Bab 8 - Motor

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Deon sudah berada di dalam kelasnya, syukurnya pagi ini guru yang mengajar tidak hadir sehingga mereka mendapat waktu luang. Ya walaupun mereka tetap harus berada di dalam kelas, setidaknya otak mereka tidak meleleh karena harus belajar matematika pagi ini.

Suasana hati Deon pagi ini langsung hancur karena kejadian sebelumnya. Pikirannya penuh dengan pertanyaan 'apakah Asya ngeliat wallpaper ponsel Deon?'.

Entah sudah berapa kali Deon menggelengkan kepalanya untuk berusaha membuang pikirannya tersebut.

Sebenarnya dia malu jika Asya benar-benar melihat fotonya terpajang sebagai wallpaper di ponsel Deon. Padahal, Deon bukan siapa-siapa Asya.

Hmm, tapi jika memang Asya melihat wallpaper tersebut. Deon hanya mampu berdoa agar perempuan itu tidak ilfeel padanya.

Deon baru saja mengenal Asya bahkan pria itu belum mendekati Asya secara terang-terangan. Masa, dia harus ditolak secepat ini?

Tanpa Deon sadari, dia ternyata tengah melamun dengan segala bayangan yang mungkin terjadi kedepannya.

Rexa yang baru saja kembali dari toilet, menatap heran ke arah teman sebangkunya itu. Tiba-tiba saja, Rexa mendapatkan ide jail yang entah kenapa tiba-tiba terlintas di benaknya.

Pria itu kemudian berlari kencang ke arah Deon dan hal itu membuat teman-teman sekelasnya juga ikut berlari ke arah bangku mereka masing-masing.

Sekarang, suasana ramai kelas sudah berubah hening. Mereka pun telah duduk dengan rapi sembari mata mereka memperhatikan pintu kelas.

Cukup lama mereka seperti itu, sampai akhirnya Rexa tertawa terbahak-bahak karena ide gilanya berhasil membuat semua teman-teman sekelasnya tertipu.

Semua tatapan kemudian beralih kepada Rexa, Deon yang di sampingnya pun sadar bahwa kini dia juga ikut dijahili oleh teman sekelasnya tersebut.

"Bangke emang nih anak!" maki Deon dengan nada rendah.

"Sorry, sorry, gue becanda haha."

Rexa tidak bisa menghentikan tawanya sekarang, sehingga membuat teman-teman sekelasnya kesal.

Beberapa barang terlempar ke arah Rexa dan membuat Deon ikut terkena barang-barang yang dilemparkan teman-teman sekelasnya untuk Rexa.

Deon kemudian berdiri dan pergi keluar kelas, dia ingin ke kamar kecil. Sebelum sempat sampai di toilet. Deon bertemu dengan Asya, perempuan itu tersenyum ke arah Deon dan pria itu kemudian membalas senyumannya.

Deon pikir, Asya hanya mau menyapanya dengan cara tersenyum. Namun, ternyata perempuan itu juga menahan langkah Deon.

"Mau kemana?" tanya Asya dengan dahi terangkat.

Deon menggaruk kepalanya dengan pelan, dia sepertinya tengah malu sekarang. "Hmm, ini mau ke toilet."

"Oh gitu, nggak ada guru ya di kelas lo."

Deon mengangguk pelan.

"Hmm, sama dong di kelas gue juga nggak ada. Kayanya guru-guru padq rapat deh," ucap Asya mengira-ngira. Namun, perempuan itu tidak tau pasti kenapa guru-gurunya tidak masuk kelas.

"Oh iya, sorry ya nahan jalan lo. Silakan kalau mau ke toilet."

Deon berlalu di hadapan Asya, seperti sebelumnya Deon tidak bisa terlalu banyak bicara di hadapan perempuan yang dia sukai seperti sekarang ini. Dia juga terlampau malu karena masalah tadi pagi, tapi kenapa Asya terlihat biasa saja?.

Deon bergegas pergi ke toilet dan setelahnya dia langsung kembali ke kelas. Dia sepertinya harus bercerita semuanya pada Rexa.

Rexa duduk kembali ke kursinya. Di sampingnya kini, Rexa tengah main game. Deon melirik sekilas pada teman sebangkunya itu. Terlihat bahwa kini Rexa sangat fokus pada permainannya.

"Nggak usah lirik-lirik. Kalau mau cerita ngomong aja."

Ucapan tiba-tiba itu terlontar dari mulut Rexa, pria itu ternyata tau pikiran Deon saat ini. Hal itu membuat Deon ragu. Namun, dia juga harus menceritakan semuanya.

Deon bergumam sembari berpikir, "Hmm, gue boleh cerita nggak sih?"

"Ya cerita aja, siapa yang marah sih?" tanya Rexa sembari meletakkan ponselnya di atas meja dengan posisi terbalik. Sepertinya pria itu sudah selesai bermain game.

Deon mulai menceritakan kejadian tadi pagi kepada Rexa. Dia dan Rexa memang sama-sama dihukum. Namun, teman sebangkunya itu membersihkan wilayah lain sehingga jelas dia tidak tau tentang kejadian tersebut.

Rexa tertawa lepas saat mendengar ucapan Deon. Hal itu membuat wajah Deon menjadi kesal.

"Kok ketawa njir."

Rexa berusaha menghentikan tawanya, "sorry, sorry, gue nggak ada maksud. Cuman lucu aja denger cerita lo."

Deon menghela nafasnya karena sudah terlampau lelah dengan semua yang terjadi sekarang ini.

Melihat raut wajah Deon yang berubah, Rexa pun menepuk pundak Deon dengan pelan. "Yaelah, kenapa sih lo pusingin hal begitu. Gini loh, daripada lo mikirin mulu. Mending lo tanyain langsung ke dia."

Deon mengangkat pandangannya dan menatap ke arah Rexa. "Hmm, gue tadi ketemu dia...."

"Terus?" potong Rexa yang membuat Deon berdecih.

"Bisa nggak sih jangan potong omongan gue."

"Oke, oke. Sorry. Terus gimana?"

Deon menyandarkan tubuhnya ke badan kursi. Matanya kemudian terfokus pada hal yang ada di depannya. Bukan, bukan perempuan yang ada di depannya. Namun, tatapan itu terkesan kosong dan tak tau arah.

"Dia nggak ngungkit masalah wallpaper sih."

Rexa menopang kepalanya dengan tangan kanannya, dia menatap Deon dengan alis kiri yang terangkat.

"Udah gue bilang, ngapain sih lo mikir yang enggak-enggak."

Deon kembali menghela nafasnya, iya juga ya, ucapnya di dalam hati.

***

Sepulang sekolah, Deon kembali bertemu dengan Asya. Perempuan itu tengah berusaha mengeluarkan motornya dan Deon berinisiatif untuk membantu perempuan itu.

Deon menarik motor Asya dari belakang dan hal itu membuat Asya menoleh ke arah Deon.

"Ehh, nggak usah, gue bisa sendiri kok," tolak Asya dengan ramah.

Deon tersenyum kecil seraya berkata, "nggak papa kok, cuman bantu narik doang."

Motor Asya akhirnya bisa keluar dari parkiran, seperti biasanya parkiran sekolah mereka begitu berantakan sehingga akan susah untuk mengeluarkan motor disaat masih ramai.

Asya naik motornya dan menyalahkan motornya tersebut." Lo balik naik apa? "tanya Asya sembari memasang helmnya.

"Gue dijemput."

Asya mengangguk-anggukan kepalanya. "Oh gitu, yaudah, gue balik duluan ya."

"Iya, hati-hati."

Asya berlalu di hadapan Deon, perempuan itu terlihat begitu lihai saat mengendarai motor sehingga membuat Deon ikut ingin bisa mengendarai motor juga.

Selama ini, pria itu hanya diantar jemput oleh sopirnya. Dia juga tidak pernah meminta yang aneh-aneh seperti dibelikan motor ataupun yang lain, tetapi dia sering diajak oleh Rexa untuk jalan-jalan naik motor pria itu.

Deon masih mematung sembari memperhatikannya gerbang sekolahnya yang terlihat ramai. Tiba-tiba saja Rexa datang dengan motor kesayangannya, pria itu berhenti tepat di hadapan Deon dan ikut melihat kemana arah teman sebangkunya itu menatap.

Karena tau bahwa Deon tidak melihat siapa-siapa dan malah melamun. Rexa pun menyalakan klaksonnya dengan cukup kencang.

Hal itu membuat Deon terlonjak kaget dan sadar dari lamunannya.

"Bangke, kaget gue!" teriak Deon dengan kesal.

Rexa hanya tertawa tanpa menanggapi amarah teman sebangkunya itu.

"Mau ikut nggak?" tanya Rexa setelah berhenti tertawa.

Deon menatap ke arah jok motor Rexa yang kosong. Terlintas di benaknya untuk meminta teman sebangkunya itu mengajarinya mengendarai motor. Namun, setelah melihat kembali wajah Rexa Deon pun ragu.

"Ayo, cepetan. Mau ikut nggak?"

"Boleh deh."

***

Maaf banget baru bisa update. Karena super sibuk🥲.

Semoga suka sama ceritanya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro