𖠁𐂃𖠁

"a-annyeonghaseyo," ia berusaha mengeja beberapa hangul yang baru saja ditulis. "jeo, j-jeoneun pillikseu ibnida . . ."

mengusap wajahnya kasar, felix menaruh pulpennya dan membenamkan kepala di atas meja.

saat masih tinggal di negeri kangguru, ia adalah salah satu murid yang berprestasi. namun, dua minggu setelah kepindahannya ke korea selatan, ia masih kesulitan menyesuaikan diri dengan bahasa setempat.

budaya yang baru, sistem pendidikan yang baru dan lingkungan yang baru — ah, mengapa dinas sang ayah harus dipindahkan kesini?

tak lama kemudian, ia dapat mendengar suara pintu kamar terbuka, memperlihatkan sang ibu yang terlihat kelelahan dan masih mengenakan celemek setelah memasak.

"felix, apa yang sedang kau lakukan?"

"belajar hangul, bu," jujurnya. "ternyata bahasa korea lebih sulit dari yang ku bayangkan."

perempuan itu mengangguk, sebelum duduk pada pinggir kasur di belakangnya. "tapi ibu yakin, kau bisa melakukannya. kau adalah anak yang pintar."

"pintar?" felix tertawa, tidak terlalu memikirkan kata tersebut. "kalau aku memang pintar, mungkin aku telah selesai menghafalkan semua ini."

"jangan terlalu jeras pada dirimu sendiri, felix lee," sang ibu tersenyum, lalu menunjuk kearah rak berisikan sederet piala dan sertifikat yang ia dapatkan dulu saat masih tinggal di australia. "tidak ada anak yang bodoh di dunia ini, hanya saja kemampuan mereka terletak pada bidang yang berbeda. kalau kau memang bodoh, mana mungkin kau memiliki penghargaan sebanyak itu?"

mendengarnya,

lidah felix terasa kelu.

"sekarang, tinggalkan semua hafalan itu dan ikut ibu ke dapur," perempuan itu beranjak dari kasur dan berjalan menuju pintu. "ibu akan membuatkanmu segelas cokelat hangat. setelah itu, kau dapat kembali ke kamar."

namun, mendengar hal tersebut, felix hanya menggelengkan kepalanya. "but i don't deserve it."

"oh, trust me, honey. everyone always deserves a cup of hot chocolate."

𖠁𐂃𖠁

a little note for the readers, we all deserve
to have a mom like mrs. lee 💖