(IV) Mata yang Lain

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terlihat di sebuah altar yang cukup megah, berkumpul orang-orang dengan pakaian sama yang dilengkapi tudung putih sedang duduk di tempat yang disediakan dengan rapi. Di tengah sana, sebuah bundaran podium terlihat menjulang cukup jelas menciptakan perbedaan tinggi dan ada sebuah batu persegi panjang yang di atasnya.

Di sisi bagian kanan ada seorang gadis dengan penutup mata berwarna putih yang terikat dan tak bisa bergerak selain pasrah.

Lalu dua orang dari mereka mengangkat gadis itu ke altar dengan membaringkannya tanpa melepaskan rantai yang membelenggu tangan dan kakinya.

Setelahnya mereka meninggalkan altar dan berjalanlah seseorang berjubah merah lengkap dengan tudungnya menaiki altar. Ia memegang belati yang terbalut kain putih. Sesaat ia menyentuh tangan gadis yang hendak dipersembahkan dalam ritual mereka ....

Suara rantai bergesekan terdengar jelas, gadis itu melayang. Beruntungnya terikat, tangan seseorang berjubah itu kemudian menempel pada kening sang gadis yang membuatnya kembali pada posisi awal.

Tepat saat matahari berada di atas altar serta bulan yang menutupi sinar dari matahari belati yang terbalut kain pun terangkat. Semua orang serentak berdiri dan berpegangan tangan seraya merapalkan lantunan mantra.

Dalam alunan mantra yang seram itu, seseorang dengan jubah membuka tudungnya dan memperlihatkan mahkota dengan permata yang memantulkan sedikit sinar menuju pada tengah leher si gadis.

"To-tolong lep-" gadis itu mencoba memberontak, namun tangan dari seseorang berjubah mengukir pola sihir yang membuat mulutnya tertutup rapat.

Seiringan dengan alunan mantra yang semakin keras seseorang berjubah pun merapalkan kalimat dengan lantang, "Tersus et purus Virgillia, sacrifico te ad Insperall's! Bona fortuna nos perficit ac ei pacem conciliamus."

Srek!

Belati dengan pegangan yang berwarna perak itu berhasil menembus liontin ungu si gadis serta lehernya. Gadis itu terengah-engah, mencoba bertahan dari rasa yang mendera seraya menatap langit gelap penuh dengan awan hitam.

Mustahil, gadis itu melakukan sesuatu yang percuma. Ia perlahan kehilangan kesadaran yang diikuti dengan tetesan darahnya mengalir dalam retakan kecil.

Celah yang akan membentuk sebuah pola spiral di lingkaran altar. Gadis itu masih meraih kesadarannya namun, belati yang menusuk dirinya dipaksa masuk hingga mata pisau belati itu tenggelam menembus lehernya.

"A-aku akan membalas ini!" ucapnya dalam batin lalu pandangannya menggelap berganti dengan keringat yang membasahi seluruh tubuh.

.
.
.

Denta tersentak dan terbangun, ia kehilangan kesadarannya beberapa saat hingga ia kembali mampu untuk berpikir. "Tadi itu hanya mimpi?" Ia mencoba tenang.

Walau dadanya masih bergemuruh dan rasa dingin belati masih tersisa pada lehernya ia mencoba menenangkan dirinya dengan perlahan mengatur napasnya serta memeluk dirinya di atas kasur dan terbalut selimut.

"Ah, apa yang aku lakukan di sini?" Denta tersadar ia bukan ditempatnya, lalu ia bangun dari tempat tidur dan keluar dari sana untuk mencari alasan kenapa ia bisa ada di sini.

"Sebaiknya aku juga harus mencai Delan dan Peony terlebih dahulu."

***

"Hng, akan kita apakan mereka?" tanya Ken memulai pembicaraan yang memang sedari tadi hanya ada sepi. Kenzi Aqua, seorang gadis dengan rambut biru muda yang sangat cocok dengan kulit putih bersinarnya, namun penampilannya sangat berbanding terbalik dengan kelakuannya.

"Yeh, kau lupa? Dasar pikun! Pantas sekali kamu sering membuat Lady Margaret naik pitam." Gadis lain bernama Eve menoyor kepala Kenzi yang dibalas dengan cebikan kesal. Evelyn Terra, gadis tomboy dengan rambut hijau tua dan kulit sawo matang. Dialah yang paling tua dalam grup, namun sangat suka meladeni Kenz yang tingkah lakunya tidak habis-habis.

"Kalian sudahlah, aku capek dengan ini. Tolong berhenti, ya untuk sesaat? Kita harus mempersiapkan tenaga kita." Oxy memegang bahu Eve sebagai isyarat bahwa ia perlu berhenti. Oxy Purshel, seorang gadis lugu dengan segudang misteri dibalik namanya.

"Apalagi kita belum menemukan satu dari partisipan yang dimaksud lembaran suci," lanjut Darel, ia adalah satu-satunya lelaki dalam grup ini yang membuatnya harus memimpin grup Insheal dengan baik. Darel Pyra adalah lelaki dengan rambut merah dan memiliki warna kulit kuning langsat.

Oxy, gadis itu tersenyum melihat Kenzi yang menunduk dan Eve terlihat salah tingkah karena ia tahu ia telah berbuat salah. "Sudah, kalian hanya perlu membiasakan diri. Selain, itu ... untuk pertanyaanmu!" Darel, satu-satunya pria yang ada di sana menunjuk Kenzi yang langsung mengadah dan menatap padanya.

"Kita akan mengutarakan informasi yang kita punya pada Denta, anak itu pasti tahu banyak karena disebutkan dalam kertas suci." Setelah selesai berbicara mereka semua meresponnya dengan anggukan. Orang-orang dari klan Pyra memang sangat cocok jadi penuntun jalan dan penengah masalah!

"Apa kalian berbicara tentangku?"

"ASTAGA!" Ken dan Eve teriak bersamaan membuat gendang telinga orang-orang di sana hampir pecah. Sedangkan pemecah suasana alias Denta yang tidak di undang dalam perkumpulan ia datang dan menatap satu persatu dari mereka.

"Apa yang kalian maksud dengan membawaku ke sini dan apa itu kertas suci?" Oxy merinding karena aura yang dikeluarkan oleh Denta sangat mengerikan. Darel yang peka, ia langsung berkutat pada lemari yang banyak buku tersusun rapi di sana.

Ia membuka selembar buku dan mengambil secarik kertas yang memang telah lepas dari tempatnya, "Lihat dan bacalah. Kau adalah kunci dari kegelapan yang terjadi Loctanus." Darel menggeser kertas itu di atas meja hingga sampai di depan Denta.

Gadis berambut putih itu mengangkat kertas tersebut dan membacanya, kertas usang berwarna kuning itu kosong. "Co-coba kau alirkan energi sihirmu," Oxy merespon keheranan Denta di belakang Darel.

Lalu Denta menyalurkan sihirnya dan dengan ajaib kertas itu merespon dengan memberikan tulisan-tulisan acak. Simbol-simbol kuno tergambar di sana dan dengan fasih Denta membacanya.

Ia membaca sebuah mantra tanpa disadari lalu terpengaruh yang membuat kesadarannya pergi terbawa pada energi kelam dari masa lalu.

Secarik kertas usang itu menunjukkan, bahwa Loctanus adalah sebuah negeri yang perlu mengorbankan seorang manusia dari keturunan Virgillia di tiap tahun ke 113 setelah bulan penuh di Minggu ketiga muncul dan jika tidak maka akan terjadi banyak bencana.

"A-apa yang dimaksud dengan kertas ini? Ugh, sensasinya sungguh aneh." Denta terhuyung kebelakang, namun dengan cepat ada yang memapahnya. Ternyata itu Delan, "Kakak tidak apa?"

Denta duduk di bangku yang di sediakan dengan Delan di sisinya bersama Peony yang melayang pada bahu Delan. "Kamu tidak mengerti? Sungguh anak rumahan." Kenz berkata sarkas, padahal menurut informasi yang ia dapat Denta Oriana adalah anak yang aktif dalam kerja bakti kota.

"Sungguh, aku tak mengerti! Kalian juga kenapa menculikku ke sini? Aneh sekali." Denta cukup tak senang dengan hal itu dan membalasnya dengan bentakan. "Hey, bisakah kau tunjukkan yang kau lihat beberapa waktu lalu anak manis?" Eve berbicara dengan senyum hangat pada Delan.

Sedangkan lelaki kecil itu mencoba mengambil atensi Denta yang sedang menggebu-gebu. Ia memegang tangan Denta dengan sebelah tangan lainnya menyentuh pipi kakaknya seraya menyalurkan energi sihir disertai potongan penglihatan yang ia lihat.

"A-apakah ini mungkin?"

***

Apa, tuh yang dilihat Denta? Wkwk, see u other time~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro