👑20👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dhara menyisir rambutku dengan pelan. Sambil sesekali menyiarkan air yang sudah di campur herbal untuk penyubur rambut. Aku menatap diri sendiri di depan cermin, berkali-kali aku menatap bayangan itu, aku belum juga terbiasa. Gadis tercantik di kerajaan Cinder, sebutan yang disandangkan pada Real, kini juga padaku.

"Saya suka hal yang anda lakukan pada Sam," ujar Dhara.

Aku terkekeh kecil. "Kenapa? Bukankah aku menyakiti hati pria malang itu?"

"Lebih kasihan jika dia terus berbicara tentang istrinya dengan senyuman itu. Padahal wanita jalang itu sedang berada di pangkuan Duke dengan baju setengah terbuka."

Aku tidak bisa menahan tawaku mendengar kata-katanya, memang tidak salah yang Dhara ucapkan. "Jangan kotori fikiranku dengan hal-hal seperti itu."

Dhara mendengus keras. "Penjualan patung kayu menurun akhir-akhir ini. Tidak perlu waktu lama hingga Sam bisa anda pecat."

"Dia tidak akan kupecat begitu saja hanya karena aku menutup salah satu bisnisku."

"Apa anda merencanakan hal lain lagi selain memiliki banyak properti?"

Aku tersenyum lebar. "Tentu saja, jika tidak untuk apa aku akan datang ke istana sekarang?"

Jelas Dhara ingin mengatakan sesuatu, namun dia menelannya. Pasti itu bukan hal bagus dan dia takut kehilanga bank berjalannya jika menyakiti hatiku.

Selesai menyisir dan menata rambut, Dhara merias wajahku. Ini riasan yang bisa di pakai Real, bukan aku, riasan yang membuat wajahnya 2 kali nampak lebih menawan. Tidak hanya itu, kali ini aku memakai gaun yang cukup mewah, gaun pink berlapis yang akan sedikit bling-bling. Sangat tidak nyaman bagiku, namun harus kulakukan. Dhara juga memasangkan Kalung mutiara ke leherku. Dengan begitu aku benar-benar menjadi Real Deana seutuhnya.

###

Begitu aku masuk ke istana, semua mata mengarah padaku. Mereka terpesona seperti melihat artis ternama datang dan berjalan menggunakan gaun cantik. Dhara berjalan di belakangku dengan kepala sedikit menunduk. Rambutku di gulung, sehingga leher dan punggung atasku nampak jelas, membuaku risih, aku tidak pernah memakai pakaian yang cukup terbuka seperti ini. Jika aku ke depan memajukan badan, mungkin saja orang bisa melihat belahan dada milikku. Ini gaun yang saat ini sedang trend di kalangan para lady bangsawan.

Seorang pengawal tanpa bertanya langsung membukakan pintu, di mana mengarah masuk ke dalam ruang kerja putra mahkota. Beberapa orang ada di sana, mereka yang sedang sibuk berdiskusi dengan putra mahkota berpaling dan melirikku. Ada rona marah di setiap wajah pria mata keranjang itu, hanya Silas yang malah menatapku tajam, seperti singa yang ingin menerkam mangsanya.

Ketika aku menunduk hormat dan mengangkat sedikit rokku, aku bisa dengar suara tidak mengenakan dari pria-pria di sana. Aku ingin berteriak, dan kabur, mungkin Real sudah terbiasa, namun bagiku, ini sangat memalukan.

"Seperti yang Mulia punya tamu penting, kalau begitu kami permisi dulu," ujar salah satu dari mereka yang sedikit bijak.

Mereka melewatiku satu per satu, dengan lirikan mata tidak mengenakkan. Aku hanya bisa diam dengan sedikit menundukkan kepala. Mukaku pasti merah karena malu, dan tanganku bergetar dengan sendiri. Ini benar-benar bukan aku, berpakaian seperti ini dan di tatap seperti itu oleh orang lain. Aku baru bisa mengangkat kepala ketika pintu sudah tertutup.

Namun ketika aku menghela nafas dan mengangkat kepala, Silas sudah berdiri di depanku dengan jarak yang sangat dekat. Ekpresinya semakin tidak mengenakan saat dia tersenyum.

"Apa ini waktunya pelayanan pribadi?" ujarnya sambil melepas kancing atas bajunya. Matanya melirikku dari atas sampai bawah.

Aku menyengir dan melangkah mundur ke belakang, hingga tubuhnya menempel pada pintu. "Maksudmu apa, bukannya aku berpenampilan seperti ini dulu?"

"Iya, namun saat itu kau bukan bersamaku, dan kurasa saat itu kau tidak memasang wajah malu-malu seperti ini."

Aah ... memang aku membuang gaun-gaun Real yang seperti ini, aku memakai baju yang cukup tertutup sehari-hari. Ya, setidaknya tidak terlalu terbuka seperti sekarang ini. Untung saja gaun memiliki rok yang panjang, jika tidak ini ... aku tidak akan pernah memakainya lagi. Punggung yang setengah terbuka, juga baguan depan yang benar-benar ...hmm ... perasanku saja atau memang Silas semakin dekat denganku.

"Kyaa!"

Aku bereteriak ketika tiba-tiba Silas menggendongku. Seperti tanpa dosa dia tersenyum, dan meletakkanku ke atas meja kerjanya. Aku tidak bisa turun karena kedua tangan Silas berada di kanan kiriku, dan dia yang berdiri di depanku, aku menjadi sandraannya saat ini.

"Berbahaya untuk lady yang belum Debut memakai gaun seperti ini. Bagaimana jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Apalgi leher lady seperti minta untuk di gigit."

Wajahku memerah, aku buru-buru menutupinya dengan kedua tangan. "Jangan mengatakan hal yang memalukan!" benatkku.

Silas tertawa keras. "Baiklah aku minta maaf. Jadi apa yang kau inginkan. Kau tidak mungkin mencari ku seperti ini dengan cuma-cuma."

Memang, mana mungkin aku melakukan hal itu. Semua yang kulakukan pasti ada alasannya. Aku menguatkannya diri sendiri, berhenti menutup wajah dan memberanikan diri menatapnya. Begitu melihat senyumannya yang menyebalkan, perasan menggelikanku tadi sedikit memudar. Aku menghela nafas, sebelum mengulurkan kedua tangan dan memegangi pundakkya.

"Mari kita bertunangan," ujarku lantang. Senyumannya langsung memudar, dan Silas diam terteguk untuk beberapa saat.

"Apa sebuah pertunangan kontrak?" bisiknya.

Aku mengangguk, dia pasti mengerti diriku sekarang dengan baik. Dan mungkin baik aku dan dia saat ini tidak memiliki rasa satu sama lain, harusnya seperti itu, namun jantungku kadang berderak saat melihatnya. Silas semakin memajukan tubuhnya, kali ini aku bisa merasakan kakinya menyentuh gaunku.

Silas kembali tersenyum. "Baiklah sepertinya menarik, pasti ada syarat bukan?"

"Tentu saja."

"Apa itu?"

"Mari kita melakukannya selama 2 tahun," untuk menjamin apakah aku benar-benar bisa lepas dalam alur novel. "Setelah itu, bantu aku melepas kebangsawananku."

Walau dia tersenyum, namun dia tidak Senang dengan ucapanku. "Kau ingin menjadi rakyat biasa, jadi itu sebabnya kau melakukan bisnis ini?" tanyanya sambil memainkan ujung rambutku.

"Aku ingin seperti madam Florentina. Lagipula tidak ada harapan untuk lady yang putus dari Duke dan putra mahkota."

"Bagaimana jika menjadi Ratu? Bukankah itu menyengakan."

Aku tersenyum dan menyipitkan sedikit mataku. "Yang mulia kau tahu alasan sebenarnya aku putus dengan Duke? Bukan sekedar karena dia selingkuh, melainkan karrna aku tidak ingin menjalin hubungan dengan orang yang mencintaiku dan kucintai. Hubungan antara bangsawan hanya sebatas persatuan dua keluarga dan melanjutkan keturunan. Jika aku hanya memegang itu, tidak masalah jika Duke mencintai orang lain, yang terpenting aku menjadi Duchess. Bukankah Ratu sama?"

Silas menatapku datar, dan seketika perasan maluku tadi hilang. Sekarang aku memajukan tubuhku, dan kali ini melingkarjan kedua tangan ke lehernya. "Menjadi Ratu perlu kekuatan yang besar, koneksi dan ketangguhan yang tinggi. Akan ada banyak orang yang berusaha merebut posisi di samping Raja, dan hampir dalam sejarah Raja mereka punya wanita simpanan. Jikapun tidak, Yang mulia harus menikahi beberapa wanita untuk memperkuat kekuasaan. Tidak ada jaminan Raja akan mencintai ratunya selamanya. Aku benar-benar tidak menginginkannya yang mulia."

"Kau benar lady, keinginanmu itu tidak akan terwujud jika kau masih menjadi bangsawan," bisik Silas. Aku melepaskan lingkaran tanganku dari lehernya, tapi dia menahan salah satunya. "Namun aku ada syarat juga untukmu."

"Katakan saja."

Silas mengecup punggung tanganku sambil tersenyum seperti iblis. "Lady harus tinggal di istana bersamaku, apakah Lady bersedia?"

Angin kencang akhir musim panas bertiup dan mengetuk jendela. Kami saling bertatapan tajam, dan berjarak sangat dekat. Aku bisa mencium bau musk dari tubuh Silas. Jika aku menyerah saat ini, tubuhku akan terjungkal ke belakang, menindih banyak lembar kertas yang tadi dikerjakan oleh Silas.

"Baiklah aku bersedia," jawabku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro