👑17👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Silas langsung menarik kain yang kupasangkan tadi saat masuk ke sebuah butik. Walaupun berpakaian pengemis, semua bisa mengenalinya sebagai Putra mahkota dengan hanya melihat rambut pirang itu. Seperti tidak punya beban atau rasa bersalah, dia menerbos antrian panjang para lady dan duduk di sofa yang biasanya khusus pelanggan VIP. Tidak ada yang melarang, mereka melongok, bahkan pemilik butik nampak sangat senang seperti akan tumbang jika karyawannya tidak memeganginya. Aku menepuk jidat, dan dengan kepala sedikit menunduk mendekati Silas.

"Madam, buatkan kami 2 pasang baju untuk pesta dansa akhir bulan," ujar Silas dengan enteng.

"Baik yang mulia akan kami kerjakan segera," jawab madam pemilik budik dengan mata berseri-seri.

Terlihat raut kecewa para pengunjung di sana yang terlah mengantri berminggu-minggu, namun harus di tunda karena disela oleh Putra Mahkota. Yang lebih tidak nyaman adalah tatapan mereka padaku, seperti seorang artis yang masuk lewat karpet merah. Benar-benar sangat menganggu.

Madam Fiorentina, pemilik budik ternama di kerajaan Cinder, dengan nama butik seperti namanya. Dia menjadi janda di usia 20 an, tidak memiliki penerus hingga terasingkan dari kalangan bangsawan. Karena tidak kuat dengan segala tekanan dia melepas kebangsawanannya, dan modal nekat membuka butik ini 30 tahun lalu. Siapa sangkat, sekarang dia bisa berada di titik puncak. Dia contoh yang seperti untukku.

Namun saat ini aku tidak menyukai situasinya. Para pengunjung lain di paksa keluar dari butik oleh madam. Dan para karyawan langsung membawaku ke ruang ganti. Aku akan segera menjadi boneka untuk waktu yang cukup lama. Sedangkan Silas hanya melihatnya dengan senyuman lebar sambil duduk bersila denyan seorang wanita yang menyeduhkan wine padanya. Saat itu ingin sekali aku mencabik-cabik rambutnya.

Butuh lebih dari satu jam untuk mengukur tubuh, memilih bahan untuk pakaian, aksesoris, dan model. Aku dipaksa beberapa kali memakai gaun untuk contoh model. Dan Silas terus mengatakan, "Bagus, aku beli yang itu juga."

Kenapa dia tidak berlagak seperti sultan, yang membeli baju hanya menunjuk ujung satu ke ujung lainnya, tanpa aku harus mencobanya satu persatu seperti ini. Dia secara terang-terangan ingin mempermainkannku. Tampangnya yang tersenyum seperti malaikat di wujud iblis membuat orang lain terkesima dan tidak merasa curiga dengan perbuatannya. Aku berulang kali mengingat diri sendiri alasan sesungguhnya bagiku dengan dengannya.

Setelah kegiatan yang melelahkan, aku terpaksa mengganti gaun yang lebih baik, dengan rambut tataan, begitupun Silas yang kini tidak lagi memakai baju kumuh. Sebelumnya aku sudah mengabari Dhara untuk tidak menyamar menjadiku lagi, karena saat ini semua orang sudah tahu lady Deana sedang kencan rahasia dengan putra mahkota. Tolong jelaskan padaku mana dari bagian ini yang di sebut rahasia. Ini sih lebih ke arah go public, agar semua orang tahu tentang hubungan ini.

"Haruskah kita sekalian bertunangan?" tanya Silas yang duduk di depanku.

"Sekarang saja aku sudah lelah, apalagi melakukan itu," jawabku jelas.

Silas menyengir. "Kau orang pertama yang berani menolak calon Raja."

Aku menatapnya dengan sinis sambil tersenyum. "Memangnya yang anda katakan tadi serius?" karena sampai sekarang dia seharusnya masih tertarik dengan Layla. Dan mungkin melihatku sebagai penghiburnya.

Silas terdiam sesaat, sebelum tertawa keras hingga menggema di ruangan ini. "Tatapanmu sangat mengerikan." Sudah kuduga dia tidak bisa menjawab dengan pasti.

Tak lama kemudian beberapa pelayan menghidangkan berbagai makanan dan minuman ke atas meja. Di belakang butik Madam Florentina terdapat Ball, tempat berkumpulnya para bangsawan yang sangat ekslusif. Hanya bangsawan kelas atas yang bisa masuk. Tentu Real bisa ke sini, apalagi putra mahkota. Makanan di sini sangat mewah, satu makanan jika diuangkan bisa memenuhi kebutuhan 5 orang rakyat biasa di kota ini. Ketimpangan sosial yang sangat jauh bukan?

"Grand Duke Ryan seperti juga ikut mencari tahu siapa Parisa. Kurasa bisnis juga terusik karena dirimu," ujar Silas.

Dia mengganti topik pembicaraan dan melupakan pertanyanku yang tadi. Apa juga yang kuharapkan. Lagipula sebenar lagi aku juga akan melepas kebangsawanan, dan tempat orang biasa di istana hanya sebagai simpanan Raja. Dan sama saja seperti mengikuti alur Real yang sebenarnya.

"Aku sudah tahu, tapi harus bagaimana lagi. Cepat apa lambat Parisa akan ketahuan juga."

Namun sebelum itu aku harus punya kekuatan sehingga tidak akan terluka atau mati. Ada puluhan bangsawan saat ini yang penasaran siapa sosok Parisa yang sebenarnya. Saat ini aku bersyukur kami berada di tempat eklusif sehingga tidak ada siapapun di sekitar.

"Aku ada saran," Silas berhenti memakan steak yang tadi dihidangkan pelayan. Meletakkan pisau dan garpu, lalu kembali mengangkat kepala padaku. "Bagaimana jika kau memberi nama tempat bisnismu, mendaftarnya secara legal ke kerajaan. Sehingga tidak ada yang bisa mengurtik-utiknya."

"Seperti sebuah kompleks pertokoan?"

"Ya ... sejenisnya. Menamai tempat itu dan mengkalim bahwa itu wilayahmu."

"Kurasa itu memperlukan banyak uang."

"Jangan khawatir, bukannya kau sudah punya cukup?"

Aku terhenti sesaat dan tersenyum. "Sebenarnya itu ide bagus, namun ada satu rumah kecil yang belum bisa kubeli. Tanpanya, seperti ada bagian yang terlewatkan."

"Apalagi yang belum kau beli."

"Hmm ... itu rumah milik pegawaiku. Sam Rowan, namun dia tidak mau menjualnya katena takut istrinya tidak ada tempat pulang nanti. Padahal istrinya sudah memutuskan untuk tetap tinggal di rumah majikannya, begitupun Sam."

Sekali mendengar nama itu kau harus tahu bawah rumah yang ku maksud adalah milik Layla. Sebenarnya tidak masalah jika kulewati rumah itu, aku juga tidak terlalu peduli. Namun aku ingin tahu bagaimana reaksimu. Sejak Layla menikah, kau selalu mengawasi rumah itu, melihat Layla keluar masuk dari sana dari kejauhan. Sekarang bagaimana reaksimu?

Silas terdiam cukup lama sebelum menjawab, dia kembali memaparkan senyum yang menyebalkan itu. "Bagaimana jika kau bantu agar kau memiliki rumah itu?"

Aku terkejut, bukan ini reaksinya yang kubayangkan. Harusnya dia menyakinkanku untuk tidak mengambil rumah Layla. Atau ini hanya pengalihannya saja. "Bagaimana cara kau melakukan nya?"

"Kau lupa, tidak ada yang tidak bisa kulakukan di dunia ini."

Tidak ada, keculi memenangkan hati wanita. Seketika aku ingin tertawa. "Jika kau mau lakukan saja, kurasa pegawaiku juga sebentar lagi akan menjual rumah itu padaku."

"Akan lebih cepat jika aku yang membantumu bukan?"

"Terserah kau saja."

Matanya menatap ke arah leherku, gaun ini tidak menutup sebagian pundak dan leher, tatapannya membuatku merasa tidak nyaman. "Hei apa yang kau lihat!" benatkku.

"Kalungmu, kau harus berhati-hati dengan benda itu," dia menujuk pertama di leherku.

"Ini pemberianmu, kau ingin membahayakanku?"

Silas terkekeh kecil. "Mana mungkin aku berani melukaimu." sayangnya kau salah satu dalang yang membuat Real menderita. "Namun ada yang mengatakan bahwa permata itu bisa menukar jiwa."

"Apa?" aku terteguk, mendengar perkataan yang seperti menghentikan aliran darah dalam diriku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro