9. SEMENTARA, KOK!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Zee sontak menoleh. Mendengar sapaan yang kurang sopan, membuatnya langsung ingin mengomel. 

"Dasar … lah, Kak Derren? Kirain siapa." Zee hampir saja salah semprot orang. Derren malah tergelak melihat reaksi gadis kecilnya itu. 

"Saya lega kamu lebih berani sekarang. Harus kayak gitu, ya, kalau ada orang yang berani kurang ajar atau ada tanda-tanda mencurigakan." Derren memakaikan sabuk pengaman Zee. 

"Makasih, Kak. Perhatian banget, deh." Zee cengengesan dipakaikan sabuknya, padahal Derren sudah deg-degan level maksimal. 

"Kak Derren ganjen banget. Jangan-jangan suka godain karyawan di kantor, nih? Atau cewek-cewek yang ketemu di jalan," canda Zee sambil menyalakan musik. 

"Enak, aja! Kamu ya, suka banget ngeledek saya." Derren mengacak rambut Zee. Perasaannya lega luar biasa melihat senyum lebar itu muncul juga. 

Derren mengajak Zee makan lebih dulu, sambil membahas duduk masalah yang terjadi. Sungguh tidak mudah bagi Derren juga kalau dia ingin melakukan sesuatu. Masalah ini sangat privasi dan Derren adalah orang luar. 

"Makanannya suka?" 

Zee mengangguk, dia sudah kenyang bahkan tawaran Derren untuk memesan cake tiramisu ditolaknya. 

"Oke, sekarang coba cerita dulu, kenapa kamu mau cari kos?" 

Raut mua Zee seketika berubah mendung. Dia harus mengingat dan cerita tentang keputusan sepihak dari orang tuanya. Zee tak bisa menahan gejolak hatinya. Keinginan menangis ditahannya meskipun suasana resto cukup privasi dan tidak banyak orang di sekitar mereka. 

Derren terkejut. Sunguh di luar dugaan fakta yang terjadi semalam. Cukup kuat mentalnya Zee, masih sanggup sekolah dan menghadapi dirinya seperti tak terjadi apa pun. 

"Zee, maaf kalau saya harus bilang kamu lebih aman kalau nggak tinggal sendiri. Kalaupun kamu kesal dan nggak nyaman di rumah, ke rumah saya kan, bisa." 

Zee terdiam. Mana mungkin dia terus-menerus merepotkan Derren. Banyak hal juga yang harus dipikir dan dkerjakan. Kehadirannya di sana malah akan menambah beban saja. 

"Kalau kos, aku bisa lebi fokus belajar, Kak." 

"Serius, bisa gitu? Kamu bahkan selama ini sering dilayani ART kan? Bisa lakukan semua sendiri?" 

Kalimat Derren sangat sadis dan sempat membuat ciut nyali Zee. Tetapidengan berat hati, hal itu benar adanya. 

"Zee, listen. Rumah saya aman kalau kamu pengen kabur dari rumah. Saya yang akan pasang badan kalau kamu lagi ggak mau ketemu orang tua kamu. Belajar bisa fokus, buku saya bisa kamu pinjam, dan makanan Mbok Nah pasti nggak bakal mubazir lagi." 

Senyum tipis terbit perlahan. Masakan Mbok Nah memang tiada duanya. Ciri khasnya nggak ada yang bisa plagiat. Asli bumbu dan resep Mbok Nah. 

"Gimana? Deal?" 

Setelah jeda cukup lama, Zee akhirnya memutuskan. 

"Tapi gimana kalo Papa ngelarang?" 

"Coba dulu bilang, ajak Mbak Lilis juga. Selama ini tugas dia ngurusin kamu, kan?" 

Zee menurut. Meskipun kesal sudah gagal melaksanakn rencananya kos supaya orang tuanya tidak cerai demi anknya tetap di rumah. Derren malah mengatakan solusi yang dia hindari. Rasa sungkan karena seringkali merepotkan membuatnya takut suatu saat nanti, Derren akan bosan dan meninggalkannya juga. 

Otaknya merevisi, orang tuanya cerai jelas bukan karena dirinya. Selama ini justru dia selalu menurut dan tak sekalipun melawan. Bahkan dia berjuang sendiri mendapat nilai bagus, karena Brian akan marah kalau nilainya turun. 

"Mikir apa, tuh? Pasti udah mikir macam-macam duluan. Kamu fokus sama ujian akhir, saya akan bantu bilang ke Om Brian." 

Zee mengangguk. Baiklah, kali ini dia nurut dulu. 

"Kalau saya bukan orang luar, saya pasti larang mereka cerai. Saya tahu rasanya jadi kamu, Zee." 

"Kak Derren serius? Terus Kak Derren lakuin apa waktu itu?" Zee penasaran, tentu saja. Sekarang dia merasa tidak sendirian, ternyata orang di depannya ini pernah mengalami hal yang sama.

"Saya nggak bisa cerita sekarang, Zee. Masalah yang terjadi tidak sama, dan waktu itu saya terima keputusan mereka begitu saja." 

Zee tak habis mengerti kenapa Derren seperti itu. "Zee nggak boleh tahu? Padahal apa pun yang terjadi selama ini aku selalu cerita, loh!" 

"Bukan begitu, Zee. Nanti saya cerita, cuma nggak sekarang." 

"Kenapa nggak sekarang?" Zee ingin tahu jadi dia bisa berpikir apa yang bisa dia lakukan kalau perceraian benar-benar terjadi. 

"Zee? Derren? Kalian ngapain di sini?" 

Keduanya sontak menoleh. Brian dan Aryo ada di restoran yang sama. Banyak tanda tanya tercetak jelas di wajah mereka. Kecuali Zee. Dia sudah malas dan ingin pergi dari sana. 

"Zee, tunggu!" Brian berniat mengejar langkah puterinya, tapi ditahan Derren. 

"Maaf, Om. Lebih baik saya yang ngejar Zee. Percayakan Zee sama saya. Dia sedang kalut sekarang. Ya, Om? Please!" 

Melihat situasi tidak memungkinkan, Brian mengiakan permintaan Derren. 

Aryo terbengong-bengong mendapati sahabatnya makan bareng anak ingusan. Siapa dia? Apa mungkin ini ada sangkut pautnya dia mau curhat? 

***

"Zee, saya akan cerita ke kamu hari ini. Dengan syarat semua tuhas sekolah beres dulu. Dan mulai malam ini kemasi barang kamu yang penting saja. Langaung ajak Mbak Lilis juga ke  rumah. Deal?" 

Sebenarnya Zee sudah tak tertarik lagi dengan kisah masa lalu Derren. Tetapi ajakan untuk langsung menginap di rumahnya, membuat Zee berubah mood-nya jadi mendingan. 

Dengan perdebatan panjang antara Zee dan Zarra terjadi. Mamanya Zee melarang menginao di rumah cowok, masih sendiri lagi. Tetapi Zee tak ambil pusing. Dia mau fokus belajar tanpa mendengar argumen, debat dan pertengkaran. Akhirnya penjelasan dari Derren disetujui oleh Zarra. 

"Zee, mau kemana bawa koper segala?" 

Brian keburu pulang. 

Bersambung

Serumah sama tetangga ganteng, jangan mikir macam-macam. Kita lihat efek dari tindakan Zee ini, ya.

Thank you for reading. See you on the next part.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro