♡2: Labrak♡

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pagi itu, semua murid tengah mendengarkan arahan yang diberikan direktur sekolah, namanya Paul Julius.

Pria yang gagah dan memiliki wajah yang tampan, serta sikap yang ramah. Setiap kalimat yang terucap selalu asyik untuk di dengar, sebab ada pesan kehidupan yang tersirat dan tersurat.

Bulan begitu terpesona memperhatikan direktur sekolahnya hingga tidak sadar ada tatapan dari dua orang yang mengarah kepadanya.

Tatapan pertama dari seorang cowok dengan rambut lurus dan berwajah oval. Dia tengah menopang dagu dan menatap Bulan hingga tidak berkedip.

Menyadari ada yang aneh, membuat Rida, cewek yang berada di sampingnya ikut melihat arah pandang cowok di sampingnya itu. Betapa terkejutnya mengetahui hal itu.

Cowok itu bernama Riza, dia adalah incaran Rida. Sudah lama ia menaruh hati pada Riza, sayangnya cowok itu begitu tertutup dan menolak ajakan kencan yang ditujukan kepadanya.

Tidak ada, Riza bagaikan cowok berhati es yang tidak tersentuh oleh hati kaum hawa di sekolahnya, hingga orang itu datang. Dari wajahnya yang asing, Rida yakin jika gadis itu adalah anak baru di sekolahnya.

Dia tersenyum sembari merancangkan rencana jahat untuk dia yang berani-beraninya mengambil hati Riza.

“Kalian tahu, hidup itu seperti roda. Ada kalanya kita berada di puncak dan menikmati kebahagiaan, dan ada kalanya kita berada di bawah bersama kesengsaraan. Tetaplah bersinar meskipun berada dalam gelapnya kehidupan, sebab setiap orang memiliki tujuan yang diselipkan untuknya. Maka, jadilah terang dunia.”

Bulan memegang dadanya, ia akan mengingat ucapan Pak Paul di sisa hidupnya. Menjadi terang menurutnya sama seperti menjadi orang dengan hati yang baik, bersabar dengan orang lain, dan membantu orang lain sebisanya.

Sepertinya akan datang hal yang menarik di sekolah ini. Ia tidak sabar untuk memulai kelas pertamanya.

Tidak terasa, pengarahan sudah selesai. Siswa-siswi mulai berhamburan keluar dari Auditorium.

Sedangkan Bulan masih asik menatap orang yang berlalu-lalang. Menurutnya, mengamati orang merupakan kegiatan yang mengasyikan.

Auditorium sudah mulai sepi, akhirnya gadis itu berdiri dan melangkah keluar dari sana.

Begitu dia mau keluar ada seseorang yang menghadangnya. Ia hanya menatap orang itu dengan ekspresi bingung, sedangkan yang ditatap memasang ekspresi judes.

“Anak baru, kan? Enggak usah sok kecantikan, deh! Apalagi duduk di tempat duduk kelas 11 gini. Mau ngapain emang? Nyari target buat digodain, hah?” ujarnya sambil menunjuk tepat ke wajah Bulan.

Orang itu adalah Rida, hatinya sudah panas. Terlebih ketika dia mendengar percakapan Riza dengan Obet, sahabat Riza.

Dia bilang, Riza akan mendekati anak baru itu. Gimana tidak panas hatinya? Sang kekasih hati impiannya sudah menemukan orang yang akan didekatinya. Tidak, itu tidak boleh terjadi.

Napas Rida memburu, wajahnya sudah merah padam, terlebih lagi teriknya mentari membuat suasana semakin keruh saja.

Bulan, dia masih tidak mengerti permasalahan yang terjadi, kesalahan apa lagi yang diperbuatnya, semua kalimat yang diucapkan orang yang dia duga sebagai kakak kelasnya itu, semuanya masih mengambang di pikirannya dan belum menemukan benang merahnya.

“Ma-maksudnya, Kak?” tanya Bulan sambil menyatukan jemarinya dan meremas jemarinya, hal yang dia lakukan untuk meredakan kekhawatiran dan kepanikan.

Rida tertawa terbahak-bahak, “Dasar, otak lo ditaruh di mana? Di tempat sampah? Kasihan amat, sih. Pulang aja, deh. Lo enggak usah sekolah, udah enggak ada otak, kan?”

Gadis itu terdiam, ia jadi teringat pertemuannya dengan cowok yang ditabraknya.

Kalau dipikir lagi, mereka sama-sama sarkastik. Ia semakin bingung mendengar hujatan yang keluar dari bibir kakak kelasnya itu. Kakak kelasnya itu cantik menurutnya, sayang kelakuannya minus.

“Oh iya, kalau gitu saya permisi, Kak. Kelasnya sudah mau dimulai.” Bulan menundukkan kepala dan pergi dari hadapan Rida.

Sebenarnya dia mau mengajak kakak kelasnya itu berkenalan dan membahas permasalahan dengan baik, meluruskan hal yang tidak dia lakukan.

Namun, jam sudah menunjukkan sedikit lagi kelas akan dimulai. Dia tidak bisa menambah kesalahan lainnya. Lagipula, dia sudah tidak sabar untuk belajar.

Di lain pihak, Rida menatap kepergian Bulan sambil menggertakkan gigi dan menyentakkan kakinya.

“Dasar adik kelas kurang ajar, maunya dibanting terus dicincang aja kali, ya?” gerutu Rida sambil berlalu dari sana, ia langsung menuju ke kelasnya.

Akhirnya, gadis itu sampai di kelasnya. Kelas 10 Science technology, atau bisa disebut 10- IPA. Ia masuk di sekolah swasta yang ia idamkan dari lama.

Bulan adalah anak pindahan dari Papua. Jika menelusuri riwayat pendidikannya pertama di Semarang menempuh Taman Kanak-Kanak dan masuk ke Sekolah Dasar hingga kelas 2, selanjutnya mereka pindah ke Papua dan ia melanjutkan sekolahnya di sana hingga tamat di bangku Sekolah Menengah Pertama. Sekarang ia melanjutkan sekolahnya kembali di tanah Jawa.

Tentu saja gadis itu tidak memahami percakapan yang dibahas oleh teman-temannya. Sebagian besar mereka berbicara dalam bahasa Jawa, sedangkan Bulan hanya bisa tersenyum.

Percakapan mereka seperti sandi yang tidak bisa dipecahkan, bahkan kepalanya mulai pusing karena tidak ada satupun yang dia pahami.

Sembari mengambil beberapa buku dari dalam tasnya, ada seseorang yang menepuk pundaknya. Bulan menghela napas, ia berharap orang yang menepuknya ini tidak lagi mengajaknya berantem atau beradu bacot.

“Idih, menghela napas aja. Baru juga mau belajar,” ujarnya sambil nyengir. Gadis di hadapannya memiliki tinggi yang membuatnya kagum, belum lagi kulitnya yang putih menambah aura kecantikannya. Bulan seperti melihat artis yang nyasar dan mengajaknya berbicara.

“Bengong, aja. Emang gue hantu? Ya kali hantu cakep kayak gini,” ujarnya dengan senyum yang lebar.

Bulan tersenyum dan mengulurkan tangan, “Namaku Bulan Faressa, bisa panggil Bulan. Kalau nama kamu siapa?”

Dia menjabat tangan Bulan, “Venus Loreilei, panggil aja Venus.”

Mereka tersenyum dan mulai mengobrol, tentu saja menggunakan bahasa Indonesia, sebab Bulan tidak mengerti jika menggunakan bahasa Jawa.

“Oh iya, tadi aku nggak lihat kamu,” ujar Bulan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Venus tertawa, “Ah, tadi gue ke kantin dulu. Laper banget. Oh iya, lo harus cobain deh ayam krispi buatan Mang Jali, rasanya luar biasa!”

Mendengar itu Bulan jadi ikut terbahak, rasanya ia bersyukur bisa menemukan teman dengan selera humor seperti Venus.

Apakah kedepannya dia akan menemukan orang lain dengan selera humor, dan mau berteman dengan dirinya? Ia sudah tidak sabar menantikan hal itu.

Venus merogoh tasnya, memberikan minuman kemasan pada Bulan.

“Nih, mau enggak? Mumpung gue lagi baik, nih. Kalau dajjalnya udah keluar, gue enggak sebaik ini buat ngasih minuman gratis,” ujarnya sambil tersenyum meyakinkan.

Venus curiga jika Bulan memikirkan yang enggak-enggak, bisa jadi minuman ini dikiranya sudah diracuni. Padahal cuman dikasih obat nyamuk aja, canda obat nyamuk.

Bulan tersenyum dan menerima minuman kemasan itu, “Terima kasih, ya. Baik amat, besok-besok semoga tetap ngasih minuman gratis, ya.”

Keduanya kembali terbahak dan berbagi canda tawa hingga seorang pria datang dengan membawa buku pedoman Fisika, membuat semua orang kembali ke kursinya dan bersiap memulai pelajaran.

“Selamat pagi, anak-anak. Kita perkenalan dulu, ya. Bisa dimulai dari Bulan, silahkan maju.”

Wajah gadis itu mulai memucat, jantungnya semakin berdegup dengan kencang.

Dia sudah berdiri dan menatap ke setiap wajah di kelas ini. Beraneka macam ekspresi yang diberikan untuknya, ada yang terlihat ogah-ogahan mendengar perkenalan, ada juga yang antusias, ada juga yang terlihat kesal.

Ia menarik napas dan memulai berbicara, ia tidak mau mengulur waktu lebih lama lagi, bisa-bisa ia pingsan karena gugup tidak terkendali.

“Hai semuanya, namaku Bulan Faressa. Bisa dipanggil Bulan. Aku pindahan dari Papua, salam kenal.”

Dalam hatinya ia berjanji jika dia harus siap menghadapi suka duka yang akan terjadi nantinya.

Note :

Hai! Terima kasih sudah mampir di cerita ini. Cerita yang diikutsertakan dalam Fanos Writing Marathon fanos_publisher #fwmbatch1

Mohon dukungannya, ya!

Salam sayang,
Deph

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro