👑13👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ibu kandung Pangeran Silas adalah keturunan Noor, yaitu budak. Namun karena kecerdasan dan kepintarannya dia di adopsi oleh keluarga Grand Duke Lote. Karena Duke saat itu tidak punya anak perempuan, dia memberi Lina, ibu pangeran Silas untuk dijadikan selir. Mudah bagi Lina berada di posisi itu. Semua sempurna, sampai ayah Ryan menjadikan Duke. Sejak awal dia membenci Lina, budak yang mendapat kasih sayang daei ayahnya. Apalagi saat Lina menjadi selir, dia tidak banyak berpihak dan tidak memberi keuntungan bagi keluarga Lote. Sehingga membuat Ayah Ryan membunuh Lina dengan racun.

Silas masih sangat kecil saat itu, dia tidak paham apa-apa. Yang ia tahu ibunya tergeletak dengan busa di mulutnya. Tubuhnya kaku dan sangat dingin seperti es. Ketika dia lebih besar dan tahu yang sebenarnya, kebenciannya pada keluarga Lote keluar. Raja tahu bahwa yang meracuni Lina adalah Duke Lote, namun dia tidak memberi hukuman apapun karena kesetiaan Duke lebih besar baginya.

Lina meninggal dengan status keturunan Budak, budak biasanya di kremasi, dan abunya di tabur ke tanah atau laut. Sebagai Selir, abu Lina di tabur ke sebuah pohon yang berada di tengah padang bunga, tempat favorit Lina di istana. Dan saat ini menjadi tempat favorit Silas.

Pohon Ek yang tumbuh di tengah padang. Di musim hangat ratusan bunga bertabur di sana. Dan ketika salju turun, semua terutup warna putih. Silas duduk bersandar di batang pohon. Menutup mata, dan membiarkan udara berbisik di telinga. Menurutnya, suara angin di antara ranting, selembut suara ibunya ketika bernyanyi.

Ketika suara gaun yang tergesek bunga-bunga terdengar, Silas membuka matanya. Dia menatapku dengan mata rubi yang setengah terbuka. Dia nampak berbeda di sini, bukan hanya karena rambut pirangnya yang tidak lagi tertutup, tapi juga pakaian. Kali ini ia memakai pakaian yang memperlihatkan dirinya seorang bangsawan, bukan tunawisma seperti yang kulihat di kota.

"Salam yang mulia, maaf saya menganggu tidur anda," ujarku sambil menunduk hormat.

Dia terdiam sejenak, dengan lirikan mata melihat bawah hingga atas. "Kukira ini masih di mimpi, bagaimana bisa ada peri di dunia nyata."

"Kau harus bangun, tidur terlalu awal bisa membuat orang mudah berhalusinasi."

Silas terkekeh, "Sepertinya aku harus memastikan ini halusinasi atau nyata." Dia mengangkat tubuhnya, mengulurkan tangan, dan menarik lenganku. "Ini nyata," ujarnya Dengan senyum iblis. Tubuhku tertarik ke bawah, dan membuatku duduk tersungkur di dekat Silas.

Aku merengut, tentu saja ini membuaku tidak nyaman. "Tidak harus menarikku jika hanya untuk duduk di sini."

"Aku tidak aka mendapatkan ini jika meminta baik-baik." Silas mengecup punggung tanganku yang tertutup sarung tangan putih.

Aku merasa sedikit tidak nyaman. Buru-buru ku tarik tanganku. "Kurasa cukup sambutannya."

"Sudah kuduga kau pantas memakai gaun itu."

Gaun berwarna biru yang tidak terlalu berlapis, dengan lengan pendek tipis. "Terima kasih untuk hadiahnya pangeran, tapi sebenarnya aku tidak memperlukannya."

"Kau tidak bisa menjual hadiah dari kerajaan, itu melanggar aturan. Ya- tidak berlaku untuk hadiah dari anjing Raja." Sebutan untuk Duke Lote. Silas sudah tau aku menjual semua hadiah dari Duke.

"Hadiahmu sudah ku pakai, apa kau puas. Anggap saja ini terima kasih dan penghargaan karena kau sudah menjadi mitra bisnisku." Aku terkekeh di akhir kalimat.

"Dalam bisnis ini, kau terlalu banyak mengambil keuntungan dariku. Bahkan alasanmu ke sini juga." Senyuman Silas memang cukup menganggu. Tidak hanya karena mirip Rina, tapi juga seperti iblis yang tersenyum dengan wajah cantik.

"Yang mulia putra mahkota memang tidak bisa di bohongi. Aku ke sini untuk mengurangi kemarahan Count karena putusnya pertunanganku." Aku melirik beberapa pelayan dan pengawal istana, termaksud Dhara yang ada cukup jauh dari sini.

"Kalau begitu gantian aku memanfaatkanmu."

Silas mengayunkan tangan, memintaku untuk lebih dekat di sampingnya. Walaupun cukup menganggu dan aku yang sejak awal tidak merasa nyaman, tetap ku lakukan. Aku sedikit maju, hingga punggungku menyentuh batang kayu yang terasa dingin. Silas kembali tersenyum, sebelum meletakkan kepalanya ke atas paha yang tertutup kain gaun biru. Aku sempat melotot melihat tingkahnya, reaksi orang-orang di sana juga tak kalah heboh, dia benar-benar gila.

"Bagaimana Dengan ini?"

"Sepertinya kali ini kau yang mengambil keuntungan."

Silas tertawa kecil. "Aku juga ingin keuntungan dalam bisnis ini."

Berkat Silas, aku sudah tidak perlu lagi memikirkan bisnis. Selama dia masih hidup, uang akan mengalir padaku seperti hujan. Aku lah yang membuat tokoh Silas, dan aku juga tahu apa yang ia inginkan. Sejak kehilangan ibunya, Silas selalu berharap kehangatan dari Seseorang. Dia pernah merasakan saat bersama Layla, sebelum Layla berada di luar jangkauannya. Sesekali ia membayangkan dirinya dan Layla berada di sini, Silas tidur di pangkuan, dan Layla mengelus kepalanya.

"Kalau begitu izinkan saya yang mulia."

Aku mengusap rambut pirang keemasan yang lembut. Pada satu usapan, aku merasa tubuhnya bergetar, dia juga menatapku dengan tatapan kosong, sebelum kembali memejamkan mata. Aku kembali mengelus kepalanya selembut mungkin. Khayalannya terwujud, namun bukan Layla yang melakukannya. Semoga saja dia menyukainya.

"Tangan seorang lady memang terlalu halus." Dia sedang membandingkan ku dengan Layla.

"Kalau begitu aku berhenti."

"Tidak lanjutkan!" Silas mengehentikan tanganku yang akan menjauh. Aku kembali mengusap rambutnya. "Kau tahu, dengan ini utangmu padaku tidak akan lunas."

"Apa kau memerlukan jasaku?"

Matanya terbuka walau sipit. "Bulan depan, pesta topeng di istana. Selain mitra bisnis, aku juga perlu mitra pesta."

Hubungan intim Layla dan Ryan akan berlangsung bulan depan, saat pesta topeng itu. Dalam cerita asli, Ryan tidak menjadikan Real sebagai partnernya, memainkan Layla. Dalam pesta, semua orang dizinkan datang. Karena sulit membedakan mana bangsawan mana rakyat biasa saat itu. Layla dan Ryan berdansa sepanjang malam di pesta, dan menghabisi sisa malam berdua.

Sekarang mereka bisa bebas berdansa, dan Real tidak perlu tampak menyedihkan di pesat. Walaupun memakai topeng, orang akan mengenali Real dengan rambut putih keperakan ini. Aku akan tetap di gunjingan jika datang ke pesta sendirian. Sepertinya kali ini pun aku mengambil keuntungan dari Silas.

"Tentu saya bersedia, tapi asal anda tidak meninggalkan saya sendirian."

Dia tersenyum. "Kadang kau berbicara formal, kadang tidak padaku."

"Maaf, sulit terbiasa untuk berbicara pada pangeran atau tunawisma."

"Mulutmu sangat tajam juga."

"Kuanggap itu pujian," aku tersengir dan menyipitkan mata.

Silas bangun, dan memegang tanganku denyan erat. Ia masih tersenyum, dan menatapku sangat dekat. "Aku berfirasat itu akan jadi malam yang paling berkesan."

Saat itu aku tidak bisa berfikir jernih, dia tersenyum bagai iblis, namun di saat bersamaan nampak sangat indah. Di tambah tatapan tajam yang mengintimidasi, berusaha menjeratku ke dalam sarang ular jauh lebih dalam. Keduanya membuat hatiku berkecamuk, dan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, di saat yang sama tempat ini terasa sangat tenang, seperti sedang di berkati. Benar-benar sangat rumit.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro