk segera bangkit.

Tubuh Astari langsung menegang tatkala mendengar suara berisik tak jauh dari tempatnya berpijak. Suasana yang sangat sepi membuat suara sekecil apa pun terdengar begitu jelas di telinganya.

Sekarang yang terdengar seperti suara tongkat beradu dengan lantai di ujung ruangan ini membuat Astari mundur hati-hati karena takut terjerembap dan jatuh lagi.

Suara notikasi di ponselnya membuat Astari berjingkat sangat kaget. Betapa bodohnya ia, kenapa tadi tidak menggunakan cahaya senter di ponselnya saat memasuki ruangan ini.

“Kamar kamu sebelah kanan tangga.”

Begitulah pesan di layar ponselnya. Astari semakin bingung karena ia yakin jika Satria di ruangan ini tetapi enggan menemuinya. Begitu buruk atau hina sehingga ia tak mau menemui perempuan seperti dirinya, untuk berkomunikasi pun memakai chat di ponsel.

Astari menyalakan senter di ponsel, ia mengarahkan cahaya ke ruangan ini. Kain gorden mendominasi di setiap dinding. Astari mengarahkan cahaya ke arah pojok lain. Degup jantung kembali berdetak cepat karena melihat kain hitam terbentang di mana-mana menutupi semua benda di ruangan utama ini sehingga terlihat sangat menyeramkan.

Astari berlari kecil dan menemukan satu ruangan di dekat tangga.

“Kamar sebelah kanan tangga,” ucapnya pelan untuk mengurangi efek takut yang berlebihan.

Setelah berjalan beberapa langkah, ia berdiri di depan kamar yang dimaksud. Ada rasa khawatir bercampur ragu ketika akan memasuki kamar ini. Ia sudah menduga jika Satria berada di ruangan ini. Tangan dengan hati-hati membuka gagang pintu, lagi-lagi berdebu sehingga Astari mengibaskan tangan membuat dirinya bersin.

“Assalamualaikum.”

Suara Astari bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka karena tak terkunci. Lagi-lagi gelap tetapi aroma di kamar ini sedikit berbeda karena aroma pinus mendominasi kamar.

“Mas Satria?” panggil Astari dengan gugup. Ia meraba dinding siapa tahu ada sakelar karena cahaya ponsel mulai redup minta di sambungkan dengan charger.

Sepi tak ada yang menjawab. Astari tak menemukan  apa yang ia cari. Sekarang keadaan di kamar ini sedikit terang karena lampu sudah menyala tetapi masih saja dengan kondisi temaram. Dugaan Astari salah, Satria tidak di kamar ini. Yang ada koper miliknya diletakkan tak jauh dari ranjang.

Astari kembali kecewa. Laki-laki yang bernama Satria ternyata penuh teka-teki dan misteri. Astari melangkah pelan menuju ranjang besi dengan kelambu yang menjuntai sampai ke lantai. Di sana terdapat sakelar untuk mengisi baterai ponselnya. Ia segera menelepon karena sudah lelah dengan awal permainan yang didalangi laki-laki itu.

Suara dering ponsel yang entah berada di mana sayup-sayup berbunyi dan sampai terdengar ke kamar ini karena Astari sengaja membiarkan pintu kamar terbuka. Sayangnya, laki-laki itu tak mengangkat panggilannya. Astari meletakkan ponsel di atas nakas dengan kasar karena saking kesalnya. Berbaring di atas kasur sambil menatap atas melihat kelambu berwarna putih. Aroma seprei yang terasa apek  membuat Astari tak betah lama-lama berbaring.

Ia duduk di tepi ranjang dan mendapati sebuah pesan masuk.

“Istirahatlah, akan ada saatnya kita bertemu tetapi bukan untuk waktu dekat ini. Satu yang harus diingat selama di sini yaitu aku tidak suka cahaya yang terang. Aku lebih menyukai kegelapan.”

Begitulah bunyi pesan dari Satria, kalimat yang terakhir membuat merinding. Astari buru-buru masuk ke dalam selimut dan membenamkan tubuh dan wajahnya. Siapa sosok satria? Apa sejenis vampir yang tak menyukai cahaya. Mata yang lelah tetapi tak mampu terpejam, perlahan selimut itu ia singkap pelan-pelan. Namun, bayangan di balik jendela membuat Astari kembali menutup wajahnya.

Suara cicit burung mengusik perempuan yang masih bergelut dengan selimutnya. Udara di daerah Baturaden membuat dirinya malas bangkit dari pembaringan. Agak terkejut ketika ia baru sadar jika bukan di kamarnya.  Untung saja sedang halangan sehingga ia bisa bangun agak siang. Bukan disengaja tetapi karena dari semalam selalu terdengar bunyi aneh di rumah ini membuat mata bolak-balik terjaga.

Astari duduk di tepi ranjang sambil menengok ke arah kanan kiri, ia tak paham apa yang harus dia lakukan di hari pertama setelah statusnya berubah. Apalagi sekarang hari libur sehingga seharian akan  bertahan di rumah tua ini. Tangan menggapai ponsel dan benar saja ada satu pesan dari Satria, laki-laki itu mengirim pesan satu setengah jam yang lalu menyuruhnya untuk salat subuh.

Astari berjalan keluar kamar, suasana rumah tamu masih sepi karena beberapa tirai masih tertutup. Gadis itu langsung menyibakkan tirai sehingga cahaya masuk melalui kaca. Sontak ia sangat kaget melihat isi ruangan ini, berdebu dan sebagian tembok sudah berlumut karena lembap.

“TUTUP TIRAINYA!!!”

Suara tersebut mengagetkan Astari. Degup jantung kembali berpacu cepat, Astari sudah bisa menebak jika suara itu berasal dari kamar sebelah kiri dari tangga. Tangan yang masih kaku hanya bisa berdiam karena baru pertama kali mendengar suara Satria.

“TUTUP KEMBALI TIRAINYA. AKU TIDAK SUKA SUASANA TERANG!” pekik Satria sekali lagi.

Astari menutup kembali tirai dengan tangan yang sudah gemetar hebat dan suasana kembali lagi gelap tetapi tak segelap malam karena cahaya matahari masih bisa masuk melalui ventilasi udara. Entah keberanian dari mana, perempuan itu berjalan menuju kamar yang  berasal suara barusan. Agak ragu untuk mengetik pintu tersebut tetapi sambil memantapkan hatinya ia harus bertemu dengan Satria karena tidak bisa terus terlibat dalam permainan ini.

“Untuk apa kamu kesini? Kembali ke kamar kamu saja!”

Astari mundur satu langkah karena saking terkejutnya. Kenapa Satria tahu jika sekarang dirinya berdiri di depan kamarnya.

“Ak-aku....”

Untuk mengucapkan kalimat saja sangat kesulitan dan berakhir pada sebuah kata saja. Tangan terus mendekap dada yang sudah bergemuruh hebat.

“Kembali ke kamar kamu saja!”

Suara itu kembali lagi terdengar. Astari sudah bisa menduga jika Satria berada di balik pintu di depannya karena suara terdengar sangat dekat.

“Aku ingin kita ketemu sebentar saja.”

Akhirnya satu kalimat lolos juga dari bibir Astari walaupun setelah itu kedua lutut sangat lemas. Dalam pikirannya dia nanti Satria akan keluar dari kamar dengan wajah yang sangat menyeramkan seperti yang dikatakan oleh ibu pemilik warung.

“Untuk apa?”

Sekarang gantian Astari yang kebingungan setengah mati.

“Karena ada banyak yang harus kita bicarakan,” jawab Astari spontan tetapi ada benarnya juga dari apa yang ia ucapkan.

“Tidak dalam waktu dekat ini. Aku butuh waktu.”

Astari kecewa berat tetapi ia bisa merasakan dari jawaban itu mewakili perasaan Satria.

“Baiklah kalau tidak mau, aku kembali ke rumah orang tua aku saja,” timpal Astari dengan kesal karena gagal membujuk Satria untuk keluar menampakkan diri.

“JANGAN!”

Laki-laki itu kembali memekik dengan suara yang tinggi tetapi Astari pura-pura membisu tak membalas ucapan. Sekarang terdengar suara benda beradu di depan pintu, sepertinya Satria amat gelisah. Setelah beberapa menit dalam keadaan hening, kembali lagi Satria bersuara kembali di balik pintu.

“Aku tahu kamu masih di depan pintu.”

Perempuan itu semakin tak mengerti, seharusnya Satria mengira kalau dirinya sudah pergi karena ia sudah menahan agar geraknya tak terdengar sampai dalam kamar.

“Aku mohon kamu jangan pergi. Kamu sudah menjadi milikku,” imbuh Satria membuat Astari semakin terdiam. Kalimat terakhir sangat mengena di hatinya. Ide tiba-tiba terlintas di benak Astari.

“Tapi aku harus tetap pergi.”

“JANGAN AKU MOHON,” pinta Satria sambil membuka pintu sedikit saja. Astari langsung kaku, ia sendiri yang meminta untuk bertemu tetapi sekarang ia sendiri yang ketakutan.

“Aku mau pergi ke warung karena isi kulkas kosong.”

Pintu di depan langsung tertutup membuat dirinya terperanjat kaget. Ia mendengar jika Satria seperti mendengus kesal karena telah dikerjai olehnya.

“Di depan pintu ini ada meja kecil. Di sana ada uang, tidak banyak. Pakailah untuk kebutuhan sehari-hari.”

Netra Astari melirik meja, benar saja di sana ada tumpukan yang. Memang tidak banyak tetapi cukup untuk makan mereka berdua selama satu bulan.

“Aku tidak suka daging atau ikan. Lebih baik setiap hari kamu sediakan makanan sayur saja karena aku terbiasa makan itu. Tolong sediakan di atas meja kamar ini.”

Astari mengernyit keningnya, selama ini Satria makan apa? Bukankah  tak pernah keluar rumah.

“Baiklah,” jawab Astari sambil terus memikirkan jawaban dari teka-teki ini.


Malam semakin larut, setelah seharian sibuk membersihkan dapur yang sudah mengerak di mana-mana. Belum lumut juga belum sepenuhnya bisa dihilangkan. Astari sendiri masih bingung, di dekat dapur bagian luar terdapat dinding yang sangat tinggi yang ditumbuhi tanaman merambat. Ia menduga jika di balik tembok itu masih terdapat ruang tetapi ia tak tahu dari mana memasukinya.

Lampu kamar tiba-tiba padam membuat Astari ketakutan. Karena sibuk beres-beres, ia tak sempat mengisi baterai. Suara berisik terdengar jelas dari luar karena jendela kaca tak bertirai mengingat sedang ia cuci karena bau apek.

Dengan mengumpulkan sedikit keberanian menatap luar jendela dan ia bisa melihat bayangan seseorang di sana. Astari memekik sangat histeris dan lompat dari ranjang menuju pintu di sebelah kanan. Setelah membuka pintu, Astari seperti menabrak seseorang yang berdiri di sana. Dengan ketakutan, ia menengadah ke atas bersamaan cahaya kilat disertai gemuruh guntur.

Astari memekik ketakutan dan semuanya bertambah gelap disertai luruh tubuhnya ke atas lantai.

*꧁ᬊ᭄𒆜 '''To be continue ''' 𒆜ᬊ᭄꧂*






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro