(V) Tidak Mati; Mungkin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Denta terbangun seperti hari-hari sebelumnya, kepalanya terasa sangat pusing di tanah antah berantah ini. Orang-orang di sana pun tak bisa ia kenali, ia hanya kenal dia.

Dia, adik lelakinya yang selalu membawa hewan seperti boneka dalam gendongannya dan kali ini Denta tak bertanya seperti hari-hari kemarin. "Sudah berapa lama aku begini?" tanyanya tanpa melihat wajah adiknya itu, ia tak sanggup.

Pandangannya setiap hari semakin memudar, ia tak ingin tak bisa dengan jelas melihat adiknya itu. Sedangkan lelaki itu sudah menahan napasnya, ia dengan sekuat tenaga tak mengeluarkan air yang dapat jatuh kapan saja itu.

"Sudah tujuh hari kak ...," jawabnya lirih, ia juga tak tega melihat kakaknya yang semakin lama terlihat kurus itu, sebenarnya apa yang terjadi padanya? Apa ini semua salahnya? Ada apa dengan kertas itu?

Rambut abu-abunya makin lama terlihat semakin pekat, bahkan warna mata kakaknya pun ikut berubah dan orang-orang yang membantunya seperti tempo lalu tak bisa melakukan apa-apa saat ini.

Mereka juga tak mengerti, ramalan berkata bahwa orang yang ditunjuk dengan jelas melalui ciri-cirinya adalah Denta, akan tetapi gadis yang dipercaya dapat mengakhiri kepemimpinan tirani itu malah kehilangan sebagian kekuatan dan energi kehidupannya.

Bagaimana ini semua bisa terjadi? Apa Loctanus memang tanah terkutuk? Apa yang akan mereka lakukan?

Di tengah kehiruk pikukan itu Peony tiba-tiba melompat ke atas pangkuannya dan mendusel pada Denta, gadis itu cukup terkejut bahkan orang-orang yang berada di sana itu juga sama.

Mereka takut Denta akan kembali pingsan lalu menyebabkan ledakan energi yang melenyapkan sisa-sisa energi kehidupannya, seperti beberapa hari yang lalu. Akan tetapi saat ini Denta terlihat tenang, bahkan tangannya terulur mengulus hewan ajaib itu.

Sudut bibirnya naik, ia tersenyum sumringah dengan sinar matahari yang menyilaukan rambutnya membuat siapa saja yang melihatnya terkagum. Peony tak sekedar mendusel saja, hewan itu mengeluarkan energi kehidupannya dan bersenandung.

Ini adalah salah satu keistimewaan yang dimiliki para hewan-hewan ajaib seperti Peony, mereka bisa memberikan energi kehidupannya tak seperti makhluk hidup yang lain.

Hal ini membuat keadaan Denta menjadi lebih baik, ia menjadi mengingat segala hal yang ia alami. Ia pun menjadi sadar bahwa ini memang takdirnya, takdirnya untuk menyelamatkan tanah yang terkutuk ini.

Pengorbanan ini pasti akan sangat berarti bagi semuanya, bagi segalanya ... bahkan bagi adiknya seorang, "Bukankah begitu Ibu? Ayah?" lirihnya mengawang, ia beranjak dari tempatnya sembari menggendong Peony yang terlihat tak terganggu sedikit pun.

Makhluk kecil itu kemudian bersuara, dari tubuh ringkihnya keluar secercah sihir yang membentuk portal. Mereka yang berada di sana itu kagum sekaligus terkejut dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sedang terjadi?

Kaki gadis perawan itu perlahan menapaki tanah hitam nan tandus, di depannya pula terlihat banyak pilar-pilar yang menjulang tinggi dengan berbagai macam kalimat kuno yang terukir padanya.

Pilar-pilar itu mengelilingi sebuah meja persembahan yang terlihat megah. Peony dan Denta mulai masuk ke dalam lingkaran inti yang tak terlihat di sana. Ini adalah tempat di mana Loctanus tergerak.

Tanah tandus yang penuh kejahatan serta kebajikan, sebuah pengorbanan tertunjuk pada gadis polos yang tak tahu harus berbuat apa. "Benarkah ini Insperral Palace?" tanya Ken dengan berbisik, Darel yang disampingnya mengangguk.

Oxy dan Eve yang berjaga di belakang portal tidak bertanya apa yang terjadi, mereka semua yakin hal ini akan terjadi dan bahkan telah menduganya.

Sayangnya, bagi seorang Denta tidak. Ia tak pernah menginginkan hal ini, berkorban? Padahal dia hanya ingin hidup damai bersama keluarganya.

Sehari yang lalu ia hanya seorang anak, kemudian menjadi kakak yang mandiri, tak lama setelahnya ia hampir di bunuh, tak lupa ia juga dibebani tugas yang tak masuk akal oleh para dewa dan kala ini ia langsung ditunjuk sebagai seorang yang mesti menyerahkan jiwanya pada mereka.

Pada para Dewa dan tanah Loctanus demi orang-orang tercintanya, "Delan maafkan aku, kau harus berumur panjang ya? Kau pasti bisa bertahan, Kakak akan selalu melindungimu sayang ...." Denta mengembangkan kedua tangannya di sana, ia mengharap adik kecilnya tak menangis walaupun itu mustahil.

"Kakak kenapa? Kenapa kakak seperti ini? Apa yang akan kakak lakukan?" Pertanyaan bertubi-tubi itu terlontar dari seorang anak laki-laki yang tubuhnya sekarang gemetar karena takut. Ia seolah dihadapkan pada ujian besar yang menempatkan tekanan dari ujung kepala hingga kakinya.

Denta tak menjawab, ia malah mengeratkan pelukannya pada adiknya itu dan mengelus rambutnya pelan. Membuat Delan semakin meronta karena pertanyaannya tak terjawab. "Kak tolong jawab aku!"

"Kak Darel, Kak .... Kenapa kalian tak membantukuu? Kakakku kenapa? Apa yang salah? Kalian bilang semuanya akan baik?! Kalian berbohong padaku? Kenapaaa?!" Delan ikut meluruh, ia tak dapat menahan gejolak emosinya ketika Denta mulai melepaskan pelukannya dan mulai berjalan ke arah altar itu bersama Peony.

Denta mulai merebahkan dirinya di atas altar itu, menghiraukan jeritan yang menggema dari adiknya. Ia sedikit tersiksa akan hal itu, namun ia harus melakukan ini. Berkorban demi segalanya.

"Semuanya harus kembali pada tempatnya dan siklus ini mungkin tidak akan pernah berakhir," Lirih seseorang yang entah mengapa membuat Denta sedikit tenang, lalu entah dari mana sebuah cahaya menyilaukan matanya.

Ia merasa bagian dari tubuhnya perlahan mulai melebur, apa yang sebenarnya terjadi? Denta tak terlalu mengerti, mungkin memang ini sudah menjadi bagian dari pengorbanannya.

Bahkan ia sudah dapat melihat tahta yang menjulang tinggi dengan berbagai rantai yang mengikatnya dari pilar ke pilar. Tetapi, ini tidak terlihat seperti akhirat ... ini adalah neraka!

"Peony di mana kamu?!" teriaknya mulai ketakutan, ia tak bisa merasakan apa-apa kecuali suara dan pandangannya yang hanya bisa berfungsi.

Sedangkan seseorang di atas tahta itu tersenyum lebar, bahkan hampir menyeringai. Ia menggerakan jarinya dan mendekatkan Denta pada dirinya, "Kau sudah di sini seperti saat-saat yang lalu, perawanku."

.
.
.

Delan tak terima, ia melihat kakaknya terpenggal oleh sesuatu yang tak terlihat di sana. Bahkan Peony juga terbakar habis di atas altar itu, ini semua berbeda dari apa yang dilihatnya. Apakah kemampuannya telah dimanipulasi?

"Delan, kau tidak apa-apa?" Oxy bertanya, gadis itu terlihat khawatir. Karena ia melihat Delan dari tadi hanya diam dan tak bergerak dari posisinya setelah melihat kakaknya terpenggal lalu menghilang dan hanya meninggalkan bekas darahnya yang menetes serta pakaiannya.

Sedangkan anak lelaki itu tak menjawab, ia mengeratkan dekapannya pada lututnya sendiri, kepalanya sudah terlalu dipenuhi banyak prasangka, ia sangat sedih dan suhu tubuhnya mulai kembali meninggi. Jantungnya berdetak cepat dan ia tak dapat kembali menahan rasa tangisnya.

Di tengah isakannya ia meminta Oxy untuk meninggalkannya sendiri di sana, ia hanya ingin sendiri dan tak diganggu.

Delan kesepian ... "Apa yang harus kulakukan saat ini? Aku tak mempercayai mereka juga."

"Kau tahu apa yang harus dilakukan, kau hanya perlu mendorongnya." Delan tergagap, ia mendongak dan mencari dari mana suara lembut itu berasal. Ia seperti mengenalnya sudah sangat lama, namun ada benarnya juga kalimat itu ... ia hanya perlu mendorongnya.

'Baiklah kak, aku akan melanjutkan hidupku dan bahagia ... itu maumu, 'kan?' ujarnya dalam hati, ia mulai beranjak dan mengambil pakaian Denta yang tertinggal serta mengambil sisa-sisa tetes darah itu dalam sebuah wadah energi.

Dengan kecepatan kilat ia juga telah meninggalkan sebuah surat untuk grup Insheal lalu pergi. Biarkan Delan mencari kebahagiannya dan hal yang tak diketahui tetaplah menjadi misteri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro