19. Mengakhiri Semuanya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

            Beberapa hari ini Faris merasa aneh dengan istrinya, tak seperti biasanya Alma selalu mengurung diri di dalam kamar, Alma menampakkan batang hidung ketika makan malam saja. Tak banyak bicara dan sering termenung, wajahnya tak lagi berseri dan badannya semakin kurus akibat makan hanya satu kali sehari. Faris selalu mengingatkannya untuk makan, tapi hanya dianggap angin liwat saja.

Melihat keadaannya seperti itu, Faris jadi khawatir apalagi dia pernah tidak sengaja mendengar suara istrinya sedang muntah di dalam kamar. Faris ingin membawanya ke dokter atau memanggil dokter ke rumah saja, tapi Alma selalu menolak.

"Maag ku kambuh, gak apa-apa biasanya hilang sendiri."

Untung Faris ada obat maag, karena dia juga punya riwayat penyakit maag sejak kecil. Faris memberikan obat pada Alma. Namun, Alma tak meminumnya dia membuang obat itu ke kotak sampah. Sebenarnya bukan karena maag, tapi patah hati.

Alma tak mungkin menceritakan semuanya pada Faris. Dia selalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Faris juga tampak percaya. Namun, lama kelamaan Faris merasa Alma menyembunyikan sesuatu darinya. Seperti memendam masalah. Faris tak ingin memaksa Alma untuk bercerita, dia hanya bisa medoakan Alma dan memberikan perhatian kecil padanya.

Alma benar-benar kehilangan arah, bukan seperti Alma yang Faris kenal. Pernah kejadian pada malam kemarin Faris ketahuan menghubungi sahabat Alma untuk mencari informasi apa yang sebenarnya terjadi pada Alma. Wanita itu tak menunjukkan reaksi apapun, dia merampas kembali handphone miliknya dan pergi tidur. Lebih baik Alma berteriak cerewet memarahinya, dari pada terus seperti ini. Rumah jadi sepi dan pikiran Faris pun tak tenang.

Di pagi hari buta, Faris bersiap-siap pergi bekerja. Sebelum itu dia pamit terlebih dahulu pada sang istri, Faris mengetuk pintu kamar Alma. Seperti biasanya, tak ada sahutan dan pintu kamarnya juga terkunci.

"Assalamualaikum, Alma. Saya pergi kerja dulu, jangan lupa sarapan dan makan siang, ya."

Entah, didengar atau tidak Faris akan mengingatkannya kembali dengan mengirim pesan pada istrinya nanti. Faris mulai melangkahkan kakinya pergi bekerja ditemani asistennya Supri.

***

Alma membuka matanya perlahan, sorot matanya tertuju pada jam dinding yang menunjukkan waktu pukul 11.05. Tiba-tiba dia beranjak dari tempat tidur dan berlari menuju toilet, memuntahkan semua isi perutnya ke westafel. Sudah biasa seperti ini, rasa mual dan kepala sering mendadak pusing. Badannya terasa lemas terus-terusan serta payudaranya pun membengkak.

Setelah berhenti muntah dan tidak merasakan lagi mual, Alma membersihkan muntahnya lalu mencuci wajahnya berkeringat dingin.

"Menyedihkan," ucapnya menatap wajahnya yang pucat dibalik cermin toilet.

Sudah lewat dua minggu Alma tak menstruasi, dari ciri-ciri yang dia alami sekarang sebenarnya Alma tahu apa yang terjadi pada dirinya. Alma menyentuh perutnya, hari ini dia akan memberanikan diri membeli testpack di market dekat rumahnya. Alma bergegas keluar dari toilet, mengambil dompet dan mengenakan jaket miliknya. Kemudian pergi ke sana dengan Langkah lari.

Tak membutuhkan waktu lama, dengan kurang lebih 50 langkah Alma sudah sampai di market tersebut. Dia mencari testpack di setiap rak dan menemukannya, Alma menatap sekeliling market. Tak ada siapapun disekitarnya, dia dengan cepat mengambil testpack dan membayarnya ke kasir. Setelah itu Alma kembali pulang ke rumahnya.

Alma mengambil wadah kecil untuk menampung urine, lalu masuk ke toilet. Setelah berhasil menampung urine, Alma mencelupkan testpact strips ke wadah dengan bagian putihnya. Menunggu selama 10 menit, kemudian Alma mengangkat testpact. Muncul dua garis merah yang menunjukkan bahwa dirinya tengah mengandung.

Alma spontan menjatuhkan testpack ke lantai, membekap mulutnya sendiri. Matanya terbelalak dan berkaca-kaca, sangat terkejut. Bagaimana bisa dia mengandung sedangkan hubungannya dengan Kevin diambang kehancuran. Alma ingin menemui Kevin sekarang juga.

***

"Pak Kevin, ada seorang wanita ingin bertemu denganmu."

"Siapa?"

"Namanya Alma."

"Bilangin aja, Kevin sibuk."

"Katanya penting dan dia mengancam ingin bunuh diri kalau anda gak mau bertemu dengannya," bisik seorang laki-laki yang bertugas sebagai Satpam kantor perusahaan.

Kevin menghela napas berat, terpaksa menurutinya. Menyadari kepergian kekasihnya dan merasa ada sesuatu yang disembunyikan sedari tadi, Dara diam-diam membuntuti Kevin keluar dari ruang kantor mereka.

Sorot mata Kevin tertuju pada perempuan yang tengah berdiri di depan gerbang pintu masuk, Kevin menghampirinya. Menyadari keberadaan seseorang yang dicari, Alma membalikkan badan menghadap seseorang yang sangat ia rindukan. Air matanya tak terbendung lagi, Alma ingin memeluk Kevin. Namun, laki-laki itu malah mundur menjauh darinya.

"Kamu masih marah sama aku?" tanya Alma dengan suara bergetar, menahan isak tangis.

"Ada apa?" balas Kevin acuh.

Alma terdiam, Kevin benar-benar berbeda. Cahaya matanya tak lagi sama seperti sedia kala, tatapan mata hangat penuh cinta itu berubah dingin seakan tak ada lagi harapan untuk kembali.

"Mau apa? Maaf gua sibuk." Kevin mau kembali ke kantor.

"Aku hamil," ucap Alma.

Langkah kakinya tertahan mendengar perkataan barusan, Kevin menatap tajam Alma. "Terus?"

"Lo mau gua tanggung jawab gitu?" sambung Kevin.

"Lo harus sadar diri, Ma. Memangnya yang cuma tidur sama lo gua doang? Bagaimana dengan Ustadz itu? Kalian tidur berdua juga 'kan?"

"Enggak, sumpah demi Allah. Aku gak pernah melakukan apapun dengan Faris, ini salah paham."

"Salah paham apanya? Tidur berdua, tapi gak berhubungan seks, gitu? Lucu lo!"

"Waktu itu umi menginap di rumah, jadi mau gak mau aku harus tidur dengan Faris. Aku lakuin itu demi kamu, Kevin. Tolong mengertilah."

"Buat apa? Seharusnya dari dulu gua sadar, Ma. Kalau gua memang gak pantas buat lo, ada banyak perbedaan diantara kita dan lo pasti tahu itu. Jadi gua mohon, jangan memaksakan hubungan ini."

"Maksud lo?"

"Kita putus."

Seakan tertusuk ribuan tombak, hatinya hancur seketika. "Lo gila, ya? Gue hamil!" pekik Alma.

"Gak, pokoknya gak bisa. Lo harus tanggung jawab, Kevin!"Alma menahan lengan Kevin, tak ingin laki-laki itu pergi meninggalkannya.

Dengan kesal Kevin mendorong Alma hingga terjatuh. "Gua udah bilang kalau bayi yang lo kandung itu bukan anak gua, gua yakin itu dan pulanglah. Hiduplah bahagia dengan suamimu!" tegas Kevin, lalu pergi kembali ke kantor.

Alma berdiri sekuat tenaga, dadanya terasa sangat sesak dan tubuhnya gemetar hebat. Ia memandangi punggung Kevin semakin kecil menajuh darinya, air mata tiada henti mengalir deras di pipi Alma.

"Aku akan membuatmu menyesal dan memohon maaf padaku atas perbuatanmu, Kevin."

***

Alma masuk ke dalam rumah, syukurlah hari ini Faris tak menguncinya dari luar hingga dia pun bisa membeli testpack dan pergi menemui Kevin tadi. Masih tak menyangka hubungan yang dibangun sejak lama pada akhirnya kandas juga akibat salah paham. Yang paling menyakitkan bagi Alma, Kevin tak mengakui darah dagingnya sendiri di rahim Alma. Padahal Alma menemuinya dengan cara yang baik dan dia juga tahu jika Kevin selingkuh, sedikitpun Alma tak membahasnya tadi karena berharap mereka akan kembali bersatu sebab hadirnya sang buah hati. Nyatanya benar pribahasa; habis manis sepah dibuang.

Tak punya harapan untuk melanjutkan kehidupannya ke depan, Alma ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Ia benar-benar frustasi dengan keadaannya yang begitu menyedihkan. Menyesal, sudah terlambat. Alma tidak tahu akan terjadi seperti ini, Kevin sosok lelaki yang ia percaya akan selalu menemainya hingga tua nanti, kini tega berkhianat. Menghancurkan mimpi dan harapan yang sudah Alma tulis di secarik kertas putih.

Sekarang wanita itu benar-benar kehilangan akal, dengan tatapan kosong mencari benda tajam di dapur. Dia menemukan pisau, tanpa ragu mengarahkan pisau di pergelangan tangan dan menyayat urat nadinya.

"Umi dan abi, maafin Alma."

***


Hai gaes, selamat malam minggu para pembaca ceritaku yang introvert '-'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro