Bab 15 - Sakit

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semalaman Asya memikirkan tentang keadaan Deon, dia takut pria itu kenapa-kenapa dan dia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Tadi, setelah Deon di culik. Asya seketika pingsan dan setelah sadar, dia sudah kembali ke rumahnya.

Kini sudah pukul dua malam dan Asya tidak bisa tidur kembali. Perempuan itu bangun dari kasur dan mencuci wajahnya dengan air dari keran wastafel. Kepalanya terasa sakit entah karena apa.

Sebelum akhirnya kembali lagi ke kasur, mata Asya menangkap baju Deon yang terlipat rapi di atas meja belajarnya. Tiba-tiba saja, air matanya kembali turun. Asya benar-benar merasa sedih dan terluka jika Deon kenapa-kenapa.

Dia tau betul bagaimana rasanya tersiksa dan dia tidak mau temannya itu merasakan hal yang sama seperti yang dia rasakan dulu.

Tidak ada kata tidur bagi Asya karena pagi harinya, dia langsung menuju ke rumah Deon. Perempuan itu masih ingat betul dimana letak rumah Deon sehingga tanpa pikir panjang dia pergi ke rumah besar milik pria tersebut.

Sesampai di depan rumah Deon, Asya segera berlari menuju pintu rumah bercat putih tersebut. Diketuknya rumah itu beberapa kali. Namun, tidak ada jawaban dari dalam.

Asya kemudian memutuskan untuk berteriak memanggil nama Deon berulang kali dan benar saja, setelah melakukan hal itu. Ada seseorang yang membukakan pintu rumah tersebut.

"Maaf, Bu. Deonnya ada?" tanya Asya basa basi. Sebenarnya perempuan itu tidak yakin bahwa Deon berada di rumahnya. Namun, dia juga tidak mau membuat kepanikan dengan mengatakan bahwa Deon diculik kemarin malam.

Wanita paruh bayah dengan pakaian khasnya itupun terlihat begitu bingung, alisnya bertaut saat melihat Asya.

"Mbak, siapa ya?" tanya wanita paruh bayah itu.

"Saya pacarnya Deon," jelas Asya tiba-tiba tanpa berpikir terlebih dahulu.

Wajah wanita paruh bayah itu berubah sedikit bahagia. Tidak ada kerutan lagi di dahinya. "Beneran, Mbak?" tanya wanita itu lagi.

Asya mengangguk pelan. Namun di dalam hatinya, dia memaki dirinya sendiri karena gegabah dalam menjawab pertanyaan tersebut.

"Ayo, masuk, Mbak. Mas Deonnya ada di kamar," ucap wanita itu sembari membuka lebar pintu rumah tersebut.

Sekarang giliran Asya yang bingung karena dia mengetahui Deon ada di rumahnya lagi. Berarti tadi malam, Deon di culik sama suruhan orang tuanya?

Asya melamun saat memikirkan hal tersebut. Wanita paruh bayah di hadapannya kemudian menepuk pelan pundak Asya sehingga perempuan itu kembali sadar.

"Hah, kenapa, Bu?" tanya Asya tiba-tiba.

Wanita paruh bayah yang belum Asya ketahui namanya itu pun tersenyum kecil sembari menggelengkan kepalanya. "Nggak papa kok, ayuk, saya antarkan ke kamar Mas Deon."

Wanita itu kembali berjalan dan Asya mengikuti dari belakang. Sesampai di lantai dua, wanita itu berhenti.

"Ini kamar, Mas Deon, Mbak. Silakan masuk."

Asya terdiam sesaat, "Nggak papa saya masuk, Bu?" tanya Asya dengan wajah yang ragu.

"Nggak papa kok, Mas Deon kayanya sudah bangun kok."

Asya mengangguk paham dan kemudian wanita itu hendak pergi meninggalkanku sendirian, tetapi sebelum itu Asya menahannya.

"Maaf sebelumnya, kalau boleh tau, nama Ibu siapa ya?" tanya Asya dengan pelan.

"Saya Ariana, pembantu di rumah ini," jelas wanita bernama Ariana itu. "Kalau Mbak sendiri? Namanya siapa?"

Asya langsung menyodorkan tangannya untuk mengajak Ibu Ariana bersalaman, "Saya Hasya, Bu. Panggil aja, Asya."

"Baik, Mbak Asya. Saya tinggal dulu ya."

"Iya, Bu. Makasih sebelumnya."

"Iya, sama-sama."

Sepeninggal pembantu Deon, Asya membalik tubuhnya untuk berhadapan pada pintu kamar yang tertutup rapat tersebut. Dengan ragu, Asya mengetuk pintu itu beberapa kali. Namun sayang, tidak ada jawaban dari dalam sana.

Tiba-tiba saja, Asya memikirkan hal buruk pada Deon sehingga tanpa pikir panjang perempuan itu membuka pintu kamar pria itu.

Pintu kamar tersebut terbuka lebar dan terkejutnya dia saat melihat Deon sudah terbaring di atas lantai dengan wajah yang pucat.

Asya berlari mendekat ke arah Deon dan mengguncang tubuh pria itu untuk menyadarkannya. "Deon, Deon," panggil Asya berulang kali. Tapi sayang, tidak ada reaksi apa-apa pada tubuh pria itu.

Asya berlari kembali keluar kamar Deon untuk mencari Ibu Ariana, pembantu Deon.

Setelah ketemu, Asya langsung menarik wanita paruh bayah itu untuk mengikutinya ke kamar Deon.

"Mbak, kenapa, Mbak?" tanya Ibu Ariana dengan wajah bingung.

"Deon, Bu. Deon, pingsan," jelas Asya yang langsung membuat Ibu Ariana panik.

Ibu Ariana langsung memanggil sopir Deon dan mereka pun membawa tubuh lemah Deon ke rumah sakit.

***

Sudah nyaris satu jam Deon diperiksa. Namun, belum ada tanda-tanda bahwa pemeriksaan itu selesai. Asya, Ibu Ariana dan juga sopir Deon masih setia di depan ruangan pria itu dengan perasaan yang cemas.

Asya tidak bisa berhenti mondar mandir di hadapan pembantu juga sopir Deon. Dia khawatir pada priq tersebut dan sedikit bingung karena firasatnya benar.

Di sisi lain, Ibu Ariana sedikit terganggu dengan kegiatan Asya. Wanita paruh bayah itu kemudian memegang lengan Asya dan membuat perempuan itu menghentikan langkahnya.

"Kenapa, Bu?" tanya Asya dengan wajah polosnya.

"Duduk, Mbak. Pasti Mbak capek dari tadi berdiri," ucap Ibu Ariana sembari menepuk kursi di samping kirinya yang kosong.

Asya mengikuti apa yang Ibu Ariana perintahkan. Perempuan itu duduk dan mengganti kegiatannya dengan menggigit Kuku jempol tangannya.

Entah kenapa, setiap kali gugup Asya akan melakukan sesuatu, seperti tadi. Dia mondar mandir padahal dirinya tengah lelah karena semalaman belum tidur dan sekarang dia menggantinya dengan menggigit kuku jempol tangannya padahal di sana kukunya sudah cukup pendek.

Mungkin sekitar 10 menit kemudian, dokter dan suster yang memeriksa Deon keluar dari ruangan pria itu. Saat keluar, Asya langsung menahan langkah dokter tersebut.

"Gimana keadaan, Deon, Dok?" tanya Asya dengan wajah khawatir.

Dokter tersebut tidak langsung menjawab. Namun, dia melihat penampilan Asya dari atas hingga bawah. Entah apa yang dia pikiran.

"Dok," panggil Asya lagi.

Dokter yang bernama Fian itu kemudian tersenyum kecil pada Asya dan menepuk pelan pundak perempuan itu. "Nggak papa kok, Deon cuman kecapekan aja. Btw, kamu siapanya Deon?"

Asya cukup terkejut dengan pertanyaan Dokter Fian. Matanya kemudian bertemu dengan Ibu Ariana yang ternyata ikut berdiri. "Saya pacarnya, Dok," jelas Asya dengan gugup.

"Hmm, orang tua Deon dimana ya? Bapak dan Ibu orang tua Deon?" tanya Dokter Fian sembari melihat ke arah Ibu Ariana dan sopir Deon yang bernama Bapak Wahyu.

Ibu Ariana menggelengkan kepalanya, "Bukan, Dok, saya pembantunya dan dia sopirnya. Untuk orang tua Deon, mereka tengah menuju ke sini, Dok."

Dokter Fian mengangguk paham, "Baiklah, kalau memang sudah datang, tolong nanti suruh datang ke ruangan saya ya."

"Baik, Dok."

***
Yeayyy, bismillah bisa sampai selesai.

Semoga suka ya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro