👑41👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku putus," ujarku dengan datar pada gadis di depanku.

Suara langkah kaki, dan mesin kendaraan sangat membising di sini. Udaranya juga sangat panas, di mana matahari sedang berada tepat di atas. Aku terus menggeser-geserkan layar HP sambil menyedot minum yang baru ku beli tadi.

"Padahal kalian baru berpacaran kurang dari sebulan. Kali ini apa masalahnya?" Tanyanya.

"Entahlah, aku hanya tidak suka harus selalu membalas pesannya, telfon, dan jalan dengannya," jawabku acuh.

"Bukannya pacaran memang seperti ini. Orang lain akan senang, tapi kau malah seperti itu Ria."

Aku tersenyum dan menghadap padanya. "Sepertinya aku memang tidak bisa menjalin hubungan seperti itu. Kau tahu, saudaraku bunuh diri karena ditinggal pacarnya. Dan ayahku ... Aku bahkan tidak mau membahasnya. Mungkin karena mereka aku sekarang bahkan tidak bisa menjalin hubungan dengan seseorang lebih dari setahun."

Dia melirikku dengan sinis. "Benar, kau bahkan pernah hanya seminggu berpacaran, dan sebelum kaliam resmi putus, kau sudah punya pacar lain. Orang lain tidak akan melihatmu sebagai korban jika seperti itu," dia terkekeh di akhir kalimat.

"Aku juga tidak mengerti denganku."

Dia menepuk-nepuk pundakku. "Kau mungkin hanya belum menemukan orang yang pas. Seseorang yang bisa mengobati lukamu. Dan tentu saja membuatmu tersenyum setiap waktu."

Aku merasa geli mendengar perkataannya. "Orang seperti itu, tidak aka pernah kutemui," gumamku.

Entah kenapa sekali lagi aku memimpikan hal aneh ini, ingatan masa laluku. Aku memang sampah dulu, mudah berpacaran dengan seseorang, dan mudah putus pula. Aku bahkan tidak pernah berpacaran dengan seseorang lebih dari satu tahun. Hubunganku dengan seseorang paling lama hanya sekitar 9 bulan, itupun aku bertahan karena uang, sangat sampah bukan? Dan pada akhirnya, aku memutuskan orang itu tepat di saat dia ulang tahun.

Ini rahasia yang selalu kusembunyikan, dan menjadi masa kelamku. Entah sejak kapan aku mulai muak berpacaran dengan seseorang, dan memutuskan untuk hidup sendiri. Menikah dengan seseorang dan punya keluarga bahagia sama sekali tidak ada di list rencanaku. Aku hanya ingin hidup tenang, tidak masalah jika itu membosankan, karena rasanya aku benar-benar lelah.

Lalu gadis itu ... Apa dia temanku? Kenapa aku tidak bisa mengingatnya. Dia seperti orang sama yang muncul di mimpiku waktu itu. Siapa dia? Kenapa aku melupakannya begutu saja.

###

Aku membuka mata, rasanya tubuhku seperti di timpa sesuatu yang berat, namun terasa hangat. Mataku langsung melihat ke cahaya yang menyelip di sela-sela kayu. Ada yang ganjal sepertinya aku tidak di sini semalam.

Aku bangun, ada sebuah tangan di atas perutku, tentu itu bukan milikku. Aku hampir saja berteriak ketika menoleh ke samping sisi tempatku tidur, dia sang pemilik tangan ini sedang terlelap dengan tubuh menghadap ke samping kanan ke arahku. Aku berusaha mengingat sesuatu, apa yang terjadi sebelum aku tidur? Kenapa dia bisa tidur di sampingku? Tadi malam aku di hutan melihat terowongan hancur, dan ....

"Aaaa-Aaaaaaaaaaaa!!" Aku berteriak keras sambil menutupi wajahku yang memerah dengan kedua tangan.

Suaraku mengagetkan Silas, dia langsung bangun dengan ekpresi siap menyerang, "Ah Real, ada apa?"

"Dasar Bajingan!" Teriakku seraya mengayunkan tangan sekuat tenaga kearahnya.

Plaak!

Tamparan keras melayang ke pipi putra mahkota. Aaah ... Mungkin aku akan benar-benar mendapat hukuman berat karena baru saja menampar calom raja. Ta-tapi .... Aaaaaaaa ... Aku benar-benar tidak bisa berfikir. Semalam, aku dan Silas berciuman? Dan itu bukan cuma sentuhan kulit seperti yang pernah kulakukan, itu benar-benar dalam? Aaaaa ... Harusnya dia tahu bahwa Real bahkan belum masuk usia dewasa, walaupun aku sudah. Dan lagi, apakah aku pingsan setelah itu? Kenapa dia tidur di sampingku?

Dengan tetap menutupi wajahku, aku melirik ke samping dan mendapati Silas sedang duduk di pinggir ranjang dengan kepala tertunduk. Wajahnya nampak memelas dengan bekas tamparan yang masih terlihat jelas. Ketika sadar aku menatapnya, dia langsung memalingkan wajah dan menggaruk pinggir keningnya.

"Maaf, ak-" ujarnya, namun aku langsung memotong sebelum dia menyelesaikan kalimatnya itu.

"Apa aku pingsang semalam?" Tanyaku memotong ucapannya.

Dia terdiam sebentar dan melirikku. "Iya, kau pingsan," jawabnya dengan nada murung.

"Lalu di mana kita?"

"Penginapan," jawabnya singkat.

Aku menyusuri kamar ini, semuanya dari kayu bahkan lantai. Hanya ada sebuah kasur besar dengan selimut kusam dan sepasang meja kursi. Kayunya juga nampak lapuk dan tua. Jelas ini bukan tempat untuk menginap bangsawan, melainkan pelancong yang hanya ingin mencari tempat tidur hangat.

Semalam aku pingsan? Aku harap itu karena kelelahan setelah seharian di kamar, mengingat tubuh Real yang lemah ini dan bukan karena hal lain. Rasanya aku ingin berteriak sekali lagi ketika mengingat hal itu, dan lebih memalukannya lagi aku pingsan. Aku benar-benar kacau. Baiklah lakukan seperti biasa, berpura-pura tidak ingat hal itu.

Aku melihat baju ganti yang terletak di atas meja, dan ide untuk mengakhiri kecanggungan ini muncul, "Sepertinya aku ingin berganti baju sebelum makan, jadi bisakah kau keluar dulu," ujarku seraya berdiri. Sialnya baju itu berada di meja tempat Silas berada.

Aku berusaha untuk tidak menggubrisnya, dan berjalan ke sana. Dia masih di posisi yang sama, mungkin. Namun ketika aku berusaha meraih baju itu, tangan Silas memegang lenganku.

"Jangan pura-pura lupa, kau pasti ingat kan semalam kita berciuman," ujarnya sambil memperhatikan senyum nakal. "Lucu, padahal dulu kau melakukannya duluan padaku," ucapnya dengan lugu.

Aku terdiam sejenak, setelah difikirkan ternyata orang ini memang tidak bisa didiamkan. Aku memegang bantal terdekat, dan memukul-mukulnya ke Silas. "Dasar kau bajingan! Kau fikir karena kau putra mahkota bisa bersikap seenaknya. Aaa ... Dasar menyebalkan! Terus kenapa kau masih di sini haaa?"

Bisa-bisanya dia tertawa di saat seperti ini. canggung dan malu yang tadi kurasakan mendadak hilang, diganti dengan marah dan kesal. Aku seperti ingin menguliti orang ini atau melemparnya segera keluar jendela.

"Padahal dulu kau menciumku duluan. Ku fikir kau sudah berpengalaman," ujarnya sambil tertawa kecil.

Aku berhenti sesaat. "Itu-itu ...." Itu karena aku ingin memanasi Rina. Aku kembali memukulinya. Dia benar-benar menyebalkan, siapa sih yang menulis sifatnya ini, aku kan? "Lagipula berpengalaman darimana, tunanganku sebelumnya saja berselingkuh dengan pelayan." Bisa di bilang selain Ryan, Real sama sekali tidak pernah dekat dengan pria manapun.

"Baguslah aku yang pertama," seru Silas seraya menarik tanganku.

Tenaganya sangat kuat, sehingga membuatku terjatuh ke kasur. Sebelum aku bisa berdiri, Silas segera merangkulku agar aku tidak kemana-mana. Tentu saja aku memberontak, namun tetap saja tenagaku tidak akan bisa melawannya, di tambah tubuh Real yang sangat lemah ini.

"Dasar iblis," gumanku.

"Itu memang, kau harusnya lebih tahu itu," ujarnya sambil terkekeh.

Anehnya, dari sekian banyak yang ia lakukan padaku, aku hanya merasa kesal dan sedikit marah. Aku tidak merasa muak, benci, ataupun perasaan takut seperti yang kurasakan dulu saat menjalin hubungan dengan lawan jenis. Ini aneh, semakin difikirkan makin aneh. Apa ini benar perasanku, atau Real?

.

.
.
.

.

.
.
.
.
.

.

JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, DAN KOMENT UNTUK MENGEMBANGKAN CERITA INI.
TERIMA KASIH SEMUA :D


.
.
.
.
.
Btw Guys, aku pribadi bukan basic penulis romence. Jadi maaf misal alur romance kurang feel atau aneh.😉😉
Yang mau kasih saran-saran buat perkembangan Real dan Silas, boleh banget. See you next part 💞💞💞

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro