👑16👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku bukan Real yang kau kenal, ingin sekali kalimat itu terlontar sekarang dengan di hadapan Grand Duke muda ini. Namun dia tidak mungkin menelan mentah-mentah ucapanku, dan bagiku itu hanya membuat waktu dan tenaga untuk menjelaskan lebih lanjut.

"Lady bisa bahaya jika datang ke sini sendirian. Atau mungkin anda sedang melakukan sesuatu, bisnis misalnya?" dia menatapku dengan tatapan dingin yang mengintimidasi. Aku tahu dia juga salah satu bangsawan yang mencari tahu tentang siapa Parisa. "Bukankah Count melarang anda untuk bebas keluar, apalagi seperti ini?" dia semakin berusaha memojokkanku.

"Sudah saya bilang, ini bukan urusan yang mulia. Kita tidak lagi ada hubungan bukan? Apalagi hak untuk mengurusi urusan satu sama lain."

Aku bahkan tidak ikut campur dengan hubunganmu bersama seorang pelayan. Haruskah aku mengatakan itu, tapi nanti dia bisa besar kepala, dan berfikir aku masih berharap padanya. Dan berfikir alasan aku memutuskan hubungan ini karena masalah itu. Memang benar, tapi tidak sepenuhnya, karena aku hanya ingin menghindari takdir dari Real.

"Walaupun hubungan kita selesai, hubungan keluarga Lote dan Keluarga Deana sebagai mitra masih berlanjut." dia melangkah maju ke depan dan mengulurkan tangan. "Saya akan mengantar anda ke Mansion Deana." Rasanya seperti akan di seret ke jurang.

Ini memuakan, tapi berlari pun aku tidak bisa. Tubuh Real sangat lemah, dia akan tumbang jika kupaksakan berlari beberapa gang lagi.

"Real kau di sana!"

kepalaku langsung menoleh pada orang lain di belakang Silas, yang seperti tergesa-gesa melepas kain penutup dari kepalanya. Rambutnya acak-acakan tertiup angin kencang dari laut. Di belakang sini adalah pelabuhan lama, tempat Silas biasa menjalankan bisnisnya. Andai aku bisa berlari lebih jauh, aku ingin menghampirinya.

Ryan membalikkan badan, dan menatap sinis pria yang biasanya ia lihat memakai seragam istana, kini berpenampilan selayaknya tunawisma. "Yang Mulia putra mahkota? Salam, semoga keberkahan menyelimuti matahari lebih kecil kerajaan Cinder," ujarnya dengan sedikit menundukkan kepala.

"Anda tidak usah seperti itu di sini Duke Lote," ujar Silas. Dia menoleh padaku dengan senyum yang berkali-kali diluhatpun terasa menyebalkan. "Maaf aku telat untuk kencan rahasia kita Real," lanjutnya dengan tampang bodoh.

Aku tahu maksudnya ingin menyelamatkanku, tapi kata-kata itu... apa dia memintaku untuk bermain Roleplay? Baiklah ikuti saja alurnya, walau saat ini aku merasa geli. Mari ikut memasang tampang bodoh sok polos seperti yang ia lakukan saat ini.

"Tidak, aku saja yang datang terlalu cepat."

"Kemarilah Real," ia mengayunkan tangan dengan ekpresi setan kecil penggodanya.

Aku menelan ludah, dan melangkah maju ke depan. Langkahku terasa berat apalagi saat melewati Ryan. Walaupun sekilas, aku bisa menatap tatapan tidak nyaman darinya. Ekpresi yang sama saat dia melewati Real dan menghampiri Layla. Namun kini situasinya berbalik. Begitu aku hampir mendekati Silas, dia menggapai tanganku, menariknya hingga masuk ke dalam dekapannya. Silas tersenyum kecil padaku, sambil menaikkan tudung jubah yang tadi jatuh karena berlari.

"Biar saya sendiri yang mengantar lady Deana ke Mansionnya. Bukankah ada urusan penting seorang Grand Duke berada di tempat kumuh seperti ini?"

Ryan sesaat menatap Silas dengan dingin, orang yang melihat mereka pasti sudah tahu, keduanya memiliki hubungan yang tidak baik. "Hanya mengawasi beberapa bisnis. Dan kebetulan saya melihat lady Deana berjalan sendiri di kota. Saya tidak tahu jika kalian sedang berkencan."

Silas tersenyum seperti iblis kecil. "Tapi cara anda melakukannya salah. Tidak, aku juga salah karena membuat gadisku sendirian." Cengkraman tangan Silas terasa semakin erat.

Tatapan dingin Ryan masih menusuk ke arahku dan Silas. "Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu. Semoga hari anda menyengakan yang mulia, dan lady Deana." tekanan suara rendah ketika menyebut namaku.

Dia melangkah pergi melewatiku dan Silas, rasanya lebih dingin saat dia melewati kami. Saat ini sudah menjadi rahasia umum bahwa alasan Lady Deana dan Grand Duke Ryan putus katena sang Duke berselingkuh dengan seorang pelayan. Beberapa bangsawan yang punya lidah lebih licin menambahi bahwa lady Deana yang sakit hati memilih untuk membalas Duke dengan mendekati putra Mahkota.

Kedudukan sebagai Ratu masa depan lebih menguntungkan daripada menjadi Duchess yang di kalah dengan seorang pelayan rendah. Mereka mengatakan bahwa Duke bodoh karena memiliki krikil jalanan daripada bongkahan berlian. Tapi ini akan lebih heboh lagi saat pesta topeng akhir bulan.

Ketika sudah tidak lagi melihat Ryan, aku melepas diri dari Silas. "Terima kasih kau datang tepat waktu."

"Pasti tidak mengenakan bertemu mantan tunangan yang sudah berselingkuh darimu," ucapan dengan enteng.

Aku meliriknya dengan sinis. "Jika kau berfikir aku terganggu, kau salah besar."

Alasanku memutuskan Duke Ryan bukan hanya karena masalah perselingkuhannya dengan Layla. Tapi juga melepas takdir Real, aku tidak mau berakhir menyedihkan apalagi karena masalah cinta. Dan lagi aku tidak mau menjadi bagian dari kehidupan wanita bangsawan yang tidak menyenangkan.

"Kalau begitu sampai jumpa," aku melambaikan tangan padanya.

"Tunggu, kau mau ke mana?"

"Tentu saja pulang."

"Kau selalu mengambil keuntungan dariku, sekarang mari kita seimbangkan timbangan balas budi ini."

"Bukankah aku sudah bersedia menjadi patner pesta akhir bulan ini?"

"Tentu saja itu kurang."

"Lalu?"

Dia kembali tersenyum seperti iblis kecil yang berusaha menggoda manusia. "Mari kita kencan."

"Apa!" aku melongok mendengarnya. Dia benar-benar sudah gila mengatakannya.

"Mantan tuanganmu akan curigai jika dia melihatmu atau aku berjalan sendiri. Dan lagi ini sangat cocok untuk menyebarkan rumor."

Aku masih tidak paham apa yang dia dapatkan dari hubungan romansa palsu kami. Ini masih tetap berat timbangan ke diriku. Tentu saja karena ini Real tidak lagi direndahkan oleh para bangsawan lain, termaksud memicu kemarahan dari count. Tapi baiklah jika itu yang ia mau. Siapa aku yang bisa menolak keinginan putra mahkota.

"Baiklah ayo lakukan," jawabaku pasrah.

"Sebelumnya itu," dia mendekat dan menunjuk rambukku. "Bisakah kau ubah?"

"Apa kita tidak perlu menyamar?"

"Lalu untuk apa kita menyebar rumor?"

Kenapa dia sangat suka melempar pertanyaan. "Baiklah."

Satu usapan ke pertama kalung, langsung mengubah rambut hitamku menjadi warna aslinya. Aku menjatuhkan tudung, sehingga saat ini semua orang akan tahu bahwa diriku seorang lady bangsawan.

"Orang akan tertawa melihat pangeran memakai baju tunawisma seperti itu."

Silas tertawa. "Jangan mengejekku, mau bagaimana lagi. Bukankah ini agar kita seimbang."

Kurebut kain yang ia bawa. "Bisakah kau menunduk sebentar?" Dia menurut dan menunduk sedikit. Walaupun ini masih terlalu tinggi padaku, aku berusaha meraih kepala dan melilitkan kain itu ke kepalanya. Hingga rambut pirang Silas tidak lagi terlihat. "Jangan mempermalukan nama baik seorang putra mahkota," ujarku setelah selesai melilitkan kain itu.

Silas melongok padaku sebelum akhirnya tersenyum. Dia menodongkan tangan padaku. "Kalau begitu mari kita pergi?"

"Ke mana?" dia tidak menjawab dan hanya tersenyum. Begitu aku memegang tangannya, dia langsung menarikku ke suatu tempat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro