👑4👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kerajaan Cinder bukan kerajaan kaya, sebenarnya saat ini pemerintah sangat korup. Raja Aden, membunuh kakaknya sendiri yang sebenarnya menjadi calon Raja idaman rakyat. Itu sudah menjadikan rahasia umum. Saat ini kemiskinan sedang berlangsung, mungkin tidak di ibu kota, walau beberpa merasakan. Di ujung-ujung kerajaan, kemiskinan sangat terasa.

Tapi dalam novel krisis ekonomi hanya pelengkap untuk menjelaskan mengapa Layla menjadi pelayan Duke. Dan di akhir, ini yang menyebabkan mosi tidak percaya pada pangeran Silas melonjak. Sampai ending cerita tidak dijelaskan apakah ekonomi kerajaan Cinder membaik, atau sama saja. Karena ketika Silas sebagai Putra mahkota bunuh diri, belum disebutkan ada pengganti. Dan memang aku sengaja membuat itu menjadi konspirasi cerita. Namun saat ini, semua mungkin akan berbeda.

Ketika orang-orang lain menari dan tertawa, melupakan krisis yang merasa rasakan, ada sebuah gudang di mana orang-orang masih sibuk bekerja. Beberapa memotong, memaku, memarut, dan memoles kayu. Tidak hanya orang dewasa, bahkan anak yang belum menginjak 15 tahun memanggul kayu 2 kali lebih besar dari dirinya.

Dhara berbicara terlebih dulu pada pemilik tempat itu, caranya bicara sangat kompleks, orang akan langsung menurut padanya. Dari semua karakter yang kubuat dalam novel ini, yang menduduki tempat sebagai karakter berbahaya pertama adalah Dhara, lalu Layla, dan baru antagonis Silas.

Tak lama orang yang kucari keluar, Sam Rowan, suami Layla. Dia seumuran dengan Layla, 20 tahun. Berambut cokelat aok dengan mata hitam, wajahnya cukup tampan, walau tentu tidak bisa menandingi pesona Ryan. Yang kusuka dari Sam, dia pekerja keras dan pantang menyerah, terkecuali jika itu tentang Layla.

Dia membungkukkan badan pada Dhara, dia tidak terlihat seperti bangsawan, tapi kebanyakan orang menghormati orang biasa yang menjadi utusan bangsawan. Misalnya kepala pelayan dan kepala dayang, dan pelayan pribadi bangsawan.

"Kenapa anda mencari saya?" suaranya serak-serak basah.

Dhara memberi isyarat mata padaku, aku melangkah maju ke depan sambil tersenyum. "Apa ini tuan yang buat?" kuperlihatkan liontin itu.

"Iya itu buatan saya, tapi sudah lama sekali. Saya tidak menyangka anda membawanya."

"Nona kami menyukai karya tuan." Mata Sam melongok. "Dia ingin memesan sesuatu darimu, jika kau tidak keberatan."

"Hmm, saya kurang yakin." Wajar bila dia merasa ragu. Selama ia membuat barang-barang ini, tidak pernah dihargai lebih dari 5 koin emas.

"Tuan boleh mencoba, jika hasilnya bagus, nona kami akam membayarnya."

Dhara membisikkan sesuatu yang membuat Sam seperti kehilangan detak jantung sesaat. Dia mematok harga yang pasti tidak pernah Sam bayangkan.

"Bukankah kau punya istri? Istrimu pasti akan sangat senang jika suaminya berhasil. Bayangkan jika kau bisa membuat para bangsawan kagum," aku memanaskan tungku apinya. Sam saat ini akan terbutakan dengan uang. Aku mendekat dan memberikya sekantung koin. "Anggap ini sebagai modal awal membeli kayu dan alat," bisiku pelan.

Sam meneguk air ludah, dan mengenal nafas. "Akan saya coba!" jawabnya dengan nada menanjak.

Aku tersenyum. "Keputusan yang bagus, ini cukup sulit. Fikirkan lagi, dan datanglah ke kediaman Count Deana, Nona kami akan menunggu."

"Ta-tapi..." dia menyodorkan kantung.

"Ini festival awal musim panas, pakailah dan beri istrimu hadiah." Sebentar lagi kau tidak akan bisa melakukannya, dan Layla juga akan melupakan semua hadiah darimu.

"Terima kasih banyak nona!" dia membungkukkan badan lagi.

Aku membalikan badan, dan berjalan diikuti Dhara. Bisa saja aku langsung menyuruhnya membuatkan sesuatu yang sudah kerencanakan, tapi belum saatnya. Aku harus menunggu agar alur cerita sedikit maju ke lembar berikutnya. Di saat Layla dan Duke saling cinta, dan surat permohonan pertunanganku di setujui, satu bab berikutnya, Sam harus berdiri di sampingku agar dia bisa terhindar dari akhir menyedihkan.

Balon warna warni terbang ke langit, sangat indah apalagi saat cahanya menembus dan memantul warna. Aku merasa dejavu, dulu situasi seperti ini pernah kurasakan. Musik nada timur tengah berbunyi, membuat anak-anak dan wanita menari riang. Suasana yang sangat hangat hingga membuatku ingin menari bersama mereka.

Kulangkahkan kakiku mengikuti kata hati, selama Dhara di belakang, tidak ada yang perlu ku khawatirkan. Hingga akhirnya aku sampai di tenda-tenda barang antik di bazar. Di mana banyak pedagang pasar gelap naik, dan menjadi ramah sambil menghidangkan dagangan mereka. Kebanyakan yang di pajang adalah perhiasan. Orang lebih tertarik dengan perhiasan indah daripada benda tua yang tjdak mereka tahu kegunaannya. Dan aku berhenti di suatu tenda.

Lazuardi, permata bermata biru yang biasanya menjadi cincin atau bandul kalung. Berbeda dari lapis lazuli, permata Lazuardi memiliki corak keabu-abuan yang kadang menggaris seperti batu biasa. Di tempat ini harganya lebih murah di banding pertama lapis lazuli biasa.

'Love Rose' bab ke 5 saat Layla dan Duke kencan di pawai, Duke memenangkan sebuah kompetisi, dan memberi hadiah Layla kalung permata Lazuardi. Dibandingkan hadiah mewah yang diberikan Duke padanya, Layla malah selalu memakai permata Lazuardi ini. Karena tidak ada yang sadar bahwa itu pemberian dari seorang bangsawan besar.

Kalau tidak salah bentuk kalung yang diberikan Duke pada Layla ... aku memerhatikan satu-satu melihat hal yang sama dengan dulu kutulis. Teranyata ada, kalung dengan bandul balok kecil dari permata Lazuardi. Aku mengulurkan tangan, meraih permata itu. Namun tangan lain menggapainya. Kuhelakan nafas, dari puluhan barang di sini kenapa dia menggambil punyaku.

Dengan raut kesal aku menoleh ke kiri, mihat siapa pelakunya. Pria yang memakai serban, kain putih yang ia lilitkan ke kepala. Seketika aku melongok melihatnya, bukan karena dia cukup tampan hingga gadis biasa akan bisa memaafkannya, tapi karena wajah familiar itu.

"Maaf, ini cantik sampai aku merebutnya lebih dulu," ujarnya dengan nada jenaka.

Bahkam walau dia menutup rambutnya, aku bisa langsung mengenalinya. Di antara karakter lain, beberapa memiliki ekspetasi wajah sedikit berbeda dari yang ku bayangkan. Namun hanya 1 karakter yang pasti sangat sesui.

"Ambil saja," dengusku.

Aku membalikan badan, dan beranjak pergi dati sana. Saat berurusan dengan orang itu cukup berbahaya, walau suatu saat aku harus berhadapan dengannya. Antagonis dalam cerita ini, Silas Apolyus Zeus, pangeran satu-satunya, dan putra mahkota kerajaan Cinder. Orang yang menempuh akhir menyedihkan karena agonya sendiri, berbeda dari karakter lain. Dan wajah itu, wajah yang sebenarnya adalah milik saudariku yang lebih dulu meninggal karen egonya juga. Dia inspirasi dari sosok Silas di 'Love Rose'.

"Tunggu," tangan besar itu memegang lenganku, aku terhenti. Dhara mendekatiku, tapi aku memintanya untuk diam sesaat.

"Nona bisa mengambilnya jika mau." dia menyodorkan Kalung itu.

Sejal awal aku tidak ada niat membelinya, hanya saja itu mirip dengan kalung dalam cerita ini. "Tidak maaf, tapi aku tidak punya uang. Tolong kepada tanganku."

Silas melepaskanku, aku kembali berbalik dan berjalan. "Bagaimana jika kubelikan!"

Ku tolehkan kepala. "Sudahku bilang, ambil saja. Dan sampai jumpa." Kita akan bertemu lagi, tapi tidak untuk dalam waktu dekat. Jika semua sudah selesai, kuharap saat aku bertemu dengan Silas, hatiku sedikit lebih tegar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro