🔆Penyelidikan🔆

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

♡ Ajari hati agar menerima kenyataan karena ada beberapa hal yang bisa diterima tapi tak bisa diubah ♡

***
Hidden Paradise  by Galuch Fema

Happy reading jangan lupa vote

Hampir semua barang yang tak pernah berpindah satu senti pun sekarang berada tak di tempatnya. Kain hitam yang identik menjadi  penutup benda di ruang ini berserakan di lantai, bahkan ada pula sobek dan tercabik tak jelas.

Tirai yang digunakan menghalangi cahaya agar tak masuk, sekarang dengan sengaja terbuka, membiarkan sinar matahari menyinari ruangan ini setelah dua tahun berdamai dalam kegelapan.

Satria berjalan dengan hati-hati, melangkah di atas pecahan hiasan keramik yang sekarang sudah tak berbentuk lagi.

Tangan terkepal dan dada mulai panas diikuti dengan wajah yang memerah. Mungkin jika musuh di depan matanya pasti akan habis detik ini juga.

Terdengar derap langkah dari belakang membuat Satria menoleh kemudian diikuti suara istighfar berkali-kali.

"A-apa apa ini?"

Astari syok, pupil mata ia lebarkan dengan kedua alis bersatu menyapu pandangan ke setiap sudut ruang yang membuatnya tercengang.

Satria memilih melangkah meneliti lagi mungkin ada barang yang masih bisa diselamatkan. Namun, sepertinya hanya sofa dan meja saja, hiasan berupa patung kerajinan yang ia koleksi sudah rusak.

"Aduh!!!" pekik Astari sambil memegang jari telunjuknya yang sudah mengeluarkan darah segar. Saat berjalan tak sengaja ia menyentuh serpihan kaca yang berukuran kecil yang ternyata sudah bertebaran di atas meja.

Satria berbalik, sekarang gantian ia yang syok melihat Astari mengaduh kesakitan karena darah belum berhenti keluar. Dengan gerakan cepat menghampiri Astari dan merebut jari itu kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.

Astari terperangah kaget, ia menarik jarinya tetapi tak bisa.

"Tahan dulu bentar!"

Bukan merasa tersanjung tetapi kengerian terpampang jelas di matanya. Sosok Satria yang tengah menghisap darah membuatnya takut.

"Ak-aku tak apa," sahut Astari dengan gemetar.

"Kita obati dulu luka kamu," ajak Satria menuntun Astari ke pojok ruangan karena di sana ada sebuah kursi malas yang sepertinya aman.

Astari duduk masih dengan menata deru jantung yang hampir berlompatan mendapatkan sikap Satria barusan.

Sebuah kotak putih berada di tangan laki-laki itu. Dengan gerakan cepat luka di jari sudah tertutup rapat.

"Kamu bukan vampir, kan?"

Kalimat yang lolos dari mulut Astari membuat Satria terbengong. Ia menyingkirkan rambut dekat telinga yang hampir menutup pendengarannya siapa tahu ia salah dengar.

"Vampir? Bercanda kamu," ucap Satria sambil menatap manik mata hitam yang sekarang menjadi candu untuknya. Setidaknya candaan barusan bisa sedikit menghibur otaknya yang sedang stres memikirkan siapa pelaku yang masuk ke dalam rumahnya.

"Kalau aku vampir mungkin sudah membunuhmu dari pertama kali kita bertemu."

Tubuh Astari menegang. Pikiran sudah tertuju pada film tentang pembunuhan yang pernah ia tonton dan selalu menghantuinya.

Dalam hitungan detik berikutnya tubuh Astari sudah berada di pelukan Satria membuat perempuan itu menahan napas karena aroma mint tercium jelas di hidungnya.

Perasaan aneh itu  kembali mengalir dalam atmosfer di sekitarnya, perasaan yang tak bisa ia jelaskan menyelimutinya.

"Aku lelaki normal hanya saja  masih menjadi pengecut untuk berani tampil kembali seperti sedia kala. Jangan sekali lagi berpikiran negatif tentang aku."

Suara itu persis di samping telinga Astari yang masih tertutup kerudung. Itu pun tetap membuat merinding tak jelas.

"Sepertinya kita lebih penting memikirkan siapa pelaku yang merusak rumah ini bukan seperti ini."

Suara Astari terdengar kaku, perlahan melepaskan dekapan laki-laki itu.

"Maaf sudah membuatmu terlibat dalam kasus ini," sesal Satria duduk di sebelah Astari. Ia kembali cemas terlihat bolak-balik mengusap kasar wajahnya kemudian menatap langit-langit rumah ini.

"Apa pelaku bisa jadi orang yang  kemarin bolak-balik mengintai rumah ini ketika malam hari?"

"Bisa jadi."

"Kenapa tak lihat saja di rekaman CCTV saja?" saran Astari dengan suara terdengar menekankan kata di sana.

Satria berjalan lunglai menuju kamar, tak lupa membuka terlebih dahulu dengan kunci yang selalu ia simpan di saku celananya. Ia meraba lubang kunci yang sudah terdapat congkelan tetapi penyelinap itu tak berhasil membuka kamarnya.

Setelah layar laptop menyala, ia terus mengamati gerak-gerik laki-laki berjaket lengkap dengan penutup wajah dari awal mula masuk melalui pintu depan kemudian menghancurkan semua barang miliknya termasuk ingin menyelinap ke kamar ini. Belum seluruhnya rekaman itu ditonton tetapi Satria sudah menyudahinya karena geram dan hatinya sangat panas.

Satria keluar kamar dan masih mendapati Astari duduk di kursi malas tadi.

"Kelihatan siapa pelakunya? Dia ambil apa saja? Terus kapan dia masuk ke rumah ini?"

Rentetan pertanyaan muncul dari bibir Astari karena ia sangat penasaran. Sejak datang ke rumah ini banyak sekali keganjilan.

"Orang yang sama seperti kemarin."

Mata Astari terbelalak karena tak menyangka jika satu orang sama yang melakukan itu. Pasti selama ini aktifitas mereka dipantau, buktinya orang tersebut paham saat mereka pergi meninggalkan rumah.

"Tidak lapor polisi? Kita punya bukti kuat, rekaman CCTV itu?" pekik Astari kegirangan.

"Nanti saja, aku capek," keluh laki-laki itu sambil memejamkan kedua mata.

Bagi Astari sendiri jika Satria sudah mau pergi seperti kemarin itu sebuah kejadian luar biasa. Karena sejak kemarin orang tua Satria terus mengirim pesan untuknya yang berisi pujian karena pelan-pelan bisa mengubah anak mereka agar bangkit dari masa lalunya. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya yaitu kenapa  Satria tak mau bergerak cepat untuk masalah ini? Entahlah.

"Aku pijitin, ya?"

Satria melirik ke arah Astari kemudian tertawa kecil kemudian menarik dagu Astari untuk mendekat ke arah wajahnya.

"Kamu sendiri saja juga capek, kan?"

Astari tersenyum, ia memundurkan kepalanya. Bukan karena takut dengan wajah itu tetapi takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pasalnya deru napas laki-laki itu terdengar begitu cepat.

"Istirahat di kamar saja," saran Astari kemudian diikuti anggukan kepala Satria. Dengan pelan, Astari membantu berdiri dan ikut berjalan di belakang Satria. Sayangnya laki-laki itu malah. berjalan ke kamarnya.

"Kenapa ke kamar aku?" selidik Astari dengan bingung.

"Ingin lebih dekat dengan kamu saja."

Jawaban apa seperti itu? Tadinya Astari mau istirahat sepertinya ia urungkan.

"Ak-aku mau beres-beres saja," jawab Astari menemukan alasan yang tepat.

Satria mengangguk kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar Astari. Kamar ini masih rapi tak seperti ruang utama tadi. Hanya jendela saja yang terbuka karena bekas congkelan.

"Sepertinya ada maksud lain dari kasus ini karena penyelundup tak mengambil barang berharga di kamar Astari," batin Satria.

"Yakin tak mau istirahat sebentar?"

Astari menggeleng sambil berucap, "Karena pekerjaan di luar sana lebih membutuhkan aku."

"Baiklah," jawab Satria pasrah karena tak bisa berkutik. Satu detik kemudian ia menatap  atas kerudung yang dipakai Astari.

"Kerudung kamu?"

Satria menunjuk dan memberikan isyarat agar perempuan itu lebih mendekat.

Astari kaget, ia memajukan kepala untuk lebih dekat. Siapa tahu ada laba-laba yang menempel di atas kepalanya karena langit-langit rumah sini banyak sarang laba-laba.

Satu kecupan lembut mendarat di kening Astari membuat wajah langsung memerah. Ia langsung memalingkan wajah menatap tembok.

"I miss you."

Setelah terdengar suara itu dengan langkah seribu, Astari bergegas keluar ruangan ini menuju tempat di mana nantinya akan beres-beres.

Di depan tangga ia memegang jantung yang sudah berlompatan memaksa untuk keluar.

"Kalau seperti ini terus bisa-bisa aku jatuh cinta pada Satria," desisnya lirih.

Setelah mengontrol deru napas agar kembali normal yang ternyata membutuhkan waktu sepuluh menit, Astari menatap ke sekeliling ruangan ini.

"Sepertinya harus dirombak setelah nantinya dibersihkan. Kapan lagi bisa mengubah ruangan ini agar terlihat seperti rumah pada umumnya bukan rumah hantu."

Baru juga satu langkah, tiba-tiba netra melirik ke ruangan di sampingnya berdiri, tepatnya kamar Satria. Astari kembali menengok ke kamarnya, sepertinya aman.

Dalam hati Astari  berdoa semoga saja laki-laki itu sudah tertidur lelap sehinga misinya tak diketahui oleh Satria. Kapan lagi ia bisa bergerak karena Satria selalu bertahan di kamarnya tidak untuk detik ini yang memilih di kamar yang biasa dirinya tempati.

Dengan berjalan mengendap untuk memastikan keadaan aman, ia mengintip di sela-sela pintu. Terlihat jelas jika Satria sudah terbaring sambil menutup wajah dengan lengannya.

Rasa ingin tahu yang luar biasa tak membuat Astari mengingat jika di ruangan ini, tepatnya seluruh penjuru rumah ini dilengkapi CCTV. Setiap gerak-gerik akan bisa Satria ketahui kapan pun.

Baru juga memegang dan sedikit mendorong ke dalam ternyata laki-laki itu sudah menguncinya.

"Sial. Aku kalah cepat. Kenapa juga sih harus dikunci? Memang ada apa di dalam? Apa yang Satria sembunyikan? Hantu? Mayat? Harta?" dengus Astari sangat kesal.

Ia memilih duduk di anak tangga paling bawah sambil meluruskan kedua kaki dan menendang kertas yang berserakan di depannya.

Astari melihat ke belakang kemudian lantai atas. Netra kembali berbinar karena mendapati pintu lantai dua sedikit terbuka dalam arti pintu tak terkunci.

Hatinya bersorak gembira karena tetap ada jalan menemukan teka-teki satu lagi. Ia menoleh lagi ke kamar dan sepertinya suasana masih aman.

"Bismillah," batin Astari kembali lagi berbisik dan jantung bekerja kembali dengan cepat.

Kaki berjalan mengendap menapaki tangga kayu dengan sangat hati-hati tetapi masih saja derap langkah menimbulkan suara kecil di sana. Astari menahan napas dengan jantung yang sudah berdetak sangat cepat. Andai Satria tahu pasti  tamat sudah riwayatnya. Bisa jadi hubungan pernikahan mereka yang akan menjadi taruhan.

"Ayo beberapa langkah lagi?" seru hati menyemangati kaki yang sudah bergetar hebat dengan tangan terjulur ke depan menggapai pegangan pintu.

Napas memburu dengan keringat dingin sudah bercucuran membasahi kening ketika ia sudah menggapai pegangan pintu. Sebentar lagi jawaban dari misteri akan terkuak juga.

"Dapat!"

Hati bersorak hebat dan dengan pelan pintu ia buka. Deru jantung terdengar jelas sampai ke telinga ketika di depannya terpampang kegelapan.

"Astari!"

Denyut yang cepat seakan langsung berhenti ketika terdengar suara dari arah belakangnya.

¤To be continue ¤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro