18. Something More

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




Lagi di fase : sedih bet, ceritaku sepi bangeeet. Hiiks ... srooot.🤧

Sorry for typo

"Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa."

Agaknya quote karya Presiden Jancukers - Sudjiwo Tejo barusan sangat cocok mewakili perjalanan kisah Rumaisha saat ini. Dulu, goal terbesarnya adalah bisa hidup selama mungkin bersama sang mantan - Rendra, laki-laki yang diklaim sebagai cinta sejatinya. Sejak awal memulai hubungan Rumaisha tidak berniat main-main. Dia ingin cintanya berlabuh ke arah serius : pelaminan. Seperti banyaknya kisah cinta super manis, happily ever after, ala-ala romantis picisan dalam sebuah cerita atau novel romansa pada umumnya, di mana pemeran utama perempuan bersanding dengan pemeran utama laki-laki . Nyatanya, apa pun yang dia rancang dalam angan, Maisha harus tetap sadar bahwa penentu ending beserta epilognya hanya Dia (Tuhan)

"Karena sepertinya ...." Ada jeda sebentar dari ucapan Pak Ezar. Lelaki itu menatap lekat manik Maisha sampai yang ditatap dilanda salah tingkah sendiri. "Saya mau memaksakan diri ...." Pengimbuhan yang sontak menciptakan batuk kecil oleh Rumaisha - akibat tertelan ludahnya sendiri. Kaget dan masih belum percaya dengan pendengarannya barusan.

"Ma-maksudnya Pak Ezar apa?" Apa lelaki di sebelahnya itu hanya iseng dan melontarkan candaan? Maisha masih belum bisa menebak, mana konklusi yang betul dari kedua hipotesanya dalam pikiran barusan.

Yang ditanya tersenyum lembut. Senyum yang belum pernah Maisha dapati selama ini. Si Mr. Crunky yang dulu sering memberinya tatapan sebal atau pandangan dingin, kenapa sekarang mendadak berubah jadi hangat?

"Saya enggak paham maksud Bapak." Maisha bersuara lagi. Nada bicaranya dibuat sedatar mungkin agar Ezar tidak curiga, bahwa di dalam dadanya sana ada sesuatu yang bergemuruh sejak tadi. Gila! Apa iya secepat ini Maisha berhasil move on dari sang mantan? Ah! Entahlah, Maisha tidak yakin, tapi sekarang gara-gara ulah Pak Ezar, dia jadi gugup sendiri.

Mobil masih berjalan lambat, melewati pusat kota menuju tempat yang tadi disebutkan Pak Ezar. Macet di titik tertentu atau saat antrean lampu merah, tidak disia-siakan Pak Ezar untuk berdiam diri. Lelaki itu aktif menggulir obrolan yang ditanggapi Maisha dengan gurat bingung di wajahnya.

"Dulu, saat mama minta saya mendekati kamu, saya enggak menanggapi dengan serius. Tapi, makin ke sini, saya jadi sadar, kenapa saya tidak mencoba."

Dengkusan Maisha. "Pak, hubungan itu bukan untuk coba-coba!" Sela Maisha.

"Saya belum selesai bicara Maisha. Maksudnya mencoba membuka hati, biar yang baru bisa masuk dan menetap di sini." Ezar menepuk dadanya sendiri ketika bicara. Maisha terdiam. Pertama dia malu karena sudah salah duga. Kedua, masih sama seperti tadi, canggung dan salting mendominasi.

Maisha baru akan menyahut, saat bersamaan taksi berhenti tepat di depan rumah makan yang dituju. Ezar memberi isyarat lewat gerakan mata kalau mereka sudah sampai. Urung berbicara, Maisha mengikuti langkah Pak Ezar menuruni taksi dan mengambil barang bawaan masing-masing di bagasi.

"Makan dulu, Sha. Nanti kita lanjutin ngobrolnya," titah Ezar. Maisha mengikuti langkah lelaki jangkung di depannya itu. Begitu memasuki rumah makan yang didominasi dengan warna hijau, hidung Maisha langsung membuai aroma sedap dari asap bakaran sate.

Aroma khas perpaduan daging sapi atau ayam dibumbu rempah, lalu dibakar di arang panas. Asapnya tercium wangi hingga membuat perut Maisha langsung keroncongan.

"Tahu, enggak Sha, rumah makan ini termasuk legend di Surabaya. Udah puluhan tahun berdiri dan jadi ciri khas kalau ke sini belum nyobain sate kelopo Ondomohen rasanya ada yang kurang." Ezar bercerita. Maisha menyimak.

"Kenapa namanya Ondomohen, Pak? Artinya apa?" Sebenarnya enggan menyahuti penjelasan Pak Ezar karena Maisha merasa cacing-cacing di dalam perutnya sangat tidak sabaran ingin segera diberi asupan. Tetapi karena penasaran sejak Pak Ezar menyebut nama rumah makan yang unik akhirnya dia bertanya.

"Enggak ada artinya. Ondomohen itu dulunya nama jalan di sini, terus diganti, entah tahun berapa gitu, jadi Jalan Wali Kota Mustajab."

Maisha manggut-manggut, ber-oh-pendek. Bersamaan seorang pramusaji datang mengantarkan pesanannya dan Pak Ezar.

Hening. Maisha dan Pak Ezar sama-sama larut dalam polahnya masing-masing saat menikmati menu makan siang mereka. Maisha finish kebun dulu. Dia puluh tusuk sate dia habiskan sendiri. Ezar menatap takjub, jarang loh, ada cewe yang tidak gengsian makan apa pun yang disuka tanpa bersusah-susah menjaga imej.

Perut Maisha memang kenyang, tapi sesuatu membuatnya berasa ingin mengeluarkan isi perutnya sendiri. Sesuatu yang rasanya seperti dijungkir balik akibat ulah Pak Ezar yang tanpa basa-basi, menyambar tissue yang teronggok di meja lantas tangannya menyapu lembut ujung bibir Maisha yang terkena noda saus kacang.

"Belepotan, Sha."

"Saya bisa sendiri, Pak!"

"Kan, saya sudah bilang, ingin memaksakan diri."

"Tapi saya enggak suka dipaksa."

"Kalau gitu saya enggak akan maksa."

"Tapi saya mau move on, Pak."

"Saya bukan tempat pelarian, Maisha."

"Saya juga enggak berniat jadiin Pak Ezar pelarian."

"Itu barusan?"

Maisha kehabisan diksi mendebat kalimat Pak Ezar. Dia terdiam sejenak untuk merangkai kalimat.

"Saya bilang mau move on, dengan atau tanpa adanya Pak Ezar," sahut Maisha akhirnya. Lawan bicaranya tersenyum ganjil.

"Iya, terserah deh, Sha. Sekarang kita fokus kerjasama dulu selama di sini."

Maisha melirik sangsi, "Fokus kerjasama, tapi Pak Ezar bahas masalah pribadi terus." Protes Maisha lengkap dengan airmuka sebalnya.

"Nanti ada waktunya bahas kerjaan, Sha." Pak Ezar menyahut sekenanya. "Kamu mau bungkus enggak, Sha? Buat dimakan di hotel nanti?" Yang ditanya menggeleng.

"Kenyang, Pak. Enggak usah dibungkus." Pak Ezar mengangguk lantas beranjak dari duduk. Lelaki itu mendatangi meja kasir untuk membayar bill pesanannya dan Maisha.

Kembali menumpang taksi saat Pak Ezar mengantar Maisha menunjuk hotel tempat gadis itu menginap. Sementara dia sendiri akan tinggal di rumah Elbayu.

"Makasih Pak, silakan balik sekarang. Saya capek banget, mau cepet istirahat."

"Iya, besok lagi saya jemput, Sha. Acaranya jam sembilan lagi, jadi kamu sudah harus siap pas saya datang, ya."

"Iyaa Pak!"

Pak Ezar pamit. Mereka berpisah di lobi hotel. Maisha segera melesat memasuki lift menuju kamarnya di lantai dua puluh.

___

Maisha tersenyum canggung ketika dikenalkan Pak Ezar pada keluarga si pemilik acara yang tak lain adalah orangtua Elbayu.

Di rumah besar bergaya Mediterania modern ini Maisha merekam suasana hangat dan penuh keakraban. Beberapa anggota keluarga Elbayu tak canggung menyambutnya dengan tangan terbuka, membuat rasa sungkan Maisha perlahan menguap oleh keakraban yang tercipta.

"Mas Ezar apa kabar? Lama banget enggak main ke sini?" Suara manja nan akrab itu berasal dari gadis cantik yang Maisha taksir usianya tidak jauh dengannya.

Pak Ezar tersenyum pada gadis itu. Maisha melihatnya lewat lirikan sekilas. Ah, dasar laki-laki, padahal baru kemarin bilang ingin memaksakan diri! Lantas apa yang barusan itu? Senyum-senyum tidak jelas sama cewe lain? Definisi caper, kan? Cari perhatian!

"Alhamdulillah baik, Ra. Kamu gimana kuliahnya?" Pak Ezar merespons balik dengan pertanyaan.

"Alhamdulillah, bentar lagi Rara wisuda. Mas Ezar mau enggak datang buat jadi partner Rara nanti? Jadi PW - Pendamping Wisuda, Mas." Permintaan yang direspon Ezar dengan senyum tipis.

Elmira Aurani - alias Rara. Gadis cantik itu keponakan Tante Rembulan - mamanya Elbayu yang sudah seperti ibu kedua bagi Ezar. Dulu, Elbayu memang sempat ingin mencomblangkan Ezar dengan Rara. Tetapi saat itu Ezar menolak dengan halus. Dia sudah memiliki Eliza, perempuan satu-satunya pemilik hatinya.

"Wah, selamat ya, Rara. Tapi maaf, kalau buat jadi pendamping wisuda, jangan saya." Tolak Ezar.

Wajah Rara berubah cemberut. "Yaaah, kenapa emangnya, Mas?"

Ezar melirik Maisha sekilas, lantas menjawab tanya Rara. "Nanti calon istri saya cemburu, Ra," sahutnya santai. Maisha sontak mendongak, menatap Ezar tak percaya dengan apa yang lelaki ucapkan. Tanpa aba-aba Ezar mengambil jemarinya untuk dirangkum ke dalam genggamannya. "Kenalin, ini Maisha, calon istri saya, Ra."

"Yaah, Rara tepat lagi. Kemarin udah seneng banget pas dikasih tahu sama Mas Bayu kalau Mas Ezar jomlo, kok cepet banget sih, udah punya calon istri lagi." Jawaban lugas Rara menciptakan gelak tawa Ezar. Elmira memang lucu, tipe gadis yang ceplas-ceplos. Hampir mirip dengan sepupu perempuannya - Tsabita, adik Elbayu.

"Sama saya saja, Ra, kalau cuma jadi PW, saya juga bisa."

"Nah, itu ada Jonathan yang nganggur, Ra. Sama dia aja perginya." Ezar menimpali.

"Ogah banget. Kak Jo, kan Om-Om banget, nanti aku dikira jadi sugar-baby-nya Om-Om," keluh Rara.

"Om-Om dari mana, aku ini masih di bawah El dua tahun loh, Ra, sepantaran sama Ezar juga." Yang dibicarakan melontarkan protes. Lelaki jangkung berwajah ala oppa-oppa Korea menanggapi dengan protes tak terima dibilang om-om.

Sejak tadi Maisha hanya menjadi penyimak yang anteng obrolan random orang-orang di sekitarnya. Semua masih asing, kecuali Elbayu, teman baik atasannya. Elmira, Jonathan, Tsabita, Rashad ... ah, entahlah, Maisha tidak ingat semua nama-nama yang dia temui hari ini di kediaman besar milik orangtua Elbayu ini. Wajah mereka memang asing tapi semuanya menyambut dengan penuh senyum hangat dan keramahan. Terutama Tante Rembulan  yang kata Pak Ezar sudah dianggap seperti ibunya sendiri.

"Maisha, berangkat sama Abang Ezar? Nanti kita ketemu di hotel, ya." Barusan itu suara Tsabita - adiknya Elbayu. Menginfokan jika Maisha akan berangkat ke hotel tempat acara resepsi kakaknya Elbayu yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Rumaisha didapuk menjadi salah satu pagar ayu - kalau istilah anak zaman sekarang : Bridesmaids. Bersama dengan Tsabita, Rara, dan entah dua lagi Maisha belum berkenalan.

Tanpa menyambung obrolan lagi karena diburu waktu, Ezar menghela Maisha ke mobil. Lelaki itu menyetir sendiri Hyundai Palisade milik adik ipar Elbayu yang sengaja dipinjamkan untuknya wara-wiri selama di Surabaya. Jarak hotel dengan kediaman Atmadja tidak terlalu jauh, Ezar memarkir kendaraannya di basemant lantas bergegas menuju tempat acara.

Mereka berpisah di lorong, Ezar pamit menuju kamar khusus yang disewa untuk para Groomsmen bersiap dan ganti baju. Sementara Maisha ke kamar lain yang disiapkan untuk merias sang pengantin dan para Bridesmaids.

Maisha menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah cantiknya dibalut make up tipis ala Korean look, sementara dia telah menukar pakaian dengan setelan kebaya modern berwarna peach. Cantik dan anggun.

"Maisha cantik banget, Abang Ezar pasti pangling nanti." Komentar itu terlontar dari Tsabita. Maisha tersenyum tipis. "Itu di depan kamar ada Abang Ezar, katanya mau ketemu kamu bentar, Sha." Pengimbuhan yang sontak memicu deguban jantung Maisha. Gadis itu beranjak melangkah ingin menemui Pak Ezar. Pintu dikuak dan pemandangan pertama yang Maisha tangkap adalah Pak Ezar dalam balutan beskap basofi hitam, lengkap dengan blangkonnya. Maisha menahan senyum, lucu melihat penampilan Pak Ezar yang tampak sangat berbeda dari biasanya.

"Maisha," panggil Ezar, dia sedikit melongo menatap Maisha. Matanya tidak bisa berpaling mencuri lirikan pada Rumaisha yang tampak ... cantik dan anggun. Tubuh rampingnya dibalut kebaya berwarna peach. Pancaran matanya berbinar cerah meski tanpa menggunakan softlens.

"Iya, ada apa, Pak?" Sahut Maisha gugup.

"Ini ponsel kamu ketinggalan di mobil tadi." Ezar memberikan ponsel milik Maisha yang tadi sempat gadis itu letakkan di atas dasboard dan terlupa untuk dia bawa.

"Oh, makasih Pak," sahut Maisha singkat.

Ezar tidak langsung pergi, lelaki itu malah mendekat ke sisi Maisha. Pak Ezar membisikkan sesuatu yang sukses membuat kaki Maisha membatu di tempat.

"Kamu cantik hari ini ... dan saya suka."







_______








Pak E lagi kena sindrom merah jambu sepertinya. 🤐

Guys, kalau lupa sama Tsabita, Rashad, bisa buka Ephemeral, ya.

Kalau lupa sama Sagara dan Lea bisa buka Ethereal (Sambung Rasa)

Kalau lupa sama Elbayu bisa buka Epiphany.

Kalau lupa sama Jonathan dan Rara? (Yang lain boleh diingat, kalau Jo? bodo amat dah) Eh. 🤐🤣🤣

Udah bab 18 ~ artinya, 2 bab lagi kachan bakal umumin pemenang novel Epiphany, ya. Yuk, kasih koment yang banyak, biar kamu berkesempatan menang. Wkwkwk








21-05-2024
1841

Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro