10. BAHAGIA SEMU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Zee tak ingin menghentikan langkah. Zarra pun tak mampu menahan puterinya. Dia makin menunduk saat Brian menatapnya penuh tuduhan. 

"Zee, dengerin Papa! Jangan pergi, ya, kemanapun itu. Papa mohon." 

Derren tidak menduga Brian bisa melakukan itu. Kalau dia sayang Zee, kenapa tindakannya selama ini tidak mencerminkan hal itu? Zarra sebagai ibunya Zee juga tak bisa melakukan apa pun untuk menahan. Dia kurang berusaha, tetapi mungkin juga Zarra didera rasa bersalah. 

Tindakannya selama ini yang terlalu egois, mementingkan pekerjaan, dan mengenyampingkan keluarga membuatnya kehilangan suami. Brian berniat menceraikannya. Dan sekarang, Zee juga akan pergi dari rumah. Meskipun alasannya ingin fokus belajar menghadapi ujian akhir, tapi Zarra merasa kalau Zee membencinya. 

"Kak Derren, tolong kopernya Zee. Agak berat, isinya buku soalnya." Zee tidak ingin kurang ajar ke papanya. Tetapi ini salah satu solusi yang bisa dia lakukan. Ujian akhir sebentar lagi dan dia harus maksimal apalagi ada seleksi masuk perguruan tinggi negeri. 

"Zee, kami nggak akan cerai!" Dengan mengatakan hal ini Brian berharap Zee mau mengurungkan niatnya. 

Langkah Zee sontak terhenti. Apa yang dia dengar barusan pasti tidak serius. Perlahan Zee berbalik dengan tawa meremehkan. 

"Pa, aku cuma di rumah Kak Derren, awalnya malah pengen kos, loh! Jauh sekalian. Tapi Kak Derren nahan aku dan kasih solusi ini. Lagipula ini bukan yang pertama Zee tidur di sebelah. Jangan bilang Papa nggak tahu soal ini." 

Rahang Brian mengeras menahan amarah. Sebenarnya dia sayang pada Zee. Tetapi pekerjaan dan fakta yang mengatakan kalau Zee bukan anak kandungnya, membuat semua seperti kain kusut. 

Zarra menatap suaminya tak percaya. Baru semalam dia bilang ingin cerai. Apa dia harus senang sekarang? Tetapi tuduhan tentang Zee bukan anak biologisnya membuat Zarra menyerah. Berulangkali dia tawarkan solusi tes DNA, tapi Brian menolak. Dia akhirnya terpaksa merelakan Brian menceraikannya. Karena akibatnya Zee akan terkena efek buruknya. Kalau sekarang situasinya seperti ini, apa yang akan terjadi nanti. 

"Maafkan Papa! Tolong belajar di rumah saja. Kamu boleh ke rumah Derren, tapi nggak menginap. Please, Zee! Demi kebaikan kamu juga." 

Zee menoleh pada Derren untuk minta pendapatnya. Tapi laki-laki itu hanya menggeleng. Dia tidak bisa membantu. Zee kesal, dengan susah payah dia angkat koper untuk dibawa lagi ke atas. 

"Biar saya bantu, Zee." Derren berusaha membantu. 

"Nggak perlu! Aku bisa sendiri." Zee sangat kesal sehingga menjawab Derren dengan ketus. 

Derren tidak berdaya, karena ini masalah keluarga. Zee anaknya Brian dan dia berhak mengatur anaknya. Satu hal akan jadi pengecualian bagi Derren untuk tidak ikut campur, kalau Brian melakukan kekerasan fisik atau verbal, saat itu juga dia akan lupa kalau Brian adalah papanya Zee. 

"Derren, makasih sudah jaga Zee. Sekarang dia jadi tanggung jawab saya. Mulai sekarang saya urus pekerjaan di sini. Kamu pasti sudah tahu, kalau saya kliennya Aryo." 

"Ya, Om. Saya baru saja diberitahu Aryo." 

Tak lama Derren pamit. Sudah cukup dia bantu Zee hari ini. Hanya saja dia akan cek terus bagaimana kondisi Zee di kamar. Dia tidak mungkin berbuat yang bukan-bukan. 

***

Beberapa hari semua berjalan seperti biasa. Kelihatannya malah lebih baik, karena Zee beneran tinggal sama orang tuanya. Tidak seperti sebelumnya yang sering ditinggal sendiri. 

Pagi itu ada meeting yang mendadak dimajukan. Derren harus berangkat lebih pagi. Baru sampai depan gang perumahan, dia melihat Zee di pinggir jalan. 

Zee menolak diantar Brian karena sudah terbiasa sendiri. Sayangnya, motor yang biasa dibawa, bannya bocor. 

Setelah memastikan motor dibawa satpam rumah ke bengkel, Brian langsung ambil mobil dan menyusul puterinya. Mendekati gang depan perumahan, tampak mobil Derren yang berhenti di dekat Zee. 

"Ada yang aneh antara mereka ini. Beda usia jauh, tapi Zee sedekat itu sama Derren." 

Berbagai kemungkinan muncul di benak Brian. Belum sempat makin mendekati mereka, bunyi ponsel merebut perhatian Brian. 

"Sayang, kita jadi mau last meeting hari ini, kan?" Suara perempuan dengan nada manja dan centil terdengar dari seberang. 

Brian langsung berputar balik ke rumah untuk mengambil tas laptop. Dia lupa hari ini ada pertemuan dengan Aryo lagi. Dan, harapannya tidak ada insiden apa pun nanti. 

"Mas, mau sarapan dulu atau aku buatin bekal aja?" Zarra resmi resign, dan sekarang mencoba hal lain yang bisa dia lakukan selain di rumah. 

"Aku ada final meeting pagi ini sama Aryo. Dan sekalian sarapan di sana." Brian memastikan semuanya siap dan dia bawa ke mobil. 

"Aku berangkat. Tadi Zee sudah diantar Derren." 

Zarra mengangguk. Tak ada komunikasi mesra suami yang akan bekerja di luar rumah. Brian langsung pergi setelah menatap datar dirinya. Baiklah, Zarra sebenarnya ingin membujuk lebih lagi supaya Brian mau percaya semua penjelasannya. 

Semua fakta yang ngawur dan mengada-ada itu tidak seharusnya Brian percaya begitu saja. Kalau dia nekat lakukan tes DNA diam-diam, apa dibolehkan? Setelah ini Zarra akan menyerah kalau Brian masih tidak mau berubah pikiran. 

"Maaf, kalau kemarin saya nggak tepatin janji. Om Brian itu papa kamu jadi dia berhak ngatur anaknya. Saya bisa dituntut kalau menentang hal itu. Tolong jangan marah lagi, ya." 

Zee masih terdiam. Sejak kejadian itu dia sangat kesal dan marah. Jelas saja solusi, Derren yang kasih, dia nurut karena alasannya masuk akal. Giliran mau pindah, kalah argumen dan status sama Brian. 

"Masih marah banget, ya?" Derren melajukan mobilnya dengan menambah sedikit kecepatan setelah kemacetan agak terurai. 

"Zee udah nggak marah, Kak. Tapi serius keselnya masih sisa, nih!" 

Tawa Derren hampir terlepas, tapi langsung ditelannya begitu melihat tampang cemberut Zee muncul. 

"Itu sama saja kamu belum maafin saya, Zee." 

"Zee cuma kesel, Kak. Beda, dong! Gimana, sih?" 

"Oke oke, iya. Terus biar keselnya ilang, kamu mau apa?" Derren sesekali melirik Zee, dan gadis mungilnya itu senyum. 

Baiklah, Zee sudah mereda amarahnya. Dan mulai sekarang Derren harus bisa menempatkan dirinya untuk terus ada di dekatnya. 

"Aku mau nonton di bioskop." 

"Bioskop?" Wajah Derren menegang. 

Bersambung

Bioskop? Zee ini, ya.

Thank you for reading. See you on the next part.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro