11. PERASAAN APA INI?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bioskop bagi Zee adalah pengalihan dari rasa tidak nyaman yang beberapa waktu terakhir sangat mengganggunya. Ada beberapa rekomendasi film yang Zee dapat dari sosial media. Yang sedang ramai akhir-akhir ini film horor. Tak banyak berpikir Zee langsung memilih salah satu film horor luar negeri. Dia mendapat protes keras dari Derren karena alasan yang tidak jelas. 

"Ganti filmnya, saya nggak suka horor. Yang santai aja gitu, Zee." Bukan karena takut, tapi lebih ke risih dengan teriakan tiba-tiba dari orang yang nonton. Itu alasan kenapa Derren lebih suka nonton streaming di rumah saja. Lebih tenang dan menikmati  ceritanya. 

"Kak Derren takut, ya?" goda Zee sambil mendekatkan wajahnya. 

Napas gadis cilik itu mengena di pipi Derren. Sebagai pria dewasa dan dia menyukai gadis di sebelahnya, tentu saja hal itu begitu menggoda. Zee tidak tahu betapa Derren menahan diri semaksimal mungkin. 

"Bilang aja, kalo takut." Zee bersandar lagi di kursinya. Dia sempat melihat pipi Derren bersemu. Tenyata bisa juga pria itu salah tingkah. 

Akhirnya Derren mengalah. Dia tidak ingin memperpanjang debat tak penting. Benar saja, sepanjang film Derren harus dipusingkan dengan suara musik menggelegar dan teriakan para penonton. 

Derren membeku dengan ulah Zee yang tiba-tiba memeluk lengannya sambil menyembunyikan wajahnya. Kalau dia takut seharusnya tidak nonton film ini. Derren geleng-geleng kepala sambil menghela napas dalam. 

Suasana teater bagi Zee mencekam dan mengusik rasa takutnya. Menyesal juga kenapa tidak menuruti kata-kata Derren tadi. Gengsinya kalah, dan sekarang apa yang sudah dilakukannya. Bersembunyi di balik lengan dengan tangan gemetar. 

Tak tega juga melihat Zee gemetaran seperti itu, Derren mengusap rambut Zee lembut. Sesaat dia hanyut dalam wangi rambutnya. 

"Zee kamu mau kita keluar?" tanya Derren perlahan. 

Tak ada respon dari Zee untuk beberapa detik. 

"Zee. Are you, ok?" Derren mulai cemas. 

Film baru memutar separuh dari keseluruhan cerita. Tetapi keadaan Zee membuat Derren harus memaksanya keluar sekarang juga. Yang dia tahu Zee ketakutan sekarang. 

"Kamu diam saya artikan sebagai persetujuan. Kita keluar sekarang." Derren mengambil tas selempang milik Zee lalu membimbing Zee untuk meninggalkan bangku dan melangkah perlahan menuju pintu keluar teater. Setelah suasana menjadi terang, Zee melepaskan tangannya. 

Derren tak membiarkan tangan itu lepas. Dia raih kembali lalu menggenggamnya. Tidak erat juga tidak kendur. Genggaman itu berasa pas dan menenangkan. 

Tak ada pertanyaan. Tak ada protes, marah, atau kesal. Zee menyesal karena Derren justru melindungi dan berusaha menenangkan. Bukan memarahi atau meledek karena tindakan konyolnya. Zee malu dan merasa bersalah. Acara nonton yang seharusnya menyenangkan berubah jadi ketakutan dan khawatir. Zee melihat Derren juga ketakutan, entah karena alasan apa. 

"Maaf." Kata pertama yang bisa Zee ucapkan. 

"Oke, saya maafin, janji jangan ulang lagi. Saya nggak bisa lihat kamu seperti tadi." 

Zee terdiam, pria di depannya ini marah atau apa. Dia tampak panik dan frustrasi. Apa karena dirinya? Zee beberapa kali mengalami keadaan yang membuat Derren waspada dan khawatir. Tetapi hari ini ekspresinya sulit diungkapkan dengan kata-kata. 

Keanehan juga dirasakan Zee saat memeluk Derren. Usapan dan semua hal yang dilakukan pria itu hari ini, membuat detak jantungnya berpacu kencang tanpa permisi. Apa nama perasaan ini? 

***

Suasana jadi canggung sepanjang perjalanan. Tak ada yang mulai bicara lebih dulu. Sebentar lagi jam makan malam. Derren tidak ingin Zee terlambat makan. Terkadang gadis itu kalau ada masalah dan tidak nyaman akan melewatkan waktu makan. Apalagi suasana rumahnya sedang tidak kondusif. 

Mobil berbelok memasuki pelataran parkir sebuah tempat makan. Bukan restoran, lebih pas disebut pondok makan. Sederhana, bersih, dan teduh. Penciuman Zee langsung mengubah suasana hatinya. Senyumnya merekah, berbarengan dengan suara perut yang tidak tahu malu berbunyi. 

Derren menahan senyum gelinya. Jangan sampai tawanya menginterpusi wajah ceria Zee. 

"Kita duduk di dekat air mancur mini itu, yuk!" 

Zee mengangguk dengan senyum makin melebar. Langkahnya mendahului Derren dan langsung menikmati pemandangan bagus didepannya. 

Setelah semua pesanan dicatat pelayan resto, Derren kembali fokus pada gadis yang asyik dengan dunianya sendiri. 

"Zee, kita bisa bicara sebentar?" 

Zee tidak langsung berbalik. Susah payah dia membenahi hatinya yang tiba-tiba aneh. Perasaannya pada Derren perlahan berubah. Nyaman yang selama ini dia rasakan tidak sama lagi. 

"Zee." 

Zee berjingkat saat pundaknya disentuh Derren. 

"Kamu nggak apa-apa? Maaf, saya ngagetin kamu. Lagian saya sudah panggil dari tadi, loh! Melamun soal apa, sih?" 

"Enggak, kok! Cuma itu …." Kalimat Zee terputus di tengah-tengah, karena memang dia tidak tahu mau beralasan apa. 

"Ya, sudah. Nggak usah dijawab. Saya lega kamu sudah nggak sepucat tadi. Kamu beneran sudah nggak apa-apa, kan?" Derren memastikan lagi. Dia pasti dihabisin Brian kalau Zee masih ketakutan seperti tadi. 

"Maaf, Kak. Seharusnya Zee nurut nggak nonton film horor." 

Derren tersenyum. Dia bisa bernapas lega sekarang. Selain Zee menyadari kalau film horor bukan seleranya, mereka akan pulang dengan wajah senang. Bukannya ketakutan. 

Makanan datang dan mereka membicarakan tentang hal lain. Terutama soal ujian akhir Zee dan universitas mana yang akan dia pilih. Semua momen tak menyenangkan seolah-olah tak pernah terjadi. Kecuali soal perasaan Zee yang berubah. Gadis itu akan menyimpannya dulu. Tidak pantas rasanya kalau langsung blak-blakan dibahas. Sedekat-dekatnya mereka selama ini, bukan berarti membuat Zee begitu mudah membuka rahasia hatinya. 

Ada perubahan dari Zee yang tak luput dari perhatian Derren. Awalnya dia merasa aneh dan mungkin hanya perasaannya saja. Alasan Zee sering menatapnya diam-diam, dan salah tingkahnya saat tadi Derren memegang pundaknya, bisa saja karena hal lain. Bukan seperti yang ada di otaknya. 

Namun, kemungkinan itu terasa nyata. Wajah Zee berubah muram saat  ponselnya berdering, dan Derren menyebut nama perempuan. Perubahan itu tak sengaja Derren lihat. Apa benar dugaannya? Haruskah dia senang dengan hal yang belum pasti? 

***

Alhamdulillah, update juga.

Thank you for reading. Stay safe and healthy, ya. See you on the next part.












Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro