👑40👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kapal berhenti di dermaga, aku menatap sekeliling. Ada yang nampak ganjal, ini bukan Cleopat yang kutahu. Silas masih sibuk berbicara dengan Kwan. Mereka benar-benar terlihat sangat serius dan aku tidak ingin menggagu. Seorang pelayan memintaku untuk masuk ke kereta. Dia juga memintaku mengganti pakaian. Aku menurutinya, dan segera masuk lalu mengganti gaun mewahku dengan pakaian biasa.

Hanya kemeja dan sebuah rok panjang berwarna coklat. Rambut panjangku cukup menggagu, saat menjadi Ria aku lebih suka rambut pendek karena mudah di urus. Aku mengikat rambutku menjadi satu, ini sedikit lebih baik.

Pintu kereta terbuka, ku fikir itu pelayan tadi yang hendak membereskan gaunku, namun ternyata Silas. Entah sejak kapan dia mengganti pakaian mewahnya dengan pakaian lusuh seperti itu. Aku merengut padanya saat Silas tersenyum melihat penampilanku.

"Kau tetap cantik walau memakai baju murahan," ujarnya. Itu bukan kalimat pujian yang ingin kudengar.

"Tentu saja," jawabku. Yang cantik itu Real, bukan aku.

Aku ingin keluar dari kereta, namun Silas malah menerobos masuk, menuntup pintu dari dalam, dan menarikku agar duduk di sampingnya. Tentu saja aku kesal, dia selalu seenaknya, apalagi dengan senyuman itu.

"Kau mau ke mana?" Silas memegang kedua pundakku agar aku tidak lari.

"Tentu saja keluar dari sini." Aku berusaha memberontak, tapi Silas dua kali lebih kuat dariku.

"Di luar dingin, kenapa kau tidak di sini saja bersamaku," ujarnya dengan santai. Tanpa meminta izin Silas meletakan kepalanya di pangkuanku, menjadikanku sebagai pengganti bantal. "Ada pidana jika kau menolak perintah keluarga kerajaan."

Dia malah menggunakan otoritasnya di saat seperti ini. Aku hanya bisa berdecak kesal, karena melawan pun tetap akan sia-sia. Bisa-bisa Silas akan membuatku melakukan hal lain selain menjadi bantalnya.

"Terserah kau saja," helalku dengan pasrah. "Jadi... Kau akan menjelaskan sesuatu padaku?"

Matanya menatap ke arahku. "Hmm ... Entahlah. Kenapa kau berfikir seperti itu?"

"Sejak tadi kau nampak serius berbicara dengan Kwan. Dan jelas-jelas ini bukan Cleopat."

Aku tahu di Cleopat hanya ada gurun pasir dan bukit berbatu. Singkatnya seperti daerah Arab dan Mesir, karena aku mengambil referensi dari sana. Sedangkan dermaga ini terasa lembab dan masih banyak pepohonan rindang. Dan tanahnya berwarna cokelat. Ini bukan pelabuhan besar untuk kapal-kapal berlabuh, hanya dermaga kecil yang biasanya digunakan sebagai tempat pemberhentian kapal nelayan.

"Benar, kita masih di kerjaan Cinder," jawab Silas.

"Kenapa?"

Silas diam sesaat, walau dia masih tersenyum, ekpresinya terlihat kaku. "Aku ingin menghancurkan terowongan itu sekarang."

"Apa!" Secara refleks aku memukul kepala Silas. "Kau gila?"

Dia bangun sambil merintih kesakitan dengan memegang bagian yang tadi kupukul. "Jika aku sudah gila, aku akan membunuh seluruh keluarga Cane setelah membawaku ke istana hari itu." Aku terdiam, memang aku punya dendam pada Rina. Tapi ini benar-benar di luar rencana sebelumnya. Silas meletakan tangannya ke ke kepalaku. "Jangan khawatir, aku sudah memasng bom-bom itu jauh hari," ujarnya sambil tersenyum.

Tidak salah lagi, orang di depanku ini adalah psikopat. Aku menghela nafas panjang. "Lalu kapan kau akan meledaknya."

"Tepat tengah malam ini. Sekedar informasi, hari ini adalag ulang tahun Marquez."

"Kau benar-benar sudah menyiapkan hadiah yang luar biasa."

Sekali lagi Silas meletakan kepalanya ke pangkuanku. "Masih ada beberapa jam lagi sebelum tengah malam. Aku sempat mabuk laut tadi, jadi tidur sebentar tidak masalah."

Aku tidak ingin menjawab ucapan Silas, karena akan menjadi percakapan panjang yang tidak akan selesai. Mata Silas sudah tertutup, aku ragu dia benar-benar tidur. Aku meletakan kepala ke tepian jendela kerata dan melihat ke arah luar. Ini mengingatkanku ketika sedang berpergian ke luar kota sendiri, dan sering melihat keluar jendela agar tidak bosan.

Entah sudah berapa lama aku di sini, aku tidak menghitungnya lagi sejak bangun hari itu. Sebenarnya, aku juga lupa bagaimana kehidupanku di sana. Kegiatan apa yang kulakukan saat bangun tidur, dan sebelum tidur. Tanpa aku sadar, aku mulai terbiasa dengan kehidupan Bangsawan di mana selalu ada pelayan yang membantuku, walaupun sekedar berpakaian. Padahal dulu, aku selalu sendiri, tanpa teman berbicara, dan menghabiskan dengan diam di rumah sampai menunggu hari esok untuk melakukan kegiatan yang terus berulang. Jika difikirkan lagi, aku terlihat menyedihkan saat itu, dan ironisnya aku masih ingin kembali. Meski tidak ada yang akan menyambutku di sana.

##

Tengah malam tiba, Silas memegang tanganku sambil berjalan memasuki hutan dengan cahaya remang-remang. Sesekali Silas sengaja mendahulukan langkahnya untuk memotong ranting agar tidak mengenaiku. Aku ingin saja tertawa dan mengejeknya jika tidak situasi tegang seperti sekarang. Kwan berada di depan sambil menyoroti lentera. Baik Silas dan Kwan membawa pedang, dan tadi Silas juga memberiku belati untuk berjaga-jaga.

Aku rindu pistolku, ketika Dhara pingsan waktu itu salah seorang tentara bayaran menginjaknya sampai hancur. Ketika diberitahu tentang itu, aku berteriak histeris dan hampir pingsan. Padahal aku berencana untuk melakukan survival setelah semua urusan di sini selesai dan belum bisa kembali. Fikiran dangkal memang, tapi aku harus ke mana lagi jika tidak bisa kembali. Apa aku tetap di sini dan bersamasa Silas?

Aku melihat tangannya yang lebih besar menggenggamku. Rasanya orang sepertiku tidak cocok untuk menjadi pasangan dari seorang Raja. Dia pantas mendapat pasangan yang lebih baik, orang yang bisa menjadi sosok Ratu sempurna, cerdas, cantik, kuat, dan dicintai semua orang. Bukan Ria, gadis penyendiri yang selalu melakukan hal dengan salah, dan tidak punya siapa-siapa.

"Kita sudah sampai yang mulia," ujar Kwan.

Silas menarikku lebih ke depan. Terlihat terowongan besar yang membelah sebuah tebing. Sangat gelap di sini, maklum saja sekarang aku berada di tengah hutan. Ada jalan setapak yang muat untuk sebuah kereta pengangkut barang. Jika lurus ke depan, akan sampai di dermaga tempat aku dan Silas turun. Sangat strategis untuk di jadikan tempat penyelundupan.

"Bom sudah diselipkan pada tebing di atas jalan masuk dan keluar. Bahkan ada bom juga di dalam terowongan. Jika satu diaktifkan, makan yang lain akan menular. Ledakannya akan besar hingga terowongan ini bisa hancur sepenuhnya," jelas Silas.

"Bukannya akan bahya jika kita melihatnya dengan jarak sedekat ini?" Bisa saja terkenla batu tebing atau bom yang terlempar tidak pas sasaran.

"Jangan khawatir, Kwan sudah mengurusnya."

Kwan mengeluarkan sebuah gulungan kertas dan diletakan ke depan. Dari gulungan itu muncul perisai seperti kaca namun terlihat sangat padat dan keras berwarna putih. Ini pertama kali aku melihat sihir dengan jelas.

"Sudah aman yang mulia," ujar Kwan.

"Lihatlah Real,ini akan sangat indah." Silas tersenyum dan menatapku dengan tajam.

Kwan maju ke depan. Di sana dia menyentuh bagian tebing yang nampak digambari sesuatu. Dari sana muncul serpihan api, yang membuat Kwan segera berlari ke arah lain seraya mengeluarkan gulung kertas yang sama. Percikan api tadi merambat ke atas tebing, dan nampak semakin lebih besar.

Dor!

Ledakan pertama terjadi, suaranya sangat keras sampai aku harus menutup telingaku. Dan masih ada beberapa kali ledakan lagi agar terowongan ini bisa hancur. Seperti yang Silas katakan, satu ledakan akan memicu bom yang lain.

"Real lihat aku," ujar Silas. Namun suaranya tersamar oleh ledakan keras itu.

Silas menarikku mendekat padanya, sangat dekat. Aku bisa merasakan tangannya menyentuh lembut pipiku dan mengangkat sedikit agar aku mendangak ke atas. Sedangkan tangan yang satu lagi melingkar di pinggulku. Suara ledakan dan tebing yang runtuh, juga percikan yang saat ini terlihat seperti kembali api mengacaukan fikiranku.

Yang aku sadar, bibir Silas menyentuh bibirku dan ada sesuatu yang memaksa masuk ke dalam. Jantungku berdetak kencang, rasanya seperti akan meledak. Bahkan suaranya terdengar lebih keras daripada ledakan di terowongan. Ketika aku ingin memberontak, Silas justru semakin menekanku. Aku belum pernah melakukan ini dengan pria manapun saat menjadi Ria. Perasanku jadi aneh, bernafaspun sangat sulit, seluruh tubuhku terasa panas, kepalaku terasa pusing dan tubuhku mati rasa. Jika diteruskan mungkin, aku akan kehilangan kesadaran, jadi ... Tolong berhenti.

.
.
.
.

.
.

.
.
JANGAN LUPA FOLLOW DAN VOTE YA!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro