[6] seventeen - home

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



𖠁𐂃𖠁

meriah pesta bagaikan rumah kedua.

bibir yang bertemu, sepasang mata yang sayu dan andrenalin yang mengalir deras di dalam tubuh. candunya membelenggu, namun entah mengapa, mereka menikmati rasa itu.

hal itulah yang hwang hyunjin dan seo changbin rasakan setiap kali melepas penat dari kejamnya dunia. hyunjin dengan minuman kerasnya, dan changbin dengan hisapan kanabisnya.

dan setelah meriah pesta menyublim bersama datangnya pagi, mereka semua bermuara pada satu titik yang sama:

hampa.











"aku pulang," teriak changbin saat memasuki rumah mewahnya. seperti biasa, tidak ada satu orangpun yang membalas sapanya.

setelah melempar tasnya ke sembarang arah, remaja itu menjatuhkan dirinya di atas sofa dan menyalakan televisi.

sejenak, ia berfikir. mungkin dengan cara inilah ia dapat melihatnya. dan, bingo!

"selamat malam penonton yang ada di rumah! pada kesempatan kali ini, kami mendatangkan seorang tamu spesial yang telah mengharumkan nama korea selatan dalam dunia tata busana, mari kita sambut hwang eunbi!"

"ibu," tanpa disadari, ia tersenyum.

meraih remote di atas meja, changbin segera menaikkan volume dan memperbaiki posisi duduknya. tak lupa ia memencet bel yang biasa ia gunakan untuk memanggil pelayaannya.

"ada yang bisa saya bantu, tuan?" tanya seorang perempuan paruh baya yang telah mengurusnya sejak dini.

"dapatkah bibi membuatkan seporsi ramyun untukku dan membawanya kesini?" tanya changbin tanpa melepaskan pandangannya dari layar televisi. "aku belum makan malam."

seketika, perempuan itu terlihat murung. "maaf, tetapi tidakkah lebih baik untuk makan nasi dan lauk pauk? anda selalu mengonsumsi makanan instan setiap hari."

"nanti saja, jika ibu dan ayah sudah datang."

" . . . baik, tuan."

setelah kepergian sang pelayan, changbin memejamkan kedua matanya dengan erat dan menertawakan apa yang baru saja ia katakan.

"nanti saja, jika ibu dan ayah sudah datang," ulangnya sarkas. "memangnya, kapan mereka akan datang?"











"dingin . . ." jeongin menggosok kedua telapak tangannya satu sama lain, berusaha mencari kehangatan diantara dinginnya malam. "aish, kapan anak itu sampai? ini sudah hampir jam empat pagi."

hal ini terus terjadi setiap hari.

hyunjin yang berpesta hingga subuh, pulang ke rumah dalam keadaan mabuk, lalu jeongin akan menggotongnya keluar dari taksi, menidurkan dan menyelimuti tubuhnya hingga pukul tujuh pagi. setelah itu, mereka akan kembali menjadi orang asing di sekolah.

tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna kuning yang terlihat familiar berhenti tepat di depan kediaman keluarga hwang. ia segera menghela napas lega.

"ya, ya . . ." hyunjin membuka pintu taksi dengan sekuat tenaga, lalu tersenyum saat melihat adiknya. "aigoo, jeonginku! kau masih disini?"

napasnya bau alkohol.

"tentu saja, aku mengkhawatirkanmu," jeongin menggelengkan kepalanya, lalu mengambil beberapa ribu won dari dalam saku celana dan memberikannya kepada sang supir. "maaf bila kakak saya merepotkan. terima kasih banyak, pak, selamat malam—"

menatap kearah hyunjin yang sesekali tertawa tanpa sebab, ia segera menumpu tubuh sang kakak dan membawanya masuk ke rumah.

"—aish, kau beruntung ayah dan ibu sudah tidur."











tidak butuh waktu yang lama bagi jeongin untuk membawa sang kakak masuk ke dalam kamar, menidurkannya di atas kasur, melepaskan sepatu serta menggantikan pakaiannya dengan piyama yang telah ia siapkan sebelumnya.

bagaimanapun juga, ia mengerti mengapa hyunjin menjadi seperti ini. semuanya laki-laki itu lakukan semata-mata untuk menghilangkan penat — mengisi kekosongan hati yang selama ini membunuhnya perlahan.

"aku . . . aku hanya ingin menjadi anak yang sempurna," lantur hyunjin sambil memejamkan mata. "aku tidak ingin orang lain tahu bahwa hidupku telah hancur tak tersisa."

jeongin terdiam.

"maka dari itulah aku mengikuti komunitas bodoh itu dan selalu berusaha menjadi seorang siswa teladan — aku rindu kehidupanku yang sempurna, keluarga kecilku yang bahagia . . . mengapa setelah ibu pergi, semuanya malah runyam?"

mengelus puncak kepala hyunjin pelan, ia menggigit bibirnya keras, berusaha menahan tangis yang diam-diam mengalir membasahi kedua pipi.

bahkan, hubungan mereka semakin memburuk setelah apa yang terjadi di sekolah hari ini.

"maafkan aku dan ibuku, hyung," balas jeongin setelah beberapa saat, sebelum menyelimuti tubuh sang kakak dan kembali ke kamarnya.











keesokan harinya, setelah menyelesaikan beberapa latihan soal kalkulus, minho, jisung, felix dan chan kembali terduduk di meja kantin dengan empat porsi hamburg steak di nampan mereka.

sembari memotong daging dan sayuran, jisung mencondongkan tubuhnya dan berkata, "aku benar-benar tidak habis pikir dengan serangan teror yang terjadi belakangan ini."

"teror di laman sekolah?" chan mengernyitkan dahinya.

"hmm," minho mengangguk setuju. "menurut pendapat kalian, apa kira-kira motif pelaku yang sebenarnya?"

"menghancurkan high society?" jawab felix ragu yang terkesan seperti sebuah pertanyaan.

"tetapi, untuk apa?"

"bisa saja ia menyimpan dendam," tebak jisung khawatir. "wah, benar-benar psikopat."

"han jisung, kurasa kau terlalu sering menonton drama," chan menggelengkan kepalanya santai sebelum menyalakan game di ponselnya.

"atau mungkin . . . ia adalah salah satu bagian dari kita?"

"mana mungkin? menghancurkan high society sama saja dengan menghancurkan reputasinya sendiri."

"tidak sesimpel itu, hyung. lihat orang-orang yang ada di sekitar kita," lanjut jisung. "mereka semua bukan orang yang baik."

"contohnya?" tanya chan acuh.

"kim woojin melakukan percobaan bunuh diri, kim seungmin yang entah kenapa selalu merasa woojin adalah rival terbesarnya, jeon somi yang meniduri guru kim, lain kuanlin yang meminta nilai tambahan dari guru yoon, hwang yeji yang terobsesi dengan kim seungmin, dan terakhir hwang hyunjin yang memiliki hubungan sedarah dengan yang jeongin. . ."

"selain kita berempat, siapa diantara anggota high society yang belum tersentuh?"

"kim woojin, kim seungmin, jo yuri, hwang yeji, zhou jieqiong, kyla massie dan seo changbin."

"seluruh anggota memiliki kehidupan pribadi yang sangat tetutup . . . itu artinya," bisik minho serius. "sementara menunggu apa yang akan ia lakukan selanjutnya, pelaku teror ini berada di sekitar kita."

seketika, kantin mendadak hening.











ting!

suara notifikasi ponsel mereka berdenting pada saat yang bersamaan. merasa ada sesuatu yang tidak beres, empat sekawan tersebut segera memencet tombol unlock dan membuka laman sekolah.



papan pengumuman
sekolah menengah akhir munhwa

[ picture attached ]

kim woojin dan kim seungmin,
kawan atau lawan?



"hyung! lihat," jisung menyodorkan ponselnya, memperlihatkan sebuah artikel kedokteran dengan foto bertemakan jamuan makan malam keluarga, dimana kim woojin dan kim seungmin duduk saling berdampingan bersama kedua orang tua mereka.

23/04/2010.

turun temurun, keluarga kim telah menguasai dunia medis korea selatan sebagai salah satu neurolog terbaik negeri.

"jadi, selama ini . . ."

dua calon direktur rumah sakit universitas nasional, siapa diantara dua kim bersaudara yang akan terpilih?

chan menghela napas kasar. "ayah woojin dan ayah seungmin adalah saudara kandung, namun dikarenakan ayah woojin yang terpilih menjadi direktur rumah sakit, seungmin menjadi sangat kompetitif dengan woojin di sekolah?"

"tunggu!" sahut felix terburu-buru. "written by— lihat siapa penulisnya."

"setelah who am i dan i am not . . ." jisung menaikkan alisnya. "tidakkah kalian berfikir bahwa penggalan-penggalan kata ini akan membuat sebuah kalimat utuh?"

written by: who do you.











rumah,

bukan lagi suatu tempat, melainkan eksistensi seseorang yang terkasih.

rumah,

dan bila yang terkasih telah lama menghilang, maka kemana mereka harus pulang?



𖠁𐂃𖠁



halo semuanya! i hope everyone is having
a great night uwu 💖

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro