👑38👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Sebelumnya minta maaf karena saya menjadi perusak hubungan lady dengan Grand Duke. Itu memang salah saya, saya yang terlalu egois dan serakah. Berdiam diri di dalam penjara sambil menunggu eksekusi sangat pantas saya dapati karena menyakiti hati dari seseorang yang memiliki perasaan tulus dan lembut.
Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan, soal pertanyaan lady saat itu. Maaf saya tidak bisa mengatakannya. Karena jawaban dari pertanyaan lady saat itu ada di sana.
Lalu saya ingin minta tolong pada lady. Jika hari ini saya di eksekusi, bisakah jangan beritahu dia bahwa saya mati dengan cara seperti ini. Dan jika hari ini saya mati, bisakah anda katakan padanya bahwa saya ingin dia datang ke makam saya saat dia sudah bahagia.
Layla Noor'

Surat yang sedikit membuatku terteguk. Dari sana aku tahu, bahwa pengkhianat sebenarnya adalah Bea. Karena hanya aku dan Bea yang mengunjungi Layla ke penjara. Dan bahkan saat itu, tidak ada penjaga di sekitarku.

Aku berusaha berfikir sebagai Rina yang berpatokan pada alur novel sepenuhnya. Dia tahu jika Bea akan mati di tangan Ryan, dan tentu lebih baik menggunakan orang itu sebaik mungkin sebelum dia mati sia-sia. Sama seperti aku yang menggunakan kelemahan Bea, yaitu Anais, dia juga melakukannya. Dia menggunakan Bea untuk merubah alur, dengan membuat Layla sebagai antagonis yang egois dan menginginkan Ryan. Mudah bagi Bea mempengaruhi Layla, apalagi dia dan Layla memiliki hubungan yang cukup dekat. Tentu saja dengan Rina sebagai dalangnya. Lalu saat semua berjalan sesuai rencana, dia muncul sebagai penolong yang menjatuhkan antagonis.

Sebenarnya aku hanya mengarang cerita tentang dia yang terlambat memberikan pita itu. Namun siapa sangka, itu kebenarannya. Dia mengenali kusir yang membawa kereta kuda saat itu, tentu saja karena kusir itu orang milik Rina. Dari sana dia berencana untuk tidak masuk, namun aku justru yang menyuruhnya untuk tidak ikut ke dalam kereta, dan memberikan pita itu. Saat kereta berangkat, Bea mulai ragu, antara memberikan pita itu pada Silas, atau tidak, karena dia tahu bahwa Rina bisa saja kembali mengancamnya seperti saat itu. Setelah berfikir panjang, akhirnya Bea memutuskan untuk memberikan pita itu. Bagaimanapun juga karenaku, dia dan Anais bisa lepas dari Rina.

Saat ini, Bea bersujud padaku sambil mengutarakan kebenaran itu. Tentu saja dengan tubuh gemetaran dan air mata. Dhara terus memberi tatapan tajam yang siap membunuh mangsa di depannya. Bahkan bagiku, ini sangat mengejutkan. Aku takut kembali salah mengambil langkah, dan menyakiti orang yang tidak bersalah. Dan lagi, tujuan awalku saat terbangun dari tempat ini adalah menjauhkan semua orang dari nasib menyedihkan.

"Apa yang harus kulakukan?" Gumanku.

Dhara menghela nafas dalam-dalam. "Izinkan saya yang mengurusnya nona."

"Kau tidak akan membunuhnya kan?" Dhara hanya bungkam mendengar pertanyaan itu. Membuat kepalaku semakin pusing. "Jangan lakukan itu, apalagi kita sedang berada di istana."

"Tapi dia pasti juga akan mati di tangan Yang mulia putra mahkota, atau grand duke Lote," jawab Dhara.

"Soal itu bukan urusanku," jawbaku dengan suara kecil. Sepertinya aku tidak bisa menghalangi takdirnya yang akan mati di tangan Ryan. Aku menghela nafas panjang.

Tempatku tinggal sekarang semakin kacau daripada dulu. Haruskah aku kembali seperti itu? Memandang orang lain hanya sebagai pijakan untuk mencari kebahagiaan. Sepertinya, aku salah memberinya bantuan. Manusia tetaplah manusia, mereka bahkan akan memakan bangkai jika itu untuk menyelamatkan orang yang ia cintai.

"Aku memberimu dua pilihan." kepala Bea terangkat, tatapannya padaku penuh rasa harap. Namun aku membalasnya dengan dingin. "Kau akan kulepaskan, dan silahkan pergi dari sini bersama Anais." Mendengar itu, ada sedikit senyum pada bibirnya. Itu membuatku ingin tertawa. "Tapi ... Aku akan memberitahu perbuatanmu pada semua orang. Dan tentu saja, kau tau akibatnya." Dia akan dikejar oleh putra mahkota, Grand Duke Lote, dan Rina juga tidak akan melepaskannya. Singkatnya, dia akan mati bersama Anais. Untungnya dia mengerti yang kumaksud. Wajahnya kembali tegang, dan nampak sangat ketakutan. "Dan pilihan terakhir, akui semua kesalahanmu di depan Grand Duke. Lalu katakan Layla tidak bersalah."

Dia membungkam benerapa saat, memikirkan bantahan apa yang pas untuk dilontarkan. "Anda tidak memberi pilihan saya untuk mati."

"Karena memang itu takdirmu." Baik di dalam novel, maupun sekarang, sepertinya kau akan mati di tangan Grand Duke. "Namun jangan khawatir tentang Anais. Aku akan merawatnya sebaik mungkin. Seperti janjiku di awal. Tapi ... semua tergantung pilihanmu."

Dua pilihan yang berat, walau aku sudah tahu dia akan menjawab apa. Kabur pun sudah tidak bisa. Mencari pertolongan hanya akan memperkeruh keadaan. Akhirnya, aku tidak bisa membelokkan satu takdir menyedihkan. Tidak semua yang ku inginkan akan terwujud di dunia nyata, ini bukan dunia Novel yang bisa sesuka hati kuubah alurnya.

Aku memang akan merawan Anais, namun entah sampai kapan. Setelah dia menggunakan telinganya dengan baik dan mendengarkan fakta bahwa kakaknya mati di eksekusi oleh Grand Duke Lote, dia akan berjalan sesuai alur yang asli. Menjadi kstaria wanita, dan dengan berani menggibarkan bendera untuk menjatuhkan Duchy Lote. Jika itu benar, apakah aku bisa selamat? Atau aku akan tetap menjadi Real dan melihat masa depan hingga akhir? Kuharap aku menemukan jawabannya dengan cepat.

Cleopat, di sana mungkin aku bisa menemukan jawabannya. Kristal penukar jiwa, aku ingin lebih tau tentang itu. Dan apakah ada hubungannya Real sebelumnya dengan praktik itu. Atau mungkinkah aku bisa kembali. Tidak ada alasan apapun bagiku untuk tetap di sini, tempat di mana sulit bagiku untuk percaya seseorang.

###

Saat salju pertama turun, seorang gadis bersujud di hadapan mantan tuannya. Rinai air mata dan suara gemetaran melontarkan setiap kata yang merupakan fakta, lalu sisanya hanya bualan yang sudah diperintahkan. Dia bahkan memberikan bukti, yang justru membuat dirinya tidak ada celah untuk selamat. Ryan mendengar langsung mempercayainya, terlebih keterlibatan Carina yang kini menjawab semua kejadian ini.

Hari itu juga, pintu penjara yang mengurung Layla terbuka, dan dia di bawa keluar dari Mansion Duke Lote tepat saat hujan salju turun. Tubuhnya masih sakit oleh lebam yang ia dapat karena memberontak. Dia juga hanya diberikan jubah tipis, yang sama sekali tidak membuatnya hangat saat ini. Layla mulai melangkah dengan kaki pinjang, menjauh dari Mansion yang sempat membuatnya merasa nyaman. Saat ini dia tidak memiliki tujuan, semua yang dulu ia miliki sudah tidak ada. Hilang karena keserakahannya sendiri. Tidak ada yang patut di sesali, karena memang semua ini kesalahannya. Kebebasan ini terasa pahit baginya. Ini bahkan hukuman yang lebih berat daripada harus menunggu waktu eksekusi.

Dengan begini, cerita 'Love Rose' sudah benar-benar berakhir dengan sad ending. Kedua tokoh utama tidak lagi menjalin cerita bersama, dan kembali ke kehidupan mereka sebelum saling mengenal. Tentu saja ada yang berubah, karena mereka terlalu hanyut ke alur hingga melupakan orang-orang yang sebenarnya berharga. Entah bagaimana epilog-nya, tapi cerita ini akan dilanjutkan dengan judul lain. Judul baru yang bukan mereka lagi sebagai tokoh utama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro